webnovel

Kenapa Harus Sisi

Blass...

Pukulan itu tepat di wajah Alan yang tak siap dengan serangan Owen, "Beraninya kau!" ketus Alan tak terima.

"Jangan ganggu Sisi, dia ada bersamaku!"

"Kau bilang apa?" sergap Alan lalu berbalik menyerang Owen yang sejak tadi hanya memperhatikannya saja.

"Dia sekarang wanitaku!" ulang Owen berharap kali ini teman kecilnya itu tak lagi menyerang Sisi.

"Dia adalah calon istriku dan keluarganya sudah sepakat akan perjanjian ini, Owen!" Alan berteriak dengan seluruh emosinya, "Kau tau itu?"

Deg...

Owen terdiam, dia tak menyangka Alan bisa semenakutkan itu, dengan sisa keberaniannya penerus Keluarga Grey itu bangkit dan menantang Alan dengan dagu yang lebih tinggi.

"Aku tak perduli, pokoknya jangan ganggu dia!"

"Kau cari masalah denganku, Owen!" teriak Alan lebih kencang.

"Cukup!" tiba-tiba Tony memasuki ruangan itu dan menghentikan perdebatan putranya, "Kalian ini, demi apa kalian bertengkar!"

Owen terdiam, benar juga kata papanya. Sisi sebenarnya wanita yang terlalu baru dalam hidupnya dan rasanya terlalu naif jika dia membela wanita ini hingga harus memperkeruh hubungannya dengan keluarga Alan.

"Sudahlah, aku pergi saja. Tapi dengar Owen, aku pasti akan kembali demi wanita ini!" ujar Alan yang matanya kini penuh dengan kemarahan.

Tak pernah rasanya Owen melakukan ini di depan teman kecilnya itu, sejak dulu dia selalu saja mengalah untuk urusan wanita dan ini membuat Tony sangat cemas.

"Ikut aku!" tutur Tony lalu menarik tangan putranya menjauh dari Sisi.

"Owen, kenapa kau ini!" tegas Tony lalu membuat Owen seperti tertampar.

Melihat pertengkaran Owen dengan Alan dan kini pria itu harus berurusan dengan papanya, Sisi menjadi tak enak hati. Dengan langkah cepat dia berjalan menuju pintu dan berlalu untuk meninggalkan Owen yang dirasanya sudah terlalu banyak mendapatkan masalah karenanya.

"Sudahlah, ini saatnya aku pergi. Aku harus hidup sendiri tanpa bantuan siapapun!" tegas Sisi lalu menyebrangi jalan di depannya dan terus berjalan menjauhi tempat Owen berada.

"Tapi aku harus kemana?" tanya Sisi pada dirinyan sendiri yang belum juga tau harus bersembunyi di mana.

"Nona, sedang apa kau di sini?" terdengar suara Diona yang sepertinya sedang mencari Sisi atas permintaan Owen.

"Aku? Hahahahaha..." Sisi tertawa bodoh melihat kehadian Diona dari rumah Owen.

"Kau mau pergi kemana?" Diona tersenyum berharap Sisi mau kembali kepadanya.

"Mmmm, entahlah. Aku tak punya uang dan aku saat ini sangat lapar!"

"Bisa apa kau tanpa sepeserpun uang begini, sudah kembalilah ke rumah dan lupakan semua ketakutanmu."

"Tidak!" tolak Sisi sambil membalikkan badannya.

"Hey! Jangan begitu!"

"Sebaiknya aku tak perlu kembali, aku sudah terlalu banyak membuat masalah dengan Owen!"

Diona tersenyum, dia tau Sisi masih tak bisa pergi dari Owen karena ketakutannya pada Alan, "Lalu kau mau kemana?" tanya Diona lagi dengan senyuman meledek.

"Entahlah!" Sisi menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya lalu menggeleng berkali-kali.

"Begini saja, kau kau kembalilah bersamaku ke rumah Owen, setelah kau bicara dengannya kau boleh pergi!"

"Tapi!"

"Tapi apa lagi?" tanya Diona penasaran.

"Aku tak mau jadi beban untuk Owen, terlebih dia dan keluarganya akan terkena masalah karenaku!"

"Nona, terlambat bagimu untuk bertanya itu saat ini. Kau sudah membuat Owen dan Alan bermusuhan karenamu, kenapa kau baru sadar sekarang!"

Sisi terdiam, dia tau ini terlambat tapi baginya lebih baik pergi saat ini dari pada harus menjadi beban untuk orang lain karena ulahnya.

"Sudahlah aku pergi saja!"

Sisi berlari menjauh dari Diona, membuat wanita paruh baya itu tak dapat meraih tangannya. Wajah pelayan Owen itu sangat kesal namun dia tau seburuk apapun wanita 30 tahun itu pasti akan kembali meski dia bersikeras untuk pergi.

Kaki Sisi akhirnya tiba di lorong tempat dulu dia bertemu Owen pertama kali, matanya masih sangat mengingat setiap sudut dari tempat ini.

"Disini aku memulai masalah ini dan di sini pula aku akan mengakhirnya!" Sisi terduduk di lorong sempit yang tiba-tiba terlihat begitu menakutkan baginya.

"Kenapa aku jadi ketakutan?" bisik Sisi saat melihat bayangannya sendiri, "Tidak aku kini harus bisa bertahan hidup sendiri!" tutur Sisi mencoba memberanikan dirinya.

Dia lalu mencoba merasa baik-baik saja dengan tempat itu. Sesekali matanya berputar-putar memastikan tempatnya berada kini dalam keadaan aman.

"Sisi!" terdengar teriakan dari ujung lorong tempatnya bersembunyi, suara Alan yang parau dan tegas menggema.

"Sial, sedang apa dia di sini!" Sisi menarik sebuah kardus bekas agar tubuhnya tak nampak oleh pria yang dijodohkan kepadanya itu lalu bernafas lebih tenang meski jantungnya berdegup semakin kencang.

"Sisi, aku tau kau di sana!" tegas Alan lalu menghampiri kardus yang menutupi tubuh wanita muda itu.

"Oh, sial. Bagaimana dia tau aku ada di sini?" bisik Sisi yang tangannya bergetar mendengar langkah kaki Alan yang semakin dekat dengannya.

"Jangan takut, Sayang. Aku janji tak akan menyakitimu!"

"Siapa yang percaya perkataan laki-laki kejam sepertimu, dasar aneh!" gerutu Sisi yang masih saja menutupi diri di antara lorong sempit yang nampak gelap karena gedung tinggi di kedua sisinya.

"Sisi!" ujar Alan lalu menarik kardus yang menutupi tubuh calon istrinya itu, "Jangan membuatku kesal, tingkahmu sangat bodoh. Hah!"

"Alan!" Sisi membolakan matanya lalu menatap tajam kearah Alan yang terlihat sangat marah karenannya.

"Bawa wanita menyebalkan ini pergi!" perintah Alan pada seorang pria di sampingnya yang sejak tadi menunggu perkataan itu keluar dari mulut Alan.

"Jangan! Kau mau membawaku kemana?" teriak Sisi yang kini tubuhnya sudah mendarat di bahu pengawal Alan yang bertubuh kekar.

Sisi terus meronta namun tenaganya tak cukup kuat untuk melawan.

Brakkk...

Pengawal itu membanting tubuh Sisi ke jok belakang mobil Alan, dengan kesal dia lalu membanting pintu membuat Sisi yang tadinya meronta jadi terdiam karena ketakutan.

"Sudah bagus aku menemukanmu di sini, Nona. Kalau tidak, kau pasti akan mati kerena kedingian!" ujar Alan yang tiba-tiba terlihat manis.

Mobil yang ditumpangi Sisi akhirnya berjalan menuju sebuah rumah mewah di utara Kota London.

Rumah mewah yang berpagar besi berwarna hitam itu di penuhi anjing penjaga dengan gigi runcing dengan lolongan yang membuat Sisi sangat ketakutan.

"Banyak sekali anjingnya!" bisik Sisi yang memang tak pernah suka dengan hewan penjaga yang satu ini.

"Jangan kau pikir kali ini kau bisa kabur, Nona!" gerut Alan yang membuka pintu mobil lalu menarik tangan Sisi yang mengangkat bibir atasnya karena takut pada anjing-anjing penjaga yang bergerumun di kaki Alan.

"Bisakah kau usir dulu anjing-anjing itu, aku tak suka dia mendekati kakiku!" pinta Sisi lalu Alanpun memenuhi permintaan itu.

"Hussst!" Alan berteriak sambil membelalakkan matanya dan semua anjing penjaga menjauh dari nya.

Melihat semua anjing begitu menuruti permintaan tuannya, Sisi malah ketakutan, "Apakah mereka akan menggigitku jika kau lari darimu?" tanya Sisi begitu polos.

"Tentu saja, jangankan menggigitmu. Mereka bahkan sanggup untuk menggoyak seluruh tubuhmu!"

Deg...

Mata Sisi membola, tentu dia tak mau itu terjadi padanya, "Lalu bagaimana aku bisa kabur dari rumah mewah ini!" ujarnya dalam hati.