webnovel

Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia]

Sebuah kisah fantasi di Alam Semesta paralel tentang pertarungan politik dari para Raja dan Penguasa. Dimulai dari peperangan, intrik politik, hingga drama kehidupan. Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, kejadian, dan sebagainya hanyalah kebetulan dan atau terinspirasi dari hal-hal tersebut.

VLADSYARIF · Fantasia
Classificações insuficientes
99 Chs

Bab 39, Anak Lelaki Dan Ayahnya

Setelah kejadian pembantaian Regu 3 di perbatasan Prussia-Bavaria oleh Nachzehrer. Charlemagne terlihat tidak seperti biasanya, tatapan matanya jauh lebih tajam dan dipenuhi dengan dendam.

Charlemagne sedang sparing Kendo dengan Alexander Ernst Heinrich Sokolovic Rennenkampf, yang merupakan Anak dari Marsekal Muda Georg Friedriech Sokolovic Rennenkampf.

Sokolovic menyerangnya secara bertubi-tubi sehingga membuat Charlemagne tersudutkan. Meskipun Charlmagne sudah tidak dirundung kesedihan berkat kalimat yang diucapkan oleh Athena beberapa hari yang lalu, tetapi saat ini Charlemagne tengah dikuasai oleh kebencian, dan dendam.

Kesal karena serangan Ernst Sokolovic yang sulit dia tepis, membuat Charlemagne melompat dan kedua kakinya menendang dada Sokolovic hingga membuatnya terpental. Charlemagne berlari dengan cepat dan menyerang Ernst Sokolovic yang tergeletak dengan serangan yang membabi buta.

"Mati! Mati! Matilah kau, vampir sialan!"

Tindakan Charlemagne yang tidak diduga membuat kaget rekan-rekannya dari squadron 13 Prussia dan mereka berusaha menghentikan tindakan Charlemagne yang tengah menghajar Ernst Sokolovic habis-habisan. Mereka menarik tubuh Charlemagne dari arena pertarungan.

"Tenanglah, Charlemagne," kata salah seorang rekannya yang menahan Charlemagne.

"Ada apa denganmu, Charlemagne?"

Charlemagne membanting shinai atau pedang kendonya dan melepas 'men' lalu membantingnya. Lelaki itu pergi meninggalkan rekan-rekannya dengan tatapan mata yang dipenuhi dengan dendam.

[Men adalah sejenis Helm yang digunakan sat main Kendo.]

Ernst Sokolovic yang kesal segera bangkit lalu membanting men dan berlari ke arah Charlemagne yang tengah berjalan dan bersiap menyerangnya. Mendengar teriakan dari Ernst Sokolovic, Charlemagne membalikkan badannya. Dia berlari ke arah Ernst Sokolovic. Ernst Sokolovic menyerangnya dengan sekuat tenaga hingga shinai-nya rusak menghantam kepala Charlemagne dan Charlemagne memberikan sebuah pukulan telak di wajah Ernst Sokolovic sehingga Lelaki Prussia-Serbia itu langsung pingsan, sedangkan Charlemagne masih berdiri kokoh dengan kepala yang berdarah.

Dengan amarah yang membara, Charlemagne meninggalkan teman-temannya yang terdiam-terkejut.

.

.

Suasana makan malam di rumah Kanselir Leopold dan keluarganya terasa sangat hangat dan tenang.

"Aku dapat laporan bahwa kau habis berkelahi dengan Ernst Sokolovic dan akhir-akhir ini sifatmu berbeda seperti biasanya, Charlemagne. Apa yang terjadi denganmu?" tanya Kanselir Leopold yang ditemani Charla dan Athena yang baru pulang dari Schloss Bellevue pada Charlemagne yang tengah makan.

Charlemagne segera menghabiskan makanannya dengan cepat dan meminum segelas air hangat, "Ayah, berapa jumlah senjata pemusnah massal yang dimiliki Prussia?"

"Untuk apa kau menanyakan itu," jawab Kanselir Leopold yang terlihat kesal akan pertanyaan aneh dari anak Laki-lakinya. "Aku tahu kau sedang kesal dan dari tatapan matamu, sepertinya kau sedang dikuasai oleh dendam dan kebencian."

Charlemagne menggebrak meja makan dan dengan nada bicara yang dingin dia berkata, "Iya, aku sangat membenci para vampir terkutuk itu, dan aku ingin sekali memusnahkan mereka dari dunia ini!"

"Charlemagne, tenanglah," kata ibunya berusaha menenangkan anak laki-laki semata wayangnya.

"Dengar Charlemagne! Meskipun aku sempat dikuasai oleh dendam dan kebencian, tetapi aku berusaha untuk berpikir dengan jernih!" tegas Kanselir Leopold.

Charlemagne terkekeh mendengar ucapan Ayahnya, "Berpikir jernih, meskipun sedang dikuasai oleh kebencian, dan dendam." Charlemagne tertawa dengan keras dengan tawa yang mengerikan. "Kalau ayah berpikir jernih, seharusnya ayah tidak memenjarakan kedua orang tuamu."

Kanselir Leopold menghela nafasnya untuk menenangkan emosinya, "Charla, ambilkan aku air dingin."

Charla segera pergi ke kulkas untuk mengambil air dingin dan memberikannya ke ayahnya. Kanselir Leopold meminum segelas air dingin yang dibawakan oleh Charla. "Aku memenjarakan kedua orang tuaku demi kalian berempat dan atas permintaan dari Adelheid dan Juliana! Kalua bukan untuk orang-orang yang aku cintai, aku akan membiarkan mereka berdua mati karena faktor usia dalam keterasingan."

Suasana mendadak canggung di antara mereka berlima. Charlemagne hanya terdiam dengan menundukkan kepalanya untuk menutupi wajahnya bahwa dia sedang galau. Charlemagne manyandarkan tubuhnya di kursi dan mengangkat kedua kakinya di atas meja. Tindakannya benar-benar tidak sopan, sehingga memancing emosi Charla.

"Turunkan kakimu, Charlemagne. Kau tidak sopan!" kata Charla dengan tatapan mata yang tajam.

"Itu bukan urusanmu, dada rata," kata Charlemagne dengan tatapan mata yang merendahkan.

Charla langsung naik pitam setelah Charlemagne melontarkan kalimat yang mengejeknya hanya karena dadanya yang rata. Dia segera mengambil kursinya dan mengangkatnya. Tetapi Athena menahan kedua tangan kakak tirinya.

"Tenanglah, Charla," kata Athena berusaha menenangkan.

"Lepaskan aku, Athena! Aku harus memberikan pelajaran padanya!" teriak Charla.

Suara tamparan itu terdengar sangat keras. Tamparan Elizabeth yang sangat keras menampar wajah tampan Charlemagne sehingga membuatnya terjatuh dari kursinya. Elizabeth mencengkram kerah baju anaknya dan membantingnya ke tembok.

"Ada apa denganmu, Charlemagne! Apakah kau sudah gila! Apa kau pikir dengan membalaskan dendam perempuan yang kau cintai masalah ini akan segera berakhir? Jawab aku!" teriak Elizabeth dengan penuh emosi.

Charlemagne hanya terdiam seraya membuang mukanya ketika dia dimarahi oleh ibunya.

Kanselir Leopold menghampiri istrinya yang tengah emosi lalu merangkulnya. "Tenanglah Elizabeth. Tenanglah," katanya berusaha menangkan Istrinya dan membawanya pergi. "Charla, Athena. Biarkan dia sendiri. Ini adalah masalah antar Lelaki dan biar aku menanganinya." Tangisan Elizabeth pecah dalam pelukan suaminya.

"Ayo kita masuk ke kamar, Charla," kata Athena mengajak kakak tirinya pergi meninggalkan Charlemagne. Namun sebelum itu, Charla mengambil kursinya, dan melemparnya ke Charlemagne, dan kursi kayu itu menghantam wajah tampan Charlemagne hingga terluka.

"Aku sangat membencimu, Charlemagne!" teriak Charla dengan penuh emosi.

Athena merangkul kakak tirinya yang terbakar amarah dan juga kesedihan.

Charlemagne hanya terdiam mematung dan tidak peduli akan semua yang telah terjadi. Dia tenggelam dalam jurang kegelisahan yang tengah menimpa dirinya.

Sepuluh menit berlalu dan dengan mengenakan pakaian santai, Kanselir membawa dua gelas air dingin ke anak laki-laki satu-satunya, dan Kanselir duduk di depan Charlemagne. "Minumlah, dengan air dingin ini maka pikiranmu akan dingin, dan kau bisa berpikir dengan jernih seperti sedia kala."

Charlemagne menerima gelas yang diberikan oleh Ayahnya dan meminumnya. "Terima kasih, Ayah."

"Syukurlah melihatmu kembali seperti sedia kala. Aku benar-benar senang," kata Kanselir Leopold melirik kamera CCTV di mana Elizabeth, Charla, dan Athena tengah mengawasi mereka berdua dari kamarnya Charla. "Kalau lelaki bicara dengan perempuan, menurutku tidak akan pernah nyambung."

"Perempuan selalu berpikir dengan perasaan sedangkan Lelaki selalu berpikir secara logis," balas Charlemagne.

"Ah, kau benar, Anakku."

"Terkait masalahku dengan Ernst Sokolovic. Aku hanya terbakar kebencian dan dendam terhadap ras vampir. Aku menganggapnya seorang vampir, hingga akhirnya kami berkelahi, dan membuat Ernst Sokolovic pingsan."

"Aku tahu dengan apa yang kau rasakan. Aku juga pernah mengalaminya, bahkan jika dibandingkan dengan dirimu, aku ini lebih buruk. Aku sangat membenci dan menyimpan dendam kepada kedua orang tuaku gara-gara mereka tidak merestuiku dengan Elizabeth. Aku berusaha untuk bersikap wajar, meskipun aku selalu melampiaskan hasratku pada beberapa Perempuan penghibur yang aku sewa."

"Huh, kau memang Lelaki yang buruk," balas Charlemagne dengan nada dingin. "Beruntungnya ibu yang mau menerima lelaki brengsek seperti dirimu."

Kanselir Leopold tertawa getir mendengar ucapan Charlemagne, "Kau benar, aku memang lelaki yang buruk, dan karena kita berdua sama-sama laki-laki. Aku harap kita bisa saling memahami. Kau tahu, jangan hanya karena kebencianmu, dan dendammu serta posisimu sebagai anak dari Kanselir Prussia membuatmu lupa diri. Setiap tindakan yang kita pilih dan lakukan itu memiliki efek domino. Aku paham akan kesedihan yang tengah kau rasakan dan aku juga telah mengalami banyak kehilangan. Bukan hanya kau saja yang kehilangan Orang yang kau cintai." Stadholder Leopold menghela nafasnya, "Sahabat-sahabatku telah pergi ke sisi-Nya, tetapi aku tidak menyimpan dendam, dan kebencianku. Kebencian dan dendam adalah hal wajar jika orang-orang yang kita cintai pergi, tetapi tenggelam dalam kebencian, dan dendam tidak ada gunanya. Mereka yang membunuh sahabatku dan aku yang membunuh sahabat mereka kini telah menjadi teman dan saling bekerjasama sebagai Politikus dan Kepala Pemerintahan. Memang terdengar ironis, tetapi ini adalah faktanya."

"Politik itu sangat dinamis. Tak ada pertemanan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan. Mau Liberal-Kapitalis, Monarki, Demokratis, Sosialis ataupun Komunis, semuanya sama saja, tak ada bedanya."

"Kau benar. Meskipun menurutmu itu semua buruk. Akan tetapi para Pemimpin dan Politikus akan berusaha melakukan yang terbaik untuk membangun negerinya dan mensejahterakan saudara-saudara setanah airnya karena tidak ada ideologi yang sempurna di Dunia ini. Semuanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing."

Charlemagne termenung beberapa saat setelah mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Ayahnya. "Kau benar Ayah. Aku benar-benar menyesal akan tindakanku yang sudah keterlaluan. Aku benar-benar menyesal atas apa yang aku lakukan kepada Ernst Sokolovic, terlebih aku juga menyesal akan perkataan kasar maupun tindakanku yang buruk terhadap Ibu, Charla, dan Athena. Kebencian dan dendam telah membuatku buta. Aku benar-benar menyesal," kata Charlemagne yang terlihat murung.

"Aku benar-benar senang mendengarnya. Kini kau telah kembali seperti sedia kala sebagai seorang Charlemagne yang selalu berpikir dengan tenang dan kritis," ungkap Kanselir memeluk Anak Laki-lakinya dengan air mata bahagia yang membasahi kedua matanya. Kanselir Leopold mengepalkan tangan kanannya, ke arah Charlemagne. Dia lalu tos dengan Ayahnya.

"Maafkan aku, Ayah. Jika selama ini aku memandangmu dengan buruk. Aku tidak seperti Charla yang orangnya frontal."

"Sudahlah, lagian itu adalah salahku sebagai seorang ayah. Aku benar-benar menyesal telah bersikap buruk kepada keluargaku. Namun dalam sisa waktu ini, aku akan berusaha menjadi seorang ayah yang baik."

"Penyesalanpun juga tidak ada gunanya," balas Charlemagne yang bangkit. Dia berjalan menuju ke arah kamar Charla dan menghampiri Ibu dan kedua saudara perempuannya untuk meminta maaf.