webnovel

BAB 4

"Ini siswa barunya?" kata seorang cewek berambut ikal kepada Dinda.

Dinda tebak jika cewek itu bernama Gisel. Cewek cantik itu pun memandang Dinda kemudian menyeringai, seolah-olah telah meneliti Dinda dari ujung kaki sampai kepala.

"Cantik juga, tapi nggak sebanding ama kita-kita. Hahaha!" semua teman-temannya tertawa mendengar itu. Seolah menjatuhkan Dinda adalah hal yang sangat lucu.

Tapi, Dinda tak peduli. Dia lebih memilih membaca buku paketnya, dari pada harus mengurusi cewek-cewek gila popularitas seperti mereka.

"Gue saranin jangan berurusan ama mereka. Kalau lo mau idup lo aman di sini," bisik cewek yang berada di sampingnya.

Dinda menoleh, dia tak menjawabi ucapan cewek itu. Dan mengabaikannya begitu saja. Sebab, tanpa diminta pun, Dinda benar-benar enggan untuk sok kurang kerjaan dengan mencari urusan pada anak-anak kaya itu.

"Selamat pagi anak-anak!"

Seorang guru perempuan masuk ke dalam ruangan. Usianya kira-kira 4 tahun, dia berdiri sambil meneliti murid-muridnya. Kemudian tersenyum simpul. Garis wajahnya tampak tegas, namun Dinda bisa yakin kalau guru yang ada di depannya ini cukup bijaksana.

"Anak-anak, ada anak baru di kelas ini. Saudari Adinda, silakan memperkenalkan diri," kata guru itu lagi.

Sebelum ia berdiri, tampak sosok yang dua kali telah menganggunya. Sosok itu berjalan dengan santai tanpa permisi kepada guru yang sedari tadi sudah ada di depan kelas. Sambil sekilas melirik ke arah Dinda, sosok itu pun menyeringai. Untuk kemudian duduk di bangku persis di samping bangku Dinda. Jadi, dia bisa paham siapa gerangan cowok itu. Cowok yang harus dihindari, kata teman sebangkunya.

Dinda pun berdiri, mulai memperkenalkan diri kepada teman-temannya. "Selamat pagi, nama saya Adinda Ratih. Saya pindahan dari SMA Wijaya Kusuma. Terimakasih,"

"Din, elo cakep juga, Din, udah punya cowok belum?" celetuk seorang cowok yang diabaikan oleh Dinda.

"Woy, kenapa elo pindah di semester akhir gini? Apa jangan-jangan elo ada kasus lagi di sekolah elo yang dulu!" timpal yang lainnya.

"Pacaran ama gue aja, Din, gue mau!"

"Sudah, sudah, cukup!" guru itu pun menengahi. "Terimakasih atas perkenalannya, Adinda. Semoga betah bersekolah di sini ya, nama Ibu Ningsih. Kalau ada apa-apa jangan segan-segan hubungi Ibu,"

"Iya, Bu. Terimakasih,"

Dinda pun kembali duduk, tapi di mejanya sudah ada sebuah kartu berwarna merah. Kartu yang sama persis seperti yang ada di lokernya tadi.

Dinda menoleh ke arah teman sebangkunya, tapi cewek itu diam saja. Kemudian, dia menoleh ke arah sampingnya, cowok bermata cokelat itu, tersenyum meski ia tak melihat ke arah Dinda.

Elo milik gue.

PS. Nathan

Hanya itu tulisan yang ada di kartu merah itu. Sebelum Dinda merobeknya dan membuang robekan itu di dalam bangku.