🍁🍁🍁
Detak jantung Adalyn seolah berhenti. Dia berdiri kaku dalam bekapan orang tak dikenalnya itu.
Mereka berdiri di sudut gelap dan tak bergerak. Adalyn membatu tak berani menoleh ke belakang hanya untuk sekedar melihat wajah orang yang membekap mulutnya.
"Tidak ada siapa-siapa di sini," kata salah satu pria berpakaian aneh dengan aksen bahasa Transnisia yang terdengar aneh.
"Mungkin penyusup itu lari ke arah lain. Ayo!" seru pria lainnya lalu keduanya meninggalkan ruangan itu.
Sunyi senyap langsung menyergap sekeliling Adalyn. Suara napas berat yang dihembuskan kian jelas terdengar di belakangnya. Lalu tangan yang membekap mulutnya perlahan melonggar dan terlepas.
Dengan hati-hati Adalyn beringsut ke samping dan menoleh ke belakang. Adalyn tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya saat mendapati seorang pria dengan pakaian yang tak kalah aneh menatap intens ke arahnya.
Dalam remang malam yang hanya diterangi cahaya bulan, Adalyn menangkap sorot mata tajam dari sepasang bola mata sehitam tinta yang dibingkai dengan alis tegas. Hidungnya yang lurus dan bangir melengkapi struktur wajahnya yang kokoh.
Tinggi dan tampan. Dua kata itu mewakili sosok pria di depannya. Ada aura kuat dan dominan yang terpancar dari dirinya. Aura seorang bangsawan. Apakah dia memerankan peran seorang bangsawan dalam drama kolosal ini?
Adalyn masih sibuk memindai pria di depannya saat pria itu menarik tangannya keluar dari ruang perpustakaan itu. Mereka berjalan mengendap dalam kegelapan dan sang pria memimpin di depan. Herannya, Adalyn seperti seekor lembu yang dicocok hidungnya, hanya mengikuti kemana pria 'bangsawan' itu membawanya tanpa protes.
Mereka melewati koridor pada bangunan model zaman dulu yang biasanya dia lihat di drama sejarah, berbelok ke jalan setapak di sebuah taman bunga lalu tiba di sebuah bangunan lain yang tidak berbeda jauh dengan bangunan lain di sekitarnya. Suasana gelap masih melingkupi sekitarnya.
Setelah masuk ke dalam ruangan, pria itu menyalakan lilin besar berwarna merah. Cahaya lilin yang terang membuat mata Adalyn lebih mudah memindai sekeliling ruangan. Kini mereka ada di sebuah ruang pribadi lengkap dengan perabot antik dan mewah.
Semakin lama Adalyn semakin bingung dengan situasi yang dihadapinya, bangunan yang dilihatnya, serta orang-orang yang ditemuinya. Termasuk suasana gelap ini. Apakah sedang terjadi pemadaman listrik sekarang?
Adalyn menoleh pada pria 'bangsawan' berbaju sutra biru berlapis-lapis dengan sebuah topi atau mungkin mahkota di kepalanya. Sekarang pria itu sudah duduk di belakang sebuah meja tulis. Matanya sedang menatap tajam pada Adalyn, namun di balik sorot mata itu ada terbersit kilatan bahagia atau rasa senang. Adalyn mengernyit heran.
Akumulasi dari rasa bingung dan penasaran membuat Adalyn mulai memberanikan diri untuk bertanya.
"Permisi, Pak. Kalau boleh tahu, ini dimana ya?" tanya Adalyn dengan sopan. Bagaimana pun pria di depannya tampak seperti orang berkuasa.
"Kerajaan Seribu Puri," jawab pria itu santai sambil mengangkat sebuah teko kecil hendak menuang sesuatu ke dalam cangkir. Mungkin itu teh.
"Oh! hahh???" Adalyn melongo. "Maksud Anda di Kerajaan Seribu Puri dalam drama kolosal kan?" tambah Adalyn.
Gerakan pria itu berhenti lalu memandang Adalyn yang masih berdiri sekitar dua meter di depannya. Tak lama dia melanjutkan aktifitasnya yang sempat terhenti seraya menjawab pertanyaan Adalyn.
"Bukan. Ini kerajaan Seribu Puri asli."
Mulut Adalyn kembali menganga mendengar jawaban pria bangsawan itu.
"Ini tahun berapa?" kejar Adalyn.
"Seribu tahun hitung mundur dari zamanmu."
Adalyn menerawang ke langit-langit dan menghitung dalam hati.
"Tunggu. Hitung mundur... Seribu tahun ... Ini tahun 1020 Masehi?" ucap Adalyn ragu sambil jarinya masih menghitung.
"Iya."
"Oh! APA??? Tidak mungkin," pekik Adalyn.
Pria itu hanya menanggapi keterkejutan Adalyn dengan menyesap nikmat teh di cangkirnya.
"Lalu, si- siapa ka- kamu?" Adalyn mulai gugup.
"Kamu tidak ingat padaku? Kita pernah bertemu sebelumnya," jawab sang pria bangsawan.
"Be- benarkah? Dimana?"
"Dalam mimpimu sebelumnya." Adalyn mengernyit bingung.
"Adalyn, kita bertemu pertama kali dalam mimpimu sebelumnya. Kita bertemu di paviliun Lotus."
Adalyn terkejut karena pria itu tahu namanya. Kini dia mulai ketakutan. Entah mengapa dia bisa lupa dengan mimpi sebelumnya.
"Bagaimana Anda bisa tahu nama saya?"
"Duduklah dulu. Minum teh ini," pria itu menuangkan teh ke dalam sebuah cangkir kosong di atas meja dan mendorong ke arah Adalyn.
Dengan ragu Adalyn duduk dan memandang cangkir itu namun enggan menyentuhnya.
"Bagaimana kalau ada racun di dalamnya, atau obat tidur," sergah Adalyn.
Pria itu mengulas sebuah senyum di bibirnya. Oh, dia tampan sekali dengan senyum itu.
"Saya minum teh dari teko yang sama dengan punyamu," ucapnya meyakinkan.
Adalyn terdiam sejenak lalu ikut menyesap teh itu. Setelah Adalyn menikmati tehnya pria itu kembali melanjutkan penjelasannya.
"Saya adalah Jonin, tepatnya Jenderal Jonin orang kepercayaan Raja Alayn. Sekarang kamu ada di Kerajaan Seribu Puri. Saya tahu namamu dari seseorang yang sering saya temui sebelumnya."
"Siapa?" potong Adalyn cepat.
"Mydita."
"Apa? Nenek Mydita? Apakah Anda pernah juga bertemu dengannya?"
"Iya. Dalam mimpinya," jawab Jendral Jonin.
"Maksudnya?" Adalyn kembali merasa bingung.
"Adalyn, apakah kamu tidak tahu kalau sekarang kamu sedang bermimpi?" kata Jenderal Jonin.
"Apa???" Adalyn terkejut.
"Pulanglah. Sudah saatnya kamu pulang." Jenderal Jonin menepuk pundak Adalyn. Saat itu bayangan Jenderal Jonin memudar tergantikan dengan cahaya menyilaukan.
Adalyn membuka matanya saat dia merasa seseorang mengguncang bahunya dengan keras. Dia mengerjapkan matanya sejenak untuk menyesuaikan cahaya yang menerobos retina matanya. Adalyn masih melongo memandang orang yang sepertinya sedang berbicara padanya. Kesadarannya belum pulih sepenuhnya.
"Lyn, mengapa kamu tidur di sini, Nak?" Nyonya Liang menepuk pipi Adalyn pelan. Adalyn tersentak dan memandang sekeliling. Ini di gazebo taman belakang rumahnya.
"Hah? Mengapa aku ada di sini? Apakah semalam aku tidur di sini?'
Adalyn mengucek matanya tidak percaya lalu memandang dengan wajah bingung pada ibunya. Nyonya Liang hanya mengusap lembut rambut legam putrinya.
"Sepertinya Adalyn mulai mengalami mimpi aneh yang pernah diceritakan Ibu," batin Nyonya Liang.
"Ayo masuk dan mandi. Kamu harus berangkat ke kantor kan?" ajak Nyonya Liang sembari menuntun putrinya berdiri. Nyonya Liang memutuskan untuk tidak menanyakan apapun agar anak gadisnya itu tidak semakin gamang dengan situasi yang baru dihadapinya.
Adalyn hanya mengangguk dan berdiri hendak mengikuti langkah ibunya. Pandangannya teralihkan pada guzheng di atas pangkuannya.
Ck, ternyata dia tertidur setelah asik bermain guzheng semalam. Tapi, bukankah dia bermain di kamar tidurnya? Mengapa bisa pindah ke sini? Apakah dia punya penyakit tidur berjalan.
🍁🍁🍁
Di pagi yang sama di sebuah kamar apartemen mewah di pusat kota Metro Raya.
Jun Byram terbangun dengan napas tersengal dan keringat membasahi tubuhnya. Dengan kasar dia mengusap wajahnya lalu meraih segelas air putih di atas meja nakas. Dalam sekejap semua isi gelas tandas berpindah ke perutnya.
Jun kembali merebahkan tubuhnya, mengatur aliran napas, dan memejamkan matanya. Bukan untuk tidur, karena bayangan mimpinya semalam kembali menerjang ingatannya. Mimpi yang terasa sangat nyata. Saking nyatanya, dia merasa berpindah tempat dan putaran waktu hanya dalam waktu semalam.
'Apa maksud dari mimpi itu? Mengapa aku terus menerus bertemu orang yang sama? Myria. Ada apa dengannya? Mungkin benar kata Oza. Aku harus ke psikiater. Tapi ... Aaakhhh!!'
Jun mengerang frustasi. Dia segera bangun untuk bersiap ke kantor. Ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Dia harus bisa meyakinkan ayahnya bahwa dia tidak akan pernah gagal dalam pekerjaannya. Dia tidak ingin ayah dan kakeknya meremehkannya. Namun, Jun juga ingin membuktikan pada ayahnya jika dia bukan pria egois yang rela melukai orang-orang yang disayanginya hanya demi ambisinya.
Bersambung ...
🍁🍁🍁
Nb: Saat menulis chapter ini, aku sedikit terpengaruh dengan salah satu bagian cerita di anime Kimi No Nawa yang fenomenal pada tahun 2016. Mitsuha, tokoh utama gadis sering mengalami mimpi aneh yang sangat nyata dimana dia masuk di dalam tubuh Taki seorang anak laki-laki yang hidup di tahun yang berbeda dengannya. Satu fakta yang belakangan dia ketahui, ternyata bukan hanya dia yang mengalami mimpi itu, tapi semua perempuan di garis keturunan keluarganya mengalaminya, ibunya, neneknya sampai moyangnya beberapa generasi. hehehe... unik ya? 😄
Well, jika manteman suka cerita ini jangan lupa power stone dan kasi komennya. Domo arigatou gozaimasu 😇