webnovel

Stielkruger: Re-Mission

Setahun berlalu semenjak Wijaya, seorang penembak runduk dari Nusa Antara, bergabung dengan regu khusus stielkruger bernama Vrka. Mereka kini ditugaskan untuk memerika sebuah daerah di Siberia Tenggara yang rawan dan mendadak kehilangan kontak dengan dunia luar. Kejanggalan informasi yang mereka dapatkan menumbuhkan kecurigaaan anggota regu akan seluruh situasi di sana. Namun, demi mencari tahu kebenaran dan menegakkan cita-cita LUNA, mereka terjun ke area yang menjadi perangkap untuk anjing-anjing kepala Dewan Pimpinan LUNA macam mereka.

Mananko · Ficção Científica
Classificações insuficientes
17 Chs

Memulai Misi

"Kau kabur dari sel isolasi lagi?" tanya Wijaya pada Lev yang bersandar di tembok kantin markas militer Vladivostok.

Lev menjawab hanya dengan menunjuk rambutnya yang ditata rapi dengan jepit rambut. Dia dan Win masih sibuk mengintip ke luar. Wijaya masih heran bagaimana Lev bisa dengan mudah membongkar banyak hal hanya bermodalkan jepit rambut.

"Apa yang kalian pandangi?" tanya Wijaya.

"Mengawasi mata-mata," jawab Win enteng.

"Kwang?"

"Bukan cuma dia, Wijaya," sahut Lev datar.

Wijaya ikut mengintip ke luar. Mentari msh belum terbit sepenuhnya, tetapi di luar sana terlihat para kru sedang sibuk menaikkan stielkruger dari regu Vrka ke dalam 2 truk. Selain Yon, para anggota Vrka juga sibuk di sana.

"Boris?"

Lev menghela napasnya, "Percuma saja aku jadi mentormu."

"Kau cuma mengajariku soal stielkruger, bukan untuk memata-matai mata-mata. Lagipula," Wijaya mengangkat bahunya acuh tak acuh, "memangnya kenapa dengan mata-mata? Maksudku Kwang dulu adalah pilot yang sangat handal dan juga menguasai jalur informasi serta bahasa di hampir semua negara anggota LUNA. Dia itu aset untuk kita, bukan?"

Win menggeleng sok tahu, "Mungkin, tetapi bagaimana dengan loyalitasnya? Pada LUNA atau Taipei?"

"Mungkin pada Boris," jawab Wijaya enteng. "Bukannya dia orang pertama yang direkrut Boris walau ditentang kepala dewan pimpinan?"

"Lagipula sombong juga kau, Win. Bicara soal loyalitas, kau sendiri bukannya dari Macau?" sambar Lev dengan sinis. "Tidak ada yang bisa menjamin ke mana loyalitasmu."

Senyum sok tahu merekah di bibir Win ketika dia menjawab, "Ada alasan mengapa Perdana Menteri dari Qing memprotes saat Boris menyarankanku."

"Cih, tentu saja, karena loyalitas tempat asalmu pada Qing sangat bisa dipertanyakan."

"Tapi, Lev, tidak begitu ceritanya dengan loyalitas kami pada LUNA."

"Maksudmu Macau lebih loyal pada LUNA dibandingkan pada Qing?"

"Berarti mirip denganmu ya?" Wijaya balas bertanya pada Lev. "Bukannya salah satu alasanmu masuk Vrka karena kau tidak akur dengan militer lokal?"

"Aku tidak percaya dengan mereka, bukan tidak akur."

"Memangnya ada yang bisa akur denganmu?" Win dan Wijaya meledek bersamaan.

"Diam kalian," Lev merenggut. Dia meletakkan mug kopinya pada meja terdekat lalu melirik lagi ke luar jendela, "Masalah terbesarku bukan pada mata-mata yang tampak jelas, tetapi yang lebih samar."

Wijaya mengernyit, "Kalian belum menjelaskan siapa yang kalian maksud."

"Kakak iparmu," Lev mendengus.

"Aku belum menikah."

"Jangan pura-pura bodoh, Wijaya."

"Kau bicara apa, sih?"

"Ck,ck,ck," Win berdecak. "Maksudnya mekanik regu ini."

"Sawamura? Bukannya dia pilot pengetes dan bagian dari tim pengembang stielkruger?"

"Justru itu. Orang itu, juga akan menjadi mata-mata dalam bidangnya sendiri. Mereka perlu 'data' dari pertempuran stielkruger-stielkruger kita yang didesain khusus," Win menjelaskan.

���Hanya, dia, Lakshman, dan kau yang datang dari rekomendasi kepala negara kalian. Mengingat dia dan Lakshman mendapat protes paling keras dari kepala negara lain, aku rasa cukup wajar jika mereka memang dikirim untuk mendapatkan informasi dan data dari regu ini. Walau aku cukup yakin mereka tidak akan mengkhianati kita di tengah misi. Tapi aku berani bertaruh mereka akan lebih mementingkan menyelamatkan informasi yang mereka dapatkan daripada menyelamatkan anggota regu ini."

"Bukannya itu berarti kalian juga seharusnya mencurigaiku?"

"Tidak satupun kepala negara yang menentang penunjukanmu," Win mengangkat bahu.

Lev mendengus sambil melangkah pergi, "Kau tahu kenapa? Karena tidak ada gunanya mempertanyakan anjing mesin pembunuh yang pasti akan mengerjakan tugas yang diberikan padanya. Ayo, kita setor muka sebelum Pak Tua itu menguliti kita."

Wijaya tertegun. Kata-kata itu tidak ada salahnya. Dia memang hanya sebuah mesin pembunuh yang menarik pelatuk sesuai perintah. Tidak kurang dan tidak lebih.

Win menepuk dan menggenggam bahu Wijaya, "Mesin pembunuh atau bukan, kami semua tetap yakin pada akurasimu dan mempercayakan punggung kami padamu. Tidak ada satupun yang meragukan hal itu. Bahkan Lev."

"Kau tidak perlu menghiburku, Win."

"Aku tidak perlu menghiburmu, Wijaya. Justru menyadari kau seperti mesin membuatku merasa tenang. Karena kau bisa bertindak logis tanpa ragu di saat kami mungkin bimbang."

Win melanjutkan sambil menyeringai lebar, "Lagipula aku bisa merangsek ke depan setiap pertempuran karena kau memberikan perlindungan terbaik."

"Kau tidak sadar tingkahmu itu merepotkan?"

"Itu tugas mata tombak, bro."

Wijaya hanya mampu terkekeh kecil. Lucu juga melihat bagaimana Win yang memandang positif Wijaya yang bagaikan mesin pembunuh. Walau Wijaya sendiri tidak tahu apakah harus bersyukur atau menyesalkan hal itu.

Mereka berangkat tidak lama kemudian. Boris hanya menghela napas ketika melihat Lev sudah berkeliaran keluar dari sel isolasinya. Subutai yang dikendarai Wijaya berada pada truk yang sama dengan altaica, hoshun, dan T11. Oleh karena itu dia berada pada truk yang sama dengan Boris.

Wijaya tidak mau terlalu banyak tanya soal misi mereka dan lebih banyak tidur jika bukan gilirannya untuk menyetir. Perjalanan ke Danau Boton cukup berat mengingat medan yang sulit. Hari sudah gelap ketika mereka mencapai danau itu.

Di sinilah mereka berpisah.

Sementara Boris, Sawamura, dan Lakshman melanjutkan perjalanan menggunakan truk, anggota lain regu Vrka menaiki stielkruger masing-masing. Truk mereka sudah dititipkan pada garasi seorang informan yang tinggal di tepi danau. Tentu saja dia kenalan Kwang.

Mereka baru berangkat lagi di tengah malam, menyeberang dengan beberapa kapal pengangkut kecil yang sudah tersedia. Kata-kata Wijaya tentang Kwang adalah aset untuk regu mereka memang bukan isapan jempol.

Setelah menyeberang, mereka bergerak memasuki hutan dengan raksasa besi masing-masing.

Kokpit baja stielkruger tidak terlalu lapang mengingat besar raksasa baja ini hanya sekitar lima sampai enam meter. Posisi pilot di bagian badan memang relatif lebih aman karena perlindungan dari lapisan baja di bagian badan lebih tebal.

Namun, itu tidak berarti banyak jika mereka terkena tembakan beruntun peluru anti material seperti yang digunakan senapan runduk untuk subutai ataupun peledak berskala kuat macam meriam milik nesti. Selain itu, benturan dan ledakan tertentu bisa tanpa sengaja menjebak seorang pilot di dalam kokpit. Dengan kondisi kerusakan besar dan malfungsi sistem pengkondisian udara, hal itu bisa menjadi fatal.

Pengendali utama stielkruger adalah sepasang pedal dan sepasang tuas kendali. Pedal di kaki untuk mengatur laju pergerakan, sementara tuas di tangan mengatur tubuh bagian atas. Perlu latihan yang cukup agar bisa mengendalikan keduanya supaya sebuah stielkruger bisa bergerak dengan seimbang.

Di puncak tuas pengendali ada pengulir yang berfungsi untuk mengatur lingkaran penanda pembidik di layar monitor kokpit.

Mereka terus bergerak ke arah barat laut menembus perbukitan dan hutan pinus. Mereka dengan sengaja menghindari pemukiman maupun jalan raya sebisa mungkin. Mereka beristirahat di dalam stielkruger mereka jika perlu, walau terkadang mereka memilih untuk menebar tabir kamuflase di depan gua atau celah tebing sementara mereka beristirahat di luar.

Sudah lewat dua hari mereka menjelajah daerah ini sampai pada akhirnya Lev berkomentar lewat radio.

[Perasaanku saja atau tidak ada stasiun radio yang bisa kita dengar di daerah ini?]

[Kau lebih mementingkan siaran radio di kokpitmu daripada misi ini, buat aku terkejut lain kali, Lev.]

[Win, ini bisa jadi pertanda buruk. Yang dibilang Lakshman mungkin benar. Ada pemblokir sinyal di sini.]

"Atau mungkin karena stasiun radio terdekat dikuasai bandit, bisa juga karena pemancarnya dirusak."

Kwang berdecak. [Kau tahu Wijaya, yang kau katakan itu justru membuat situasi ini terdengar lebih buruk. Terlebih lagi dengan jejak yang kutemukan ini.]

ZHY berhenti. Dia menyorotkan senternya ke tanah, menunjukkan bekas langkah kaki stielkruger di atas tanah yang agak berlumpur. Bentuk jejak itu seperti tiga kaki panjang macam cakar ayam atau burung unta.

"Scorpid?" tanya Wijaya heran.

Stielkruger itu biasanya diproduksi Persatuan Kedaulatan Kepulauan Britania. Kaki model scorpid itu mirip seperti kaki burung unta. Berbeda dengan kebanyakan stielkruger yang bergerak cepat menggunakan tenaga pendorong dan atau roda yang terdapat di sela kaki, desain kaki scorpid tersebut membuatnya bisa bergerak cepat dengan lari seperti sedikit melompat-lompat.

[Aku tidak ingat ada negara anggota LUNA yang membeli scorpid.]

[Win, tentu saja itu karena mereka bukan dari LUNA. Ada kelompok asing yang masuk sampai sejauh ini! Cih, apa sih yang dilakukan si bedebah Dmitriyev itu sampai ada stielkruger asing masuk sampai sejauh ini?]

Dugaan Lev terdengar agak aneh bagi Wijaya. Apa mungkin stielkruger dari luar bisa masuk begitu jauh ke dalam wilayah Siberia tanpa ada yang menghalangi?

Kemudian Lev melanjutkan. [Kecuali kalau si bedebah Dmitriyev itu ada hubungannya dengan ini semua.]

[Apapun itu, kita akan memeriksa daerah ini. Melihat jejak lain, sepertinya mereka macam melakukan patroli, ada kemungkinan mereka akan kembali. Di saat itu kita lumpuhkan dan interogasi mereka. Wijaya….]

"Aku tahu," Wijaya menjawab Kwang sembari memerhatikan peta dan melihat ke sekitar. "Tiga kilometer meter ke arah barat ada perbukitan. Aku akan bersarang di sana."

[Baik. Lev, Win, Yon. Periksa jejak ini ke sekitar.]

[Cih, jangan sok bos kau.]

[Ingat persyaratan yang kuminta saat pengarahan?]

[Iya. iya.]