Malam pun tiba, pukul 07.30pm jungkook tampak memarkirkan mobilnya di area parkir gedung apartemennya. Terlihat wajahnya begitu kusut dan lelah. Setelah keluar dari mobilnya jungkook bergegas memasuki gedung apartemen itu untuk segera sampai pada kamar apartemennya dan beristirahat.
Jungkook kini sudah di depan pintu menekan password dan membuka pintu itu. Namun sesaat ia membuka pintu, jungkook membeku di tempatnya berdiri saat melihat keadaan di dalam yang sangat berantakan. Banyak pecahan kaca dan barang-barang yang berserakan di lantai. Saat tersadar jungkook berlari ke arah kamarnya.
𝘽𝙧𝙖𝙠𝙠
"Jimin! Jimin! Di mana kau?" Teriaknya dengan pikiran yang sangat kalut. Ia terus mencari keberadaan pemuda mungil itu. Jungkook berdiri di depan kamarnya mengusap wajahnya frustasi.
"Sialan! Kemana dia pergi?! Ya tuhan." Jungkook pun mengedarkan pandangannya hingga ia melihat secarik kertas yang berada di atas meja ruang tamu dengan sebilah pisau yang menancap di atas meja itu.
𝙎𝙧𝙚𝙩𝙩
Datang ke Metasequoia Forest, Yeongdeok Jika kau ingin pemuda manis ini selamat. K J
Setelah membaca pesan yang tertulis di kertas itu jungkook meremat kertas itu dengan emosi yang tampak tersulut dengan nafas yang memburu.
"Sialan! Berani-beraninya kau menyentuh milik ku. Aku pasti akan membunuhmu brengsek!" Jungkook pun mengambil kunci yang ia letakkan di meja yang ada di depannya setelah itu ia bergegas pergi dari apartemennya menuju tempat yang tertulis di kertas itu dengan terburu-buru karena ia tak ingin terjadi sesuatu pada jimin dan bayinya.
***
Di tempat lain di sebuah tempat yang gelap dan lembab namun masih terdapat cahaya yang masuk dari celah lubang ventilasi. Seorang pemuda manis tengah mengerjapkan matanya. Kepalanya terasa pusing dan berat. Jimin mulai mengangkat kepalanya untuk menatap sekitarnya. Gelap adalah yang ia lihat pertama kali. Jimin bingung dengan sekitarnya dan bertanya-tanya di mana dia sekarang. Saat jimin ingin beranjak dari sana, ia baru sadar jika tubuhnya tengah terikat kuat pada sebuah kursi.
"Akh.. S-sakit. Ini dimana?" Jimin terus berusaha melepaskan diri namun ikatan itu sama sekali tak bergerak barang sedikit. Jimin terus berusaha membuka ikatannya hingga seseorang masuk ke ruangan entah siapa karena yang jimin lihat hanya gelap di depannya. Jimin hanya mendengar langkah kaki beberapa orang di depannya mungkin dua atau tiga orang.
"Kau sudah bangun?" Ucap pria itu di depan jimin namun jimin tak dapat melihatnya dengan jelas.
"Siapa kau?"
"Siapa aku? Kau melupakanku? Sayang aku tahu ini terlalu lama aku meninggalkanmu selama 8 tahun tapi, aku sangat kecewa kau melupakanku jinan dan sekarang kau hidup dengan pria brengsek itu."
"J-jinan? Apa maksudmu? Aku bukan jinan." Protes jimin tak terima.
"Hei, jangan menyangkal sayang, aku masih mengingatmu kau masih sama hanya.. Eoh? Aku baru sadar rambutmu sekarang pendek. Kenapa kau memotong rambutmu hum? Kau sangat cantik dengan rambut panjang mu." Ujar pria itu sambil mengusap rambut jimin lembut.
"Tapi kau salah paham aku bukan jinan aku jimin!" Teriak jimin dan tanpa sadar air matanya luruh membuat pria yang ada di depannya mendekat kearah jimin dan menyamakan tingginya di depannya.
"Eoh? Sayang jangan menangis --pria itu pun menoleh ke arah belakang-- hei kalian lepaskan ikatannya." Ucapnya sambil menangkup wajah jimin dengan kedua tangannya.
"Sssttt.. Jangan menangis. Jinan aku tak suka melihatmu menangis." Ucapnya sambil menghapus air mata jimin.
"Sudah ku katakan aku bukan jinan aku jimin. Aku bukan wanita yang kau maksud hiks.. Hiks.. Aku laki-laki." Pria itu pun membelalakkan matanya terkejut dengan pengakuan jimin.
"L-laki-laki? Jangan bercanda jinan."
"Jimin! Sudah ku katakan namaku jimin."
"O-oke jimin? J-jadi..."
"Siapa kau? Dan apa kau mengenal wanita bernama jinan itu?" Tanya jimin penasaran.
"Ya dia kekasihku 8 tahun yang lalu. Tunggu kau benar bukan dia?"
"Astaga aku jimin park jimin. Berapa kali aku harus mengatakannya. Apa kau tak melihat aku punya jakun." Ucap jimin sambil menunjukkan leher jenjangnya.
𝙂𝙡𝙪𝙥
Pria itu menelan ludahnya kasar saat melihat leher jenjang jimin yang tampak halus dan.. "Hentikan pikiran kotormu! Tapi, dia sangat indah jika memang seorang pria. Astaga! Apa yang ku pikirkan!" Pekik pria itu dalam hati.
Kemudian pria itu menatap jimin intens menelisik hingga tatapannya turun ke arah dada jimin yang sedikit berisi karena hormon kehamilannya.
"Lihat apa kau!" Bentak jimin sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya saat sadar pandangan pria itu terpaku pada dada jimin.
"Ah.. Em.. M-maaf t-tapi itu sedikit menonjol k-kau yakin kau laki-laki." Ucapnya sambil menunjuk ke arah dada jimin.
Jimin pun merona saat pria itu menanyakan hal yang membuatnya sedikit malu.
"I-ini karena a-aku sedang h-hamil." Pria itu membelalakkan matanya terkejut.
"Hamil? K-kau hamil?" Jimin pun mengangguk.
"Aku tahu aku seorang pria tapi, tuhan telah memberikan kelebihan ini padaku." Pria itu pun mengerti dan melihat ke arah perut jimin yang sedikit membuncit.
"Ah ya aku Kwon jiyong. Jadi jimin apa kau istri jungkook?" Jimin menggeleng.
"Bukan. Aku bukan istrinya. Dia telah mengambilku dari mantan suamiku. Aku sangat tak menginginkan nya. Aku tak ingin bersamanya." Jelas jimin dan kembali menangis.
"Jadi, kau bersamanya karena terpaksa?"
"Ne jiyong-ssi, jungkook sudah memisahkan ku dari orang yang sangat ku cintai. Aku ingin pergi darinya tapi, aku takut."
"Apa yang kau takutkan?"
"Dia selalu menyakitiku saat aku tak patuh padanya." Jimin menunduk dan semakin terisak saat mengingat saat itu.
"Ssssttt.. Kau ingin terbebas darinya?" Jimin menganggukkan kepalanya.
"Apa kau mau ku bantu untuk pergi darinya?" Jimin pun mendongakkan matanya dan menatap jiyong yang tersenyum padanya.
"Benarkah?" Jiyong pun mengangguk dan mengusap pipi kiri jimin lembut.
"Tapi, kau harus ikut bersamaku." Jimin tampak berfikir. Haruskah? Haruskah ia menerima tawarannya? Jika ia menolak, ia pasti akan kembali pada jungkook dan kembali terpenjara seperti dulu tapi jika ia menerima tawaran jiyong, jimin tak tahu apa yang akan terjadi padanya nanti.
"Jangan berpikiran yang macam-macam jimin aku tak akan melukaimu karena kau orang yang mengingatkanku padanya yang sangat aku cintai aku akan menjagamu. Aku janji padamu." Ucap jiyong meyakinkan jimin yang tampak ragu.
Jimin pun mengangguk, "baiklah kita pergi. Kalian pesankan dua tiket ke thailand. Setelah itu pergi ke tempat biasa, kita bertemu di sana." Ucap jiyong yang kini beranjak dari sana sambil menuntun jimin yang masih lemas.
"Maaf sudah menyakitimu."
"Um.. Tidak apa-apa dan terima kasih sudah menolong ku untuk pergi dari pria itu."
"Ne, tentu saja."
"Jiyong-ssi kau yakin akan membawaku ke luar negeri tapi, aku tidak punya paspor."
"Tenang saja, masalah paspor aku bisa menyuruh salah satu teman nanti."
.
.
.
Jungkook memacu mobilnya dengan cepat. Ia tak memperdulikan jalanan di sekitarnya yang ia pedulikan hanya pemuda manis milik nya itu.
"Sial!" Ucap jungkook saat kemacetan menghalanginya., "yak! Bergerak lah sialan!" Jungkook benar-benar tak habis pikir kenapa malam-malam seperti ini kenapa masih terjadi kemacetan.
𝘽𝙧𝙖𝙠𝙠
"Aish.. Brengsek!"
𝙏𝘽𝘾