webnovel

Perhatian Kecil

"Stop.. stop!" seru Andini ditengah perjalanan, Gibran sontak mengerem mendadak mobil yang dikendarainya.

"Ada apa?" Tanya Gibran panik.

"Aku mau kesana dulu." Dia menunjuk ke arah apotik kecil dipinggiran jalan.

Tanpa bertanya lagi, Gibran menuruti perintah Andini. Dia sempat melirik ke arah siku Andini yang lecet karena terjatuh, sepertinya membeli cairan pembersih luka dan obat juga penting saat ini.

Andini bergegas turun dan kembali dengan sebotol kecil cairan pembersih luka, obat merah juga kain kasa. Dia kemudian menengadahkan tangan kanannya tepat dihadapan Gibran.

"Apa?" Tanya Gibran tidak paham.

"Tanganmu."

Gibran menatap ke arah tangannya yang terluka, hanya sapu tangan milik Andini yang kini penuh dengan darah yang menjadi penutup lukanya. Perlahan dia menyerahkan tangannya kepada Andini.

"Cobalah untuk menahannya. Mungkin ini akan sedikit sakit." Pesan Andini sebelum mulai membersihkan luka ditangan Gibran.

Gibran meringis kesakitan, rasa perih karena kandungan alkohol pada cairan pembersih luka itu membuatnya tidak bisa menahan untuk tidak menunjukan ekspresi kesakitan.

"Apa yang kau pikirkan sampai berani-beraninya menahan pisau itu dengan tanganmu?" Andini bertanya di tengah suasana yang hening, ia memberi pertanyaan sembari tetap fokus mengobati luka pada tangan Gibran.

"Soal itu.." Gibran tidak melanjutkan ucapannya, dia ragu mengatakan jika dirinya saat itu hanya mengkhawatirkan Andini semata. Dia bahkan tidak berani mengatakan bahwa Andinilah yang menjadi penyebab dirinya kehilangan fokus saat melawan Zidan.

"Itu apa?" Andini menatap dalam ke arah manik mata Gibran, Gibran yang seketika merasa canggung ditatap seperti itu segera memalingkan wajahnya.

"Aku hanya ingin kita berdua selamat, tapi mungkin aku sedang sial saja makanya sampai terluka." Jawaban Gibran cukup masuk akal. Andini kemudian melepas tangan Gibran setelah dia berhasil membalut luka ditangannya.

"Jangan diulangi lagi! Lain kali pergi dan carilah bantuan saat kau dalam bahaya, bukannya malah menghadapinya sendirian." Pesan Andini, dia berkata tanpa melihat ke arah Gibran. Sepertinya dia juga malu jika terlalu nampak mengkhawatirkan Gibran.

"Iya.." Sahut Gibran singkat, ia tersenyum kecil karena mendapat perhatian kecil dari Andini.

"Ayo jalan." Perintah Andini, tapi Gibran tidak lantas segera menginjak pedal gas. Ia Justru fokus melihat ke arah yang lain. Andini menoleh untuk memberikan kode kepada Gibran agar dia segera menjalankan mobilnya.

"Tunggu dulu." Suara Gibran terdengar lebih lembut dari biasanya.

"Apa lagi?" tanya Andini, tapi tiba-tiba Gibran menarik lengan Andini, membuatnya tercekat kaget.

"Ma—Mau apa kau?" Suara Andini terdengar panik, ia tidak tau apa yang akan dilakukan oleh Gibran kepadanya. Baru beberapa saat yang lalu dirinya di sandera dan diperlakukan buruk oleh siswa. Hal itu membuat Andini tidak nyaman atau bahkan sedikit ketakutan.

"Lukamu juga harus diobati." Gibran menunjuk ke arah luka lecet di siku Andini.

"Tidak perlu, ini cuma luka kecil saja, nanti akan sembuh sendiri." jelas Andini dan berniat menarik kembali tangannya, tapi Gibran dengan sigap menahannya.

"Jangan cerewet! Yang namanya luka mau kecil atau besar tetap harus diobati." Sergah Gibran.

Andini seketika tertegun mendengar ucapan Gibran yang juga merupakan siswa didiknya itu, kini Andini hanya diam, pasrah dan membiarkan Gibran mengobati lukanya. Wajah Andini terlihat menahan rasa perih, namun Gibran yang peka segera meniup luka di siku Andini.

Deg!

Jantung Andini tiba-tiba berdetak tak beraturan, netranya seolah tak bisa lepas dari gambaran Gibran yang kini ada dihadapannya. Tapi sedetik kemudian ia tersadar dari lamunannya.

'Ohh, apa yang ku pikirkan sih?' Andini menepuk pipinya sendiri dengan tangan kirinya.

"Sedang apa kau? Kenapa kau memukul wajahmu sendiri?" Gibran bertanya karena terkejut dengan tingkah Andini.

"Aah, I—ini ada.. ada nyamuk." Jawab Andini asal-asalan. Saat itu juga dia menarik tangannya dari genggaman Gibran. "Ayo kita pulang sekarang.." imbuhnya pelan, dia mencoba menenangkan jantungnya yang sepertinya tengah bermasalah hari ini.

Gibran spontan melihat ke sekelilingnya, dia jadi penasaran karena ucapan Andini.

"Bagaimana bisa ada nyamuk di mobilku ini?" Tanya Gibran penasaran, tapi kemudian dengan cepat Gibran menuruti perintah Andini untuk segera mengantarkannya pulang. Sepanjang perjalanan tak ada yang berbicara, keduanya sibuk dan larut dalam pikiran masing-masing.

**

Andini masuk ke dalam rumah dengan keadaan kacau, wajahnya dekil dan rambutnya sedikit berantakan. Kiran yang hari ini tidak masuk kerja jelas terkejut melihat kondisi temannya itu.

"Ya Tuhan, ada apa dengan penampilanmu Din?" Teriak Kiran panik, suaranya yang cempreng hampir membuat gendang telinga Andini pecah.

"Sudahlah Kiran, aku benar-benar lelah hari ini.. nanti saja ceritanya yah." sahutnya dan langsung bergegas masuk kedalam kamarnya. Kiran sempat melihat perban di siku Andini.

"Ohh, sikunya? terluka? Pasti ada sesuatu yang terjadi." Gumam Kiran.

Saat kemudian Kiran akan masuk kedalam kamarnya, suara bel berbunyi mengagetkan dirinya. Ia bergegas menuju ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang. Saat pintu terbuka, mata Kiran membulat lebar, mulutnya sedikit terbuka saking terkejutnya.

"Gibran? Se-sedang apa kau disini?" Tanya Kiran terbata-bata.

"Aku mengantarkan ini untuk Andini, tadi tertinggal dimobil." Kata Gibran sambil menyerahkan obat-obatan milik Andini.

"Ehh, kalian datang bersama?" Tanya Kiran yang akhirnya mengerti.

"Iya, tolong pastikan tidak ada lagi batin tubuhnya yang terluka." Pinta Gibran dengan tatapan sendu, Kiran yang masih terkejut hanya mengangguk pelan saat kemudian Gibran berpamitan.

Setelah bayangan Gibran menghilang barulah ia berlari menuju kekamar Andini. Dia terlihat heboh saking penasarannya.

Andini membuka pakaiannya, dia menatap pantulan tubuhnya dari cermin. Sebuah luka lebam membiru terlihat di bagian kiri perutnya. Ia menekan bagian yang membiru itu dan meringis kesakitan.

"Uhhh.."

Tok. Tok. Tok!

Suara ketukan mengagetkannya, dengan langkah lemas dia menuju ke pintu.

"Kiran, kan aku sudah bilang..."

"Andini apa yang sebenarnya terjadi?" Teriak Kiran. Dia langsung menghambur ke arah Andini dan mulai memperhatikan tubuh Andini.

"Apa kau terluka?"

Andini mendengus sebal melihat tingkah Kiran.

"Aduhh, apa yang kau lakukan sih?"

"Ssstttt.. diamlah! Aku sedang memastikan tidak ada lagi luka ditubuhmu." Kiran menatap detail bagian tubuh Andini.

"Ya ampun, jangan berlebihan." Tegur Andini

"Ohh, aku hanya melakukan apa yang diperintahkan tuan muda Darendra." Celetuk Kiran, membuat Andini tercengang.

"Maksudmu?"

Kiran menyerahkan obat-obatan yang dibawakan oleh Gibran tadi. Terlihat senyum menggoda diwajah Kiran.

"Nih. Dia berpesan untuk memastikan bahwa tidak ada luka lain ditubuhmu." Jawab Kiran.

"Dia kesini?"

"Hmm, dia bahkan mengatakan untuk segera menghubunginya jika terjadi sesuatu padamu. Uuuhhh, aku sampai meleleh mendengar ucapan bocah itu." Goda Kiran setengah terkekeh, sepertinya dia bahkan tidak berniat memeriksa Andini karena khawatir tapi hanya sekedar ingin menggodanya.

Andini terdiam, tapi jantungnya lagi-lagi berdebar seperti tidak normal. Dia mengelus dadanya pelan.

'Kenapa sih denganku hari ini?' Gerutu Andini dalam hati.