webnovel

Jangan Lebih Rendah dari Orang Lain (2)

Sepulang sekolah, Brian dan teman-temannya pergi ke tempat mereka latihan band. Tempat itu adalah bekas garasi mobil yang mereka ubah menjadi tempat latihan. Dengan cat gradasi biru tosca dan putih. Dan mereka menggunakan vinyl sebagai lantainya. Di dinding pula terdapat poster dengan gambar mereka sendiri. Penataannya juga sangat rapi. Mereka mendekorasinya sedemikian rupa sehingga garasi mobil yang terlihat buruk menjadi sangat cantik.

Di sini mereka akan mendiskusikan tentang penampilan mereka di acara pentas seni nanti. Mulai dari lagu apa yang harus mereka bawakan, pembagian part menyanyi, dan juga jadwal latihan.

"Kita nanti mau bawain berapa lagu?" Tanya Reza kepada teman-temannya.

"Satu lagu aja udah," jawab Gilang setelah berpikir beberapa saat.

"Pelit banget Cuma 1 lagu. Ya sesedikitnya 2 lagu lah." Ucap Marco—keyboardist The Clouds—

Brian hanya memperhatikan teman-temannya. Dia masih memikirkan harus membawakan lagu apa nantinya. Untuk urusan berapa lagu yang akan dibawakan, Brian setuju dengan Marco. Karena jika hanya 1 lagu saja memang sangat pelit menurutnya.

Selama ini Brian memang memiliki banyak lagu ciptaannya yang belum pernah diberitahu kepada siapa pun. Termasuk teman-teman se-band-nya.

Untuk acara pentas seni kali ini juga yang terakhir bagi mereka. Jadi sepertinya lagu yang menggambarkan rasa terima kasih kepada guru juga boleh untuk ditampilkan. Bukan dengan lirik yang secara gamblang mengatakan terima kasih guru. Tetapi hanya makna tersiratnya saja.

"Kita bawain 2 lagu aja. Aku ada 1 lagu yang pas untuk pensi nanti. Dan 1 lagunya lagi kita bawain yang Don't leave me." Alasan Brian mau membawakan lagu Don't leave me adalah karena lagu tersebut yang paling populer dan selalu ingin didengarkan para penggemar mereka. Untuk makna lagunya sendiri sudah dapat terlihat dari judulnya. "Kita latihan setiap hari, setuju?" lanjut Brian.

Teman-temannya menganggukkan kepala tanda mereka setuju. Memang disaat waktu yang bisa dibilang mepet ini, latihan setiap hari tidak ada salahnya untuk hasil yang memuaskan. Dan ya, mereka harus pandai mengatur waktu antara belajar dan latihan. Brian mengeluarkan handphonenya dan memencet sebuah nomor untuk dihubungi. Dia sudah melakukan 3 kali panggilan dan ketiganya itu tidak diangkat. Akhir-akhir ini Yura memang selalu tidak dapat dihubungi melalui telepon. Brian menutup handphonenya dan memasukkannya lagi ke dalam sakunya.

Dan setelah itu, mereka memulai latihannya.

*

Malam harinya, Mikha sudah duduk di depan meja belajarnya. Sudah menjadi rutinitasnya untuk belajar setiap hari. Dan hasilnya, ia selalu mendapatkan peringkat pertama dari seluruh siswa seangkatannya.

Jika Brian terkenal karena nilai non-akademiknya—basket dan band—, Andre mendapat predikat ketua kelas terbaik—kecuali jika sudah bertengkar dengan Brian—, maka Mikha adalah siswa dengan prestasi akademik terbaik di sekolahnya. Dia adalah si legenda nomor 1 karena sampai saat ini, belum ada yang mampu menggeser posisinya tersebut. Inilah yang disebut hasil tidak akan mengkhianati usaha.

Saat itu pula, mamanya Mikha masuk ke dalam kamarnya dan melihat anaknya yang sedang belajar. Awalnya dia hanya memantau, dan saat melihat sebuah kertas di meja, mamanya mengambilnya dan melihatnya.

Mikha mengalihkan pandangannya kepada mamanya. Ia menjelaskan dengan singkat, "Itu hasil ulangan fisika minggu lalu, Ma."

Mama Mikha terlihat serius lalu berkata, "Ini udah tertinggi?"

Mikha tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya. Dengan lembut ia menjawab, "Engga, Ma. Tomi yang tertinggi, nilainya 100."

Setelah mendengar ucapan Mikha tersebut, ekspresi wajah mamanya berubah menjadi suram. Mamanya meletakkan kertasnya ke meja lalu berbicara dengan nada marah, "Kenapa dia bisa lebih tinggi dari kamu? Kenapa nilai kamu bisa segini? Kamu serius 'kan belajarnya?"

Disaat Mamanya marah seperti ini, Mikha sangat takut. Dia benar-benar takut karena bisa saja dia diberi hukuman. "Cuma selisih 5 poin kok nilainya, jadi gak rendah banget 'kan ... Lagian di urutan kedua tertinggi itu Mikha kok, Ma."

"Kamu bilang Cuma? Bahkan walaupun selisihnya 1 poin, kamu gak boleh ada di bawah siapapun. Kamu mau buat mama malu?!" Mama Mikha melihat wajah anaknya yang sudah ketakutan tetapi beliau tetap tidak peduli. "Kamu nggak boleh keluar kamar sebelum kamu benar-benar belajar. Dan handphone kamu mama ambil, mama nggak akan kasih ke kamu sebelum kamu diterima di Stanford. Mama nggak mau tau, kamu harus bisa dapat nilai yang lebih tinggi. Kalo nilai kamu rendah, gimana kamu bisa masuk Stanford?!"

Setelah mengatakan itu, mama Mikha keluar dari kamar dan mengunci pintu kamar Mikha. Mikha berlari dan berusaha membuka pintu. Ia memohon kepada mamanya untuk membukakan pintu walaupun tidak dipedulikan sama sekali oleh mamanya. Mikha terus menangis dan memohon.

Dari dulu, Mikha memang selalu dituntut untuk menjadi yang terbaik oleh mamanya. Saat masih di sekolah dasar, Mikha pernah turun ke peringkat 2. Prinsip mama Mikha adalah meningkat boleh, menurun jangan. Dan saat itu mamanya sangat marah sehingga ia tidak boleh keluar rumah dan hanya belajar. Padahal, di umur itu adalah waktunya anak-anak untuk bermain dan menikmati masa kecil mereka. Tetapi tidak dengan Mikha.

Karena tidak mau jika hal tersebut terulang kembali dimana ia dikurung, Mikha menghabiskan sebagian besar waktunya untuk belajar. Dan berupaya sebisa mungkin untuk tetap berada di peringkat pertama.

Dan sekarang, hal tersebut terulang kembali. Mikha sangat tidak suka berada di posisi seperti ini. Mikha berjalan kembali ke meja belajarnya dan mengambil buku fisika yang berada di dalam tasnya kemudian membukanya dan mempelajarinya.

Dia benar-benar akan terus belajar. Saat nilainya hanya lebih rendah 5 poin saja mamanya sudah semarah ini. Bagaimana jika ia tidak dapat diterima di Stanford? Mikha sangat takut hanya untuk membayangkannya saja. Harus ia akui, amukan mamanya adalah yang paling Mikha takuti.

Mikha menghapus air mata yang masih menggenang di wajahnya. Kepalanya sangat sakit karena menangis dan matanya juga panas. Mikha mengambil air minum di mejanya dan meminumnya. Setidaknya dengan meminum air, dapat meredakan sedikit sakit kepalanya.

Di malam itu, Mikha terus belajar hingga dia melewatkan waktu tidurnya. Ia sama sekali tidak tidur sehingga terdapat lingkaran hitam di bawah matanya. Tekanan ini selalu Mikha rasakan.