webnovel

Fajar dan Senja (3)

"Fungsi, eksponensial, persamaan linear, logaritma, ini sih gampang." Ucap Nino—salah satu anggota dalam kelompok belajar—

Hari ini memang adalah jadwal untuk mereka belajar kelompok. Walaupun wajahnya babak belur, Andre tetap datang. Walaupun sikapnya kadang suka melenceng seperti bermain game hingga larut malam, belajar sudah menjadi hal utama bagi Brian saat ini.

"Ya walaupun gampang, tetap harus dipelajari dong. Biar lebih paham lagi. Jadi nanti pas ujian, nggak akan ada lagi yang namanya lupa rumus atau yang lainnya." Timpal Ruby.

Benar yang dikatakan Ruby. Walaupun kita merasa suatu pelajaran itu sangat mudah, tidak ada salahnya untuk mempelajarinya kembali. Kadang, jika terlalu menyepelekan hal tersebut dan sedikit saja lalai, bisa fatal akibatnya. Seperti tiba-tiba saja lupa pada bagian terpenting dalam pelajaran tersebut saat sedang melaksanakan ujian. Apapun bisa saja terjadi jika Tuhan berkehendak.

"Nih ya, kalian ingat nggak yang pak Irwan bilang 'orang yang jago fisika, sudah pasti jago matematika. Tetapi orang yang jago matematika, belum tentu jago fisika.' Menurut kalian gimana?" Tanya Dino, kembaran Nino. Mereka adalah anak kembar tak identik. Jadi sangat mudah untuk mengenali dan membedakan keduanya.

"Menurut aku sih ya, aku kurang setuju sama yang dibilang pak Irwan. Soalnya nih, bukan sombong ya. Aku jago fisika, tapi kalo untuk matematika aku dibuat bingung banget. Sulit banget tau nggak," jawab Della.

Pembahasan mereka menjadi sedikit melenceng ya. Bukannya belajar malah mengobrol. Tetapi tidak masalah, mereka tidak harus selalu berpusat ke belajar saja.

Jika keempat temannya terus mengoceh ini dan itu, Brian malah kebalikannya. Dia diam seribu bahasa sejak tadi. Teman-temannya juga menyadari hal itu. Mereka saling berpandangan dan seperti bertanya 'dia kenapa?' memalui mata mereka.

"Bri, kamu kok diem aja sih. Kenapa?" Tanya Della kepada Brian.

"Lagi ngelihatin Yura 'lah, apalagi coba. Ya nggak Bri?" ucap Nino yang mendapat respon gelengan kepala dari teman-temannya yang lain secara serempak.

Brian yang sekarang menjadi objek pembicaraan teman-temannya hanya tersenyum dan mengangguk. "Kalian juga ngoceh terus dari tadi. Sampai nggak sadar kalo Yura malah jadi nyamuk yang merhatiin kalian," ucap Brian sambil menggoyangkan gelasnya yang berisi jus lalu meminumnya.

Mendengar hal itu, teman-temannya hanya bisa tersenyum canggung. Kemudian, mereka langsung menutup mulut dan berusaha untuk fokus belajar. Karena waktu mereka terbuang percuma hanya untuk obrolan yang tidak penting itu.

"Soal tentang persamaan eksponen yang ini, cara penyelesaiannya gimana sih?" Tanya Nino.

"Oh, ini pakai bentuk persamaan yang a pangkat f(x) sama dengan a pangkat g(x). Jadi penyelesaiannya a pangkat f (x) sama dengan a pangkat g (x), maka f(x) sama dengan g(x). Itukan ada di buku. Makanya dibaca. Katanya gampang huu," jawab Ruby dengan wajah kesal sekaligus ngeledek Nino yang terlalu percaya diri di awal.

Untung saja Nino sudah diingatkan untuk mempelajarinya lagi walaupun menurutnya sangat mudah. Karena belum apa-apa saja dia sudah lupa. Bagaimana saat ujian nanti. Dasar Nino.

Sampai disini, dampak positif dari belajar bersama ini sudah sangat kelihatan. Saling berbagi ilmu tidak ada salahnya. Bahkan, membuat ilmu yang selama ini kita punya menjadi lebih bermanfaat lagi. Tidak hanya dipendam sendiri saja. Walaupun terkadang, orang yang sering kita bagi ilmu kita kepadanya, ada yang tidak tahu diri.

Hari ini mereka pulang sekolah lebih awal karena guru-guru akan mengadakan rapat. Sehingga belajar kelompok hari ini pun lebih cepat selesai daripada biasanya. Karena hal itu pula, Brian berencana mengajak Yura pergi ke pantai untuk melihat sunset. Hal yang selalu menjadi kesukaan Yura.

Yura sangat menyukai sunset. Katanya, warna orange dari sunset itu sangat indah. Apalagi jika melihatnya di pantai. Menyaksikan matahari yang seolah akan tenggelam ke dalam lautan. Dengan melihat sunset pula, Yura merasa sangat tenang dan damai.

Saat sedang duduk di tepi pantai sambil melihat sunset, Brian pernah bertanya kepada Yura. "Kenapa kamu lebih suka senja daripada fajar? Padahal fajar diibaratkan sebagai pertemuan dan senja sebagai perpisahan. Banyak orang juga yang benci banget sama yang namanya perpisahan."

Mendengar pertanyaan Brian, Yura tersenyum hangat, "Banyak hal yang dibenci orang di dunia ini. Padahal nggak semua yang dibenci orang itu buruk Bri. Dan nggak semua yang dibenci orang, aku juga harus ikutan benci. Jangan pernah menilai sesuatu dari buruk atau baiknya aja, tetapi harus dari keduanya. Dan yang harus semua orang ketahui, perpisahan itukan akhir. Setiap akhir itu adalah awal yang baru. So, buat apa benci sama senja yang diibaratkan sebagai perpisahan."

Disaat itu, Brian hanya mengangguk sebagai bentuk setuju kepada ucapan panjang lebar dari Yura. Apa yang diucapkan Yura, memang selalu benar. Terkadang Brian juga penasaran bagaimana Yura tumbuh sehingga bisa menjadi orang yang bijak seperti ini. Karena walaupun mereka sering bersama, masih banyak hal yang tidak diketahui Brian tentang Yura. Katanya Yura sih, privacy is everything.

Kembali lagi ke Yura yang sangat senang karena Brian mengajaknya melihat sunset. Mereka berjalan beriringan di atas pasir pantai yang lembut. Meninggalkan jejak dari sepatu mereka di atas sana. Tanpa memikirkan roknya akan basah dan kotor, Yura langsung duduk di tepi pantai. Brian tersenyum melihat tingkah Yura. Dia sangat bahagia saat melihat Yura bahagia.

Dibandingkan melihat sunset, Brian lebih memilih memperhatikan Yura. Tatapannya sangat dalam. Brian tidak ingin berkedip sedikitpun. Karena dia takut jika berkedip sekali saja, Yura akan hilang dari pandangannya. Dia sangat tidak mau hal itu terjadi.

Saat matahari benar-benar sudah tenggelam, barulah mereka beranjak pergi dari sana.