Langit terus saja memperhatikan Mentari yang tengah menikmati sarapannya. Mentari yang ditatap intens oleh suami tercinta tentu saja merasa risih. Bagaimana tidak risih coba jika ia harus dipadandangi seperti itu. Orang lain saja pasti akan merasa hal yang sama seperti dirinya.
"Sampai kapan dia terus menatap ke arahku?" batin Mentari. Ia bahkan tidak bisa rileks menelan makanan yang sudah masuk ke dalam mulut mungilnya itu.
Langit memakan makanannya dengan netra yang masih tak bosan-bosannya melihat siluet sang istri. Jujur, ia merasa bersyukur karena Mentari sudah baik-baik saja. Hal itu dibuktikan dengan masakan yang terhidang sekarang dan penamilan gadis itu yang bersiap ke kampus.
"Kalau kacamata berat, lepas saja dahulu. Lagian, kan masih di rumah," kata Langit lembut.
Mentari langsung terkesima. Telinganya merasa aneh saat mendengar suara Langit yang lembut itu. Dirinya masih butuh penyusaain.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com