webnovel

Mana bayaranku?

Seorang wanita berambut hitam yang dibiarkan tergerai panjang tampak cantik dengan pakaian mini dressnya, berjalan dengan anggun setelah turun dari mobil hitam hendak menuju pintu masuk Perusahaan ternama, yaitu Perusahaan LV as Louzen Vadelard. Namun belum juga masuk, wanita itu dihentikan oleh para penjaga kantor.

"Maaf, anda tidak diizinkan masuk, Nona Angel!" Cegah penjaga pintu dengan tegas, bahkan sengaja berdiri di depan wanita cantik tadi yang biasa dipanggil Angel dengan membentangkan kedua tangan.

'Huft… selalu saja seperti ini. Louzen sialan!' dengusnya dalam hati. Angela Shin memutar bola matanya malas.

Bibir semerah cherry itu pun menyeringai. "Siapa yang memerintahkan kalian untuk menghalangi saya masuk ke dalam kantor? Apakah Nyonya Rebecca Vadelard?" tembak Angel tepat sasaran, dan ketiga penjaga yang ada disana tampak terkejut mendengarnya.

"Fine! Saya tahu kalian hanya menjalankan tugas."

"Maaf Nona," ucap ketiga penjaga sambil menundukkan badan. Merasa bersalah. Tapi apalah daya, meski mereka sangat menghormati Angel sekalipun, tapi istri sah Louzen disini adalah Rebecca Vadelard.

Angel tidak mengambil hati atas sikap mereka. Namun, bukan Angel namanya jika dirinya kehilangan akal hanya karena hal sepele. Dia pun mengambil ponsel di dalam tas jinjing yang dibawanya dan menghubungi sugar daddy yang sudah beberapa ini menghidupinya.

"Angel, ada apa kamu menghubungi saya?" suara Louzen terdengar dingin dan acuh.

'Dari nada bicaranya, pasti ada Rebecca disampingnya. Sial sekali hari ini.'

"Louzen, keluar sekarang! Aku sudah ada di depan pintu, dan sepertinya istrimu memerintahkan para penjaga untuk melarang ku masuk."

"Hn. Saya akan memerintahkan Bastian untuk menjemputmu di depan."

Tanpa basa-basi, Louzen memutus panggilan secara sepihak.

Perempatan imajiner muncul di sudut keningnya. Angel sebisa mungkin menahan emosinya karena ini masih di depan kantor. Menghadapi pria seperti Louzen memang membutuhkan kesabaran ekstra. Tapi soal cuan, Louzen tidak pernah perhitungan.

"Setidaknya aku masih bisa menguras kekayaanmu, Dominic Louzen Vadelard! Jadi, aku akan bersabar untukmu." Gumam Angel.

Tidak lama kemudian, Bastian datang dan para penjaga yang menghalangi pintu masuk pun menyingkir. Bastian menundukkan badan dan berkata, "Silahkan masuk, Nona Angel. Tuan Louzen memerintahkan saya untuk membawa anda ke ruang tamu."

"Hm. Pimpin jalan." perintah Angel.

Bastian jalan lebih dulu diikuti Angel.

Mereka menuju ke lift khusus yang biasa dilewati oleh orang-orang penting perusahaan. Namun, saat Bastian akan menekan tombol 19 dimana ruang tamu berada, Angel langsung menginterupsi. "Bawa aku ke ruang Tuan Louzen!"

Kedua manik mata indah itu menatap tajam Bastian. "Aku yang akan bertanggung jawab. Kamu bawa saja aku ke ruang kerja Louzen."

"Tapi Nona—"

"Baiklah…" Bastian pasrah dan menekan tombol 20. "Pasti akan ada perang dunia lagi.." gumam Bastian.

Ting!

Pintu lift terbuka dan sebuah lorong panjang menjadi pemandangan pertama bagi Angel. Lantai 20 memang menjadi lantai khusus ditempati oleh Louzen. Dan bukan kali ini saja Angel datang ke lantai ini. Hanya saja, setiap Angel datang ke lantai 20, pasti selalu ada firasat buruk yang selalu berhubungan dengan Rebecca.

Kaki jenjang Angel melangkah pasti keluar dari lift menuju ke ujung lorong dimana ruang kerja Louzen berada. Dibelakang Angel, Bastian pusing memikirkan bagaimana caranya menghalangi Angel agar tidak sampai masuk ke ruang tersebut.

"Nona, apa tidak sebaiknya anda menunggu di—"

"Stop!" Langkah Angel terhenti. "Berhenti menghalangiku untuk menemui Louzen. Aku ada hal penting yang harus dibicarakan dengannya."

Angel melanjutkan langkahnya hingga di ujung pintu terdapat dua penjaga yang ingin memberitahu kedatangan Angel,

"Ssst! Diam!" perintah Angel dan kedua penjaga itu diam menegang.

Segera Angel memegang gagang pintu dan membukanya. Pandangan pertama yang Angel lihat adalah sosok pria yang selalu dihangatkan ranjangnya oleh dirinya dengan istri yang diam-diam bermain dibelakang suaminya, tengah saling adu mulut dan tatapan tajam.

"Rebecca, jangan coba-coba melewati batas kesabaran saya. Pergi!" perintah Louzen pada Rebecca sambil menunjuk ke arah pintu.

Rebecca yang diusir dengan tidak hormat oleh suaminya sendiri pun melayangkan tatapan benci dengan mata berkaca-kaca. "Baik! Awas kamu Louzen! Ayahku pasti tidak akan membiarkan ini semua!"

Prok prok prok..

Bibir Angel menyeringai sambil menggelengkan kepala melihat drama di depannya. "Uhm… sepertinya aku datang disaat yang tidak tepat." Sela Angel.

Rebecca melihat ke arah Angel dan pergi dari sana. Namun, saat melewati Angel, dia berbisik dengan sinis, "Kau puas sekarang?! Aku tidak akan membiarkan Louzen pergi dari sisiku, jalank!"

"Saya tunggu, Nyonya Rebecca Vadelard. Oh.. maaf salah, maksud saya Nyonya Rebecca Agler." bisik Angel sambil mengedipkan salah satu matanya. Tentu saja, Agler adalah nama marga dari Winston Revano Agler.

Rebecca sempat terkejut mendengar nama Agler tersematkan di namanya, namun setelahnya dia benar-benar pergi dari ruangan tersebut.

'Menampar istri sah sejenis Rebecca memang yang terbaik.'

Langkah Angel semakin ringan menghampiri Louzen yang kembali duduk di kursi kerjanya. "Sepertinya aku melewatkan drama terbaik." Ucap Angel dengan nada menyindir.

"Mengapa kamu kemari? Saya sudah meminta kamu untuk menunggu di ruang tamu 'kan!" nada suara Louzen semakin dingin.

Angel mendekatkan wajahnya pada Louzen. Tidak ada rasa takut sedikitpun meski tatapan Louzen mengintimidasi. Dengan sengaja Angel menopang wajah dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya ditadahkan. Tidak lupa senyum memikatnya.

"Tentu untuk meminta bayaran atas jasa yang sudah aku berikan, plus bunganya."

Louzen mengambil kartu hitam dari laci meja kerjanya dan menaruhnya di atas telapak tangan Angel. "Keluar dari ruangan saya!"

"Oke." Angel beranjak dari posisinya dan beralih ke sisi Louzen dan berbisik, "Aku tunggu kamu di rumah."

Kecupan Angel berikan di pipi kanan Louzen, lantas pergi meninggalkan ruangan tersebut. Karena Louzen benci untuk mengatakan hal sampai dua kali, dan Angel tahu akan hal itu.

Di depan pintu ruangan tersebut Angel memainkan kartu hitam di tangannya. Tatapannya berubah jadi tajam dengan smirk di bibir cherrynya. "Satu kartu lagi sudah ada di tangan. Saatnya untuk langkah selanjutnya."