webnovel

Bab 1. Kembali ke Indonesia

Deru suara pesawat jet pribadi terdengar begitu bising di telinga, sesaat roda-roda pesawat itu menapak di jalanan sebuah landasan pacu di kawasan Bandara yang terletak di daerah Tanggerang.

Seorang laki-laki yang memakai pakaian kasual dengan sebuah kaca mata hitam hingga wajah tampannya terbingkai sempurna, tampak mendekat ke arah pesawat jet pribadi yang baru saja berhenti untuk menyambut kedatangan seseorang yang tampak baru keluar dari pesawat itu.

"Selamat datang di tanah air. Tanah tempatmu lahir dan dibesarkan, Kakakku—Arsen Kingsley,"

Ya, laki-laki yang baru turun dari pesawat jet pribadi itu adalah Arsen Kingsley. Putra kedua pasangan Garth Kingsley dan Eva Kingsley.

Sementara laki-laki muda yang menyambut kedatangan Arsen Kingsley adalah sang adik---Darren Kingsley.

Arsen ini baru berusia dua puluh tiga tahun. Lebih tua dua tahun dari adiknya. Wajahnya amat sangat tampan layaknya Dewa Hermes dari mitologi yunani kuno dengan hidung menjulang bak menara Eiffel.

Bibirnya yang tipis berwarna oranye gelap di tambah dengan warna mata amber terang atau coklat kekuningan terang, membuat siapa saja yang menatap wajahnya, akan merasa suka terutama kaum hawa.

"Terima kasih, Darren. Kupikir aku tidak akan pernah kembali ke negara ini setelah empat tahun mengenyam pendidikan di Inggris hingga S2 seperti kemauan Mami dan Papi." Laki-laki yang dipanggil Arsen Kingsley itu tampak membalas pelukan Darren yang tak lain adalah adik bungsunya.

"Sudahlah, Kak. Toh semua demi kebaikan dan masa depan kakak juga." Darren selalu membesarkan perasaan sang kakak.

"Ya ya ya, masa depan cerah menurut kalian. Tapi bagiku ini perampasan hak asasiku sebagai manusia yang harusnya bebas memilih cita-citanya sendiri," keluh Arsen.

"Tapi buktinya kau mampu membuktikan kwalitasmu sebagai seorang mahasiswa jurusan bisnis hingga kau mampu meraih gelar cum laude." Darren tampak tersenyum bangga.

Arsen hanya mendengus pelan sambil mengendikkan kedua bahunya menanggapi ucapan adiknya. Dia lalu mengikuti Darren memasuki sebuah mobil sedang putih.

Empat tahun sudah Arsen mengenyam pendidikan di Stanford Business University. Bagi Arsen, kepergiannya ke negara Inggris itu ibarat seorang pejuang kemerdekaan yang ditangkap lalu diasingkan oleh kolonial Belanda ke tempat jauh.

Cita-citanya yang sangat ingin menjadi pilot, dipandang sebelah mata hingga akhirnya kandas di tangan kedua orang tuanya.

Arsen kecewa?

Tentu saja.

Hal yang lebih membuatnya kecewa adalah karena tidak sekalipun kedua orang tuanya menengoknya di Inggris. Mereka terlalu sibuk mengurus perusahaan mereka.

Bahkan sempat satu kali Garth Kingsley dan Eva Kingsley yang merupakan kedua orang tua Arsen dan Darren datang ke Inggris tepat di hari pertemuan orang tua para mahasiswa, namun lagi-lagi mereka tidak bisa hadir dengan alasan sibuk demi bisnis dan perusahaan.

Ya, keluarga Kingsley merupakan keluarga konglomerat yang cukup terpandang. Bisnis mereka bergerak di bidang perhotelan dan rumah produksi. Sudah banyak film layar lebar maupun sinetron yang digarap rumah produksi milik keluarga tersebut.

Masing-masing nama perusahaan milik Kingsley Corp adalah Kingsley Hotel dan Kingsley Mediatama. Selain menggarap film dan sinetron, Kingsley Mediatama pun membawahi Kingsley Agency yang sudah menelurkan banyak bintang terkenal, model terkenal juga model iklan pro.

"Kakak mau langsung terjun ke perusahaan 'kan?" tanya Darren sambil fokus mengemudi.

"Malas!"

Darren sempat menghentikan laju mobilnya sejenak, sebab cukup terkejut dengan jawaban sang kakak.

"Maksudnya apa, Kak? Memangnya kakak gak mau ngembangin perusahaan keluarga kita biar jadi makin besar? Apalagi basic pendidikan kakak itu bisnis dengan nilai yang menakjubkan." Darren benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran sang kakak.

"Aku bukan Arsen yang dulu lagi. Aku bukan Arsen yang bisa diatur-atur lagi sesuka hati mereka," Arsen hanya tersenyum tipis.

Darren menghela napas pelan. Kekeras kepalaan Arsen memang sangat mirip dengan Garth Kingsley.

"Aku gak tahu harus ngomong apa lagi sama kakak," gumam Darren pelan. Meskipun begitu, telinga Arsen masih bisa mendengar gumaman sang adik.

Darren kembali melajukan mobilnya meninggalkan titik jalan tersebut. Dia benar-benar tak habis pikir dengan sikap kakaknya yang tampaknya sangat jauh berbeda dengan empat tahun lalu.

Tak terasa mobil sedan putih itu sudah tiba di halaman Mansion Kingsley. Dua orang security terlihat mendekat dan membuka pintu kanan dan kiri bagian depan.

Arsen tertegun sejenak saat menatap rumah besar yang sudah dia tinggalkan selama empat tahun lamanya. Banyak kenangan masa kecil yang cukup indah dia rasakan di rumah besar itu.

"Tuan muda!" Terdengar pekikan suara dari arah samping Mansion Kingsley.

Arsen menoleh ke arah asal suara lalu tersenyum lebar sambil merentangkan kedua tangannya menyambut seorang wanita yang sudah cukup tua yang berjalan perlahan ke arahnya sebab usianya yang juga sudah cukup tua.

"Apa kabar, Bi Inah?" tanya Arsen sambil memeluk erat wanita tua yang sudah mengurus dan membesarkan Arsen dari bayi merah.

Setiap anak di keluarga Kingsley memiliki pengasuh masing-masing. Kebetulan Bi Inah satu-satunya pengasuh yang masih setia bekerja di keluarga Kingsley. Sisanya hanya ART, Chef dan pengawal di Mansion Kingsley yang kerap bergonta-ganti.

Bagi Arsen, Bi Inah itu sudah seperti ibu kedua baginya. Dulu, setiap hal yang terjadi pada dirinya pasti dia ceritakan pada Bi Inah dibandingkan pada Eva apalagi pada Garth.

"Bibi kangen banget sama Tuan muda Arsen." Tak terasa air mata Bi Inah luruh membasahi wajahnya yang sudah agak keriput.

"Aku baik, Bi. Bibi sehat-sehat saja 'kan selama gak ada aku?"

"Bibi sehat kok,"

"Syukurlah. Aku senang mendengarnya."

Arsen melepaskan pelukan sayangnya pada Bi Inah. Dia bersama Darren dan Bi Inah segera masuk ke dalam Mansion Kingsley.

"Bibi permisi ke dapur dulu bantuin Siska beres-beres."

Bi Inah segera melipir ke arah samping meninggalkan Arsen dan Darren.

"Kakak langsung istirahat aja. Aku mau langsung ke kampus,"

"Memangnya kamu ambil kelas siang?" tanya Arsen sambil melihat jam tangannya yang menunjukan angka 14:10.

"Gak ada sih. Biasalah … Udah ada janji sama pacar aku. Aku mau antar dia ke toko buku," jawab Darren dengan binar bahagia di matanya.

Arsen hanya memutarkan bola matanya saja lalu berjalan menaiki tangga ke arah lantai dua di mana kamarnya berada. Baru saja dia tiba di anak tangga teratas, langkahnya sudah dihadang oleh seorang wanita yang masih muda yang usianya lebih tua lima tahun dari Arsen.

Wanita itu bersandar di tembok koridor menuju kamar Arsen sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Ngapain pulang? Udah enak-enak gak ada kamu di rumah ini."

Arsen hanya terkekeh geli melihat tingkah menyebalkan kakak perempuannya yang bernama Alicia atau yang biasa dipanggil Alice itu.

"Siapa kamu berani larang aku pulang ke rumah ini?" tanya Arsen dengan tatapan dinginnya.

"Ooh … Sudah pinter ngejawab ya kamu sekarang. Dulu kamu biasanya lebih banyak diam." Alice mendelik tajam pada Arsen.

"Memangnya kenapa kalau aku menjawab ucapanmu? Perlu kamu ingat satu hal. Arsen yang sekarang berdiri di depanmu bukan lagi Arsen yang dulu yang bisa seenak jidatmu diperlakukan dengan buruk."

"Beraninya kamu ngomong gitu sama aku?" Alice melayangkan tangan kanannya yang langsung ditangkap oleh Arsen.

"Sekali lagi aku ingatkan. Aku bukan Arsen yang dulu yang sering kamu bully hanya untuk dapat perhatian dari Papi dan Mami. Sebaiknya kamu pikirkan ulang kalau mau berurusan denganku. Camkan itu!" Arsen menghempaskan tangan kanan Alice dengan kasar lalu melangkah masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintunya dengan sangat keras.

Alice benar-benar kaget dengan perubahan sikap Arsen yang sekarang. Sejak dulu dia memang selalu saja iri dengan adiknya itu. Dia selalu merasa kasih sayang orang tuanya hilang sejak Arsen lahir.

Sebenarnya dulu Arsen bukan benar-benar takut pada Alice. Hanya saja dia merasa tidak pantas saja melawan seorang perempuan. Tapi kali ini sepertinya dia tidak akan mempedulikan hal-hal yang membuat dirinya kesal. Hidupnya hanya untuk kebebasan, kesenangan dan kebahagiaannya sendiri. Untuk saat ini dia tidak akan mempedulikan apapun bahkan mungkin termasuk orang tuanya sendiri.

Ya. Setidaknya untuk saat ini.

Dulu, Alice melakukan berbagai cara agar Arsen terlihat buruk di mata orang tuanya atau bisa saja Alice akan membuat Arsen jatuh atau celaka saking bencinya pada Arsen yang dianggapnya telah merebut kasih sayang kedua orang tua mereka.

"Aku gak terima diperlakukan kayak gini sama Arsen. Aku pasti akan mempengaruhi Papi dan Mami lagi buat menyingkirkan dia. Posisiku di perusahaan pasti terancam dengan kemunculan Arsen. Aku harus menyusun rencana," gumam Alice sambil berjalan menuju kamarnya yang juga ada di lantai dua.

Di dalam kamar dia menoleh ke arah ranjang di mana ada seorang gadis kecil berusia tiga tahun sedang tertidur lelap.

"Semua ini mami lakukan demi masa depanmu, Anakku,"