Masih dengan wajah sebalnya, tapi tetap saja sebagaimana sebalnya Lisa pada duda satu ini, dia masih mengikat dasi dengan senyuman di bibirnya, sementara Gio yang memang sejatinya tidak peka ya akan selamanya begitu, memasang wajah acuh dan tidak peduli pada apa yang Lisa sajikan.
Tapi, jangan salah, sekali saja pandangan Lisa itu luput dari dirinya, maka akan dia cari sampai ke ujung dunia.
Kisah itu kembali Gio kenang di mana pernikahan mereka tinggal beberapa hari lagi, saat hari itu menjadi jadwal mereka mencoba baju, ditambahkan lagi acara doa bersama untuk pernikahan ini, justru yang didengar oleh Gio adalah trik kaburnya Lisa.
"Ahahahahaahh, dia mau kabur?" tanya Gio pada pesuruhnya. "Dengarkan aku, biarkan saja dia mencoba banyak cara untuk kabur karena akulah yang akan membuat dia kembali dan berada di sisiku, aku tidak pedulu cacian apa yang akan gadis itu katakan, yang jelas aku yakin kalau dia tak akan berani mencaciku, bukan karena takut padaku, tapi-" Gio tersenyum. "Bila hal benar akan dia katakan benar. Dari hati yang baik itu, mana mungkin bisa mengumpat, biarkan saja dan awasi, kalau perlu langsung hubungi saya di mana aja, yang penting saya datang waktu itu!"
Gio ingin tahu seberapa membangkangnya Lisa, bila dia baca dari wajahnya, Lisa bukan tipe gadis yang seperti itu. Sejak dia berpisah dari Eva, dia lebih cermat dalam melihat orang yang ada di dekatnya.
Dan hari itu pun terjadi di mana Lisa kabur di malam sebelum pernikahan itu digelar, langkahnya yang dilebar-lebarkan bak pencuri sedang dikejar warga itu hampir membuat Gio meledakan tawa.
Dia tengah menyamar menjadi penunggu pos jaga di rumah-rumah itu.
Bruk!
"Ya ampun, sakit!" keluh Lisa, dia gosok-gosok kakinya. "Seperti ini susahnya mau kabur dari nikah, tujuannya sih baik buat menikah, tapi kan aku tidak mau menikah dengan dia, menyebalkan. Mana sakit lagi!" Lisa berusaha bangun, tapi sia-sia karena kakinya terbentur cukup keras di bagian lutut, ada luka juga di ibu jarinya.
Susah payah dia bangkit, lalu memeriksa lututnya, hanya merah dan mungkin menyisakan memar.
Dia kan mau menikah, pasti malu lututnya memar.
Plak!
"Bodoh, siapa yang mau menikah Lisa, dasar hati plin-plan!" Lisa kutuk dirinya sendiri, setelah dia seka darah sedikit di ibu jari kakinya itu, dia kembali berjalan, dirasa aman karena dia tak melihat ada yang jaga di ujung portal itu.
Gio menyeringai tipis, suka sekali melihat wajah sebal Lisa, kalau biasanya para pria dan terkhususnya dia, benci pada wajah sebal dan memuakkan wanita, dia justru senang melihat Lisa, seperti ada sinar dan keunikan lainnya.
Stop!
Lisa berhenti, panik, ada penjaga malam kampung, ini kesialan yang nyata karena dia tidak akan bisa ke luar dengan alasan apapun, terlebih lagi dia memakai baju yang tampak jelas seusai acara di rumah.
"Mang Ris-" diam, nyawanya ditarik di sini.
Yang di depannya bukan mang Riski yang biasanya berjaga, Lisa putar bola matanya ke langit, dia ingat-ingat betul siapa yang waktunya jaga di hari ini, rasanya dia tak menemukan orang baru di sini, belum ada pengumuman.
Petugas itu melepas topinya, Lisa sontak mundur, mengempaskan kedua tangannya dan tas kecil yang asal tersampir di lengannya itu, entah isinya apa, yang jelas tipis sekali.
Jangan bilang kalau benar-benar dia tak membawa apapun dari rumah, ini jauh lebih sial lagi.
"Mau aku beri tempat yang aman untuk berlindung Nona?" tawar Gio.
Ya, itu si duda muda itu, si duda yang digugat setelah satu bulan menikah. Lebih parah lagi, duda di depannya ini, tidak lain adalah calon suami yang besok menikahi Lisa sendiri.
"Bawa apa ini?" Gio raih tas kecil Lisa, lalu dia ke luarkan isiannya. "Mau ke mana, Ica? Yang kamu bawa cuman uang lima ribu, mau naik odong-odong kayuh itu, yang berhenti di tempat, iya? Atau mungkin kamu sudah berjanji bersama mantan kekasihmu yang tidak diakui itu?"
Lisa kepalkan kedua tangannya, tidak marah pada Gio, melainkan dia malu, uangnya hanya lima ribu.
Malu!
"Aku tidak punya pacar atau mantan lainnya!" elak Lisa, seolah dia tengah membela kesuciannya, padahal dia tahu bukan itu point yang endak Gio tanyakan, tapi kepergiannya ini yang hanya membawa uang lima ribu saja. "Minggir!" batin, hanya mampu dan berani menghardik Gio lewat batinnya.
Tak membutuhkan waktu lama, Gio langsung menggandeng tangan Lisa, dia bawa dan antarkan kembali ke rumah. Lebih memalukan lagi karena Gio tak bisa dia ajak kerja sama di sini, dia sudah meminta Gio untuk mengantarnya ke sisi kamar dan dia akan masuk lewat jendela. Tapi, duda menyebalkan ini malah membawanya masuk lewat pintu depan, jelas saja bapak dan ibu syok.
"Untungkan punya calon suami tanggung jawab gitu!"
"Kamu ini bikin malu!"
"Apa Bapak tidak pernah memberimu uang sampai-sampai baru kerja saja uangnya sudah tinggal lima ribu?"
"Kunci semuanya, kalau perlu Ibu bilang ke Gio supaya bawa anjing gila ke depan jendela, biar kamu tidak bisa kabur, hem?"
Lisa menarik selimutnya, dia akan patuh sekarang, astaga.
Eh,
Lisa kembali duduk setelah dia sempat terlelap sedikit.
"Dia tadi langsung pulang atau bagaimana?"
Di sisi lain, Gio tersenyum mendengar suara sama itu, dia bekerja sama dengan calon kedua mertuanya untuk memasang alat rekam di kamar itu hingga dia bisa mendengarkan umpatan-umpatan Lisa.
Dia perhatian juga, kejujuran selalu tampak di tempat sepi begini, tidak ada orang yang menilai dan Gio tahu itu kebaikan di hati Lisa.
Ke manapun Gio berada nantinya, ada sosok yang akan bertanya dan menunggu akan kabarnya itu.
***
"Gi, kamu sudah menunggu ya? Ahahahahah, tadi Renata bilang ada panggilan bos besar, sungguh, aku tidak mengabaikanmu, aku benar-benar sedang memperbaiki pekerjaanku," ungkapnya.
"Sekarang sudah beres?" tanya Gio.
"Iya, sudah. Kamu sudah makan?"
Pertanyaan itu yang Gio pikirkan sejak pertama kali bersama Lisa, ada orang yang terus memperhatikannya dan itu dia temukan pada Lisa.
"Ica."
"Iya, Gi?" ayo, aku mau kerja lagi.
"Sehat-sehat ya, Ica. Sampai ketemu nanti, jangan melamun, aku marah!"
Ah, iya, marah saja sesukamu, itu memang pekerjaanmu setiap hari.
Ingin Lisa jawab begitu, tapi dia tidak bisa, hanya kekehannya yang terdengar dan setelah itu dia hempaskan tubuhnya, berputar-putar karena pusing.
"Ica, sudah dengar kalau akan ada pimpinan muda yang bergabung pekan depan?" tanya Renata.
"Pimpinan muda siapa? Mau ganti bos?"
"Sepertinya, semua pekerja wanita bilang kalau dia tampan sekali, siapa tahu jodoh!"
Heh!