webnovel

Chapter 29 : Persiapan Pesta

Seolah kebahagiaan tidak ada habisnya yang datang pada diri Maya. Setelah dua Minggu lalu ia mendapati kabar tentang suaminya yang di promosikan sebagai pimpinan perusahaan cabang tempat dimana bekerja. Kali ini ia mendapat berita bahwa privilege yang diberikan perusahaan untuk suaminya atas pencapaian selama ini adalah dengan sebuah mobil dan sejumlah uang atas kinerja Haris di kantor. Maya benar-benar bersyukur dengan semua itu.

Nyonya Hartini tak kalah bahagia ketika mengetahui kabar itu, ia berencana untuk menggelar acara makan malam bersama dengan seluruh teman-temannya. Tentunya tak tertinggal Renata yang menjadi tamu kesayangan ibu Haris. Maya sebenarnya tidak keberatan dengan keinginan mertuanya itu, hanya saja dirinya merasa terlalu berlebihan jika harus menyewa salah satu ballroom hotel. Maya berencana hanya ingin menggelar acara di rumah dan memesan catering untuk makanannya. Namun ibu mertuanya itu tentu saja menolak keras dan seperti biasa menyebut jika dirinya bukan istri yang pengertian. Karena tidak ingin keadaan semakin rumit, Maya menerima keputusan ibu mertuanya itu untuk menggelar acara di hotel.

Haris sudah setuju dengan keputusan ibunya, tentu saja ia tidak akan bisa menolak keinginan ibunya meski harus mengabaikan perasaan Maya. Haris justru mengatakan kepada Maya bahwa tidak ada salahnya untuk menyenangkan hati ibunya. Lagipula menurut Haris dengan menggelar acara di luar itu akan membuat Maya tidak lelah karena ikut sibuk mengurus segala sesuatunya. Dan lagi-lagi Maya menyerah dengan keadaan.

Sudah disepakati bersama oleh seluruh pihak yang bersangkutan untuk mengadakan acara satu minggu lagi. Seluruh persiapan sudah diserahkan kepada pihak event organizer yang ditunjuk Haris sebagai penyelenggara acara. Ibu Haris ikut andil besar dalam segala persiapan yang akan dilakukan. Maya hanya bisa diam karena tidak ada yang bisa dilakukannya.

"Untuk baju yang kita kenakan nanti aku serahkan sama kamu sayang," ucap Haris saat meninggalkan kantor event organizer.

"Iya, Mas. Nanti aku akan cari referensi dulu," jawab Maya datar.

Mendengar pembicaraan keduanya, Nyonya Hartini langsung menyela dan spontan mengatakan keinginannya untuk membuat baju di salah satu temannya yang memiliki anak seorang designer cukup terkenal karena selalu mendapat job membuat beberapa potong baju untuk orang-orang penting.

"Jadi bagaimana, Ris? Apa kamu setuju dengan keinginan Ibu?" tanya Nyonya Hartini mengintimidasi anaknya yang masih berusaha untuk bertanya kepada Maya.

Karena Maya sudah lelah dan tidak ingin lagi berdebat bersama ibu mertuanya, ia hanya mengatakan terserah. Jawaban menggantung yang keluar dari mulut Maya justru dianggap sebagai persetujuan. Tidak akan ada artinya lagi semua yang dilakukan Maya karena dianggap salah. Maya berusaha terus tersenyum dan bersikap tenang meski hatinya sangat sakit. Haris tidak pernah tahu bagaimana perasaan Maya, atau mungkin saja ia sebenarnya tahu namun tetap mengabaikan. Terkadang Maya bertanya hal itu pada hatinya sendiri, bagaimana sebenarnya yang dipikirkan Haris.

"Nanti Ibu bisa ajak Maya untuk bertemu dengan anak teman Ibu itu. Mengenai soal harga Ibu bisa bilang sama Haris nanti atau lewat Maya." Ungkap Haris pada ibunya.

"Baiklah, Ris. Ibu pastikan acara kita nanti akan megah dan meriah sehingga semua orang tahu jika kamu itu sukses. Ibu bangga sama kamu," ucap Nyonya Hartini seraya membelai kedua pipi anaknya itu.

Haris tersenyum bahagia lalu memeluk ibunya. Sementara Maya hanya bisa diam melihat keduanya.

***

Persiapan demi persiapan telah dilakukan, semua bekerja dengan baik. Beberapa kali Maya menemani Nyonya Hartini untuk pergi menemui anak dari teman mertuanya itu untuk membicarakan tentang design baju yang akan mereka gunakan. Untung saja anak dari teman mertuanya yang seorang desainer itu sangat memahami situasi diantara mereka. Sehingga beberapa kali designer itu bertanya langsung kepada Maya. Dan memberikan Maya ruang untuk menuangkan idenya. Sedangkan Nyonya Hartini hanya bisa mengikuti pendapat Lena, anak dari temannya.

"Tante tenang saja, selera dari menantu Tante ini luar biasa. Nggak sulit berkomunikasi dengan Maya, segera akan saya dan team buatkan bajunya," kata Lena si designer.

Mendengar ucapan Lena, Nyonya Hartini hanya tersenyum meski terpaksa. Sedangkan Maya sendiri sangat senang karena secara tidak langsung Lena telah membantunya untuk mengatasi situasi yang tidak bisa ia lakukan. Dengan begitu ibu mertuanya itu tidak akan memiliki celah untuk memprotes pilihan yang telah ia buat mengingat Lena adalah anak dari teman arisannya. Tidak mungkin Nyonya Hartini akan mencari kesalahan kepada anak rekannya itu, bisa-bisa malah jadi masalah.

"Terimakasih, Lena. Aku percaya dengan hasil karya kamu," ungkap Maya pada Lena saat sebelum meninggalkan butik.

"Tidak masalah. Aku senang karena kamu juga membuat pekerjaan aku lebih mudah. Bay the way kapan-kapan kita bisa ngobrol bersama. Mungkin juga bisa bekerjasama dengan kamu karena aku melihat taste fashion kamu bagus." Lena memuji kepiawaian Maya akan taste yang ada pada dirinya. Hal itu membuat Nyonya Hartini sedikit tidak terima tapi ia tak bisa berbuat apa-apa karena menjaga image.

"Tentu saja, Lena. Aku sangat senang mendengarnya!" seru Maya penuh harap karena sebenarnya dirinya sangat ingin terjun dalam dunia fashion sedari dulu.

Setelah selesai mengobrol dengan Lena, Maya beserta mertuanya pergi meninggalkan butik dan segera kembali pulang. Diperjalanan Maya merasa kepalanya sangat pusing. Sekuat tenaga Maya menahan rasa pusing yang tiba-tiba muncul di kepalanya. Tapi ... mendadak ia seperti kehilangan keseimbangan, tidak lama kemudian pandangannya terasa gelap dan ia pingsan di dalam taksi yang sedang membawanya pergi bersama ibu mertuanya.

"Maya! Hei! Kamu kenapa?" tanya Nyonya Hartini setelah mendapati Maya tergeletak di pangkuannya tak sadarkan diri.

Supir taksi itu segera berhenti sejenak karena Nyonya Hartini berteriak panik memanggil nama perempuan yang ada disebelahnya yang tidak lain adalah Maya.

"Maaf, Bu. Ini kita masih lanjut sesuai alamat tadi atau harus ke rumah sakit?" tanya supir taksi itu ikut panik.

"Kita bawa ke rumah sakit saja kalau dekat dari sini," ucap Nyonya Hartini pada supir taksi karena tidak tahu harus bagaimana. Lalu ia mengambil handphone di dalam tas dan segera menelepon Haris untuk memberi tahu kondisi Maya.

Supir taksi itu membawa mereka berdua ke rumah sakit karena ada rumah sakit yang dekat dengan posisi mereka sekarang. Sementara Nyonya Hartini tidak ada pilihan lain selain membiarkan Maya tetap saja pingsan dipangkunya.

Tidak lama setelah itu tibalah di rumah sakit, supir taksi itu membantu memanggilkan perawat saat tiba di depan pintu UGD rumah sakit. Semua perawat yang berjaga disana segera berlari sambil membawa tempat tidur lalu membantu membawa Maya ke dalam untuk diperiksa. Haris yang mengetahui kabar istrinya segera meninggalkan kantor dan menuju rumah sakit.