webnovel

Sebotol Vodka

Serigala putih, melolong di bawah sinar bulan membuat makhluk malam merinding ketakutan. Sorot matanya yang merah dapat melihat apapun, layaknya penglihatan kamera Thermal beresolusi tinggi. Dia dapat melihat seekor kelici keluar dari sarangnya berjarak 3 km. Aroma darah mulai tercium, diam pun melompat dari dahan pohon. Kemudian, berlari layaknya seekor serigala menuju asal aroma tersebut.

Langkahnya terhenti, ketika dia melihat dua puluh pria bertopeng mendiami sebuah rumah mewah, berjarak 10 km dari rumahnya. Mereka semua, mengenakan rompi anti peluru dan bersenjata lengkap. Sepuluh penjaga rumah, tewas tergeletak di halaman rumah. David melihat lima anggota keluarga, sedang di todong oleh senapan. Raut wajah mereka ketakutan, melihat kawanan lelak bertopeng tersebut. Suara lolongan serigala nyaring terdengar, mereka semua menoleh ke belakang.

Sosok manusia serigala berbulu putih, memiliki tinggi dua meter setengah berdiri di hadapan mereka semua. Seketika semua orang terdiam, para lelaki bertopeng langsung menodongkan senjata pada sosok manusia serigala berbulu putih.

"Tembak!" teriak salah satu dari mereka.

Ratatatatar!

Suara senapan nyaring terdengar, ribuan peluru melesat cepat dan hendak mengenai tubuh David. Serigala itu, melompat kesana-kemari dengan lincahnya. Lalu, dia pun berlari di atas atap rumah. Kemudian, sosok itu melompat ke belakang rumah. Sinar bulan terhalang oleh awan, suasana terang kini beganti menjadi gelap gulita. Sepuluh lelak bertopeng, berlari membawa senjata menuju belakang rumah. Mereka semua waspada, melirik kesana-kemari sambil memegang senjata masing-masing.

Tertapi tidak ada apapun, selain hamparan salju dan kayu mati. Suara teriakan mulai terdengar, kedua anggota mereka sedang berjaga di depan pagar rumah telah tewas. Perut mereka tercabik-cabik, salah satu kepala mereka putus dan berlumuran darah. Lolongan serigala kembali terdengar, dia pun terlihat melompat tinggi dan mendarat hingga menghantam dua anggota bertopeng hingga tewas.

Ratatatar!

Selurun anggota pria bertopeng, menembaki tubuh serigala itu. Sedangkan David, Sang Serigala putih menyerang mereka semua secara membabi buta. Ribuan peluru, berhasil mengenai tubuhnya. Dia raung kesakitan, setiap kali peluru bersarang di dalam tubuhnya. Tetapi, peluru itu malah keluar dari ujung jari-jarinya dan luka tembak langsung sembuh dengan sendirinya. Serigala putih, terus mencabik-cabik lawannya hingga halaman rumah itu dipenuhi oleh darah. Kini, tersisa satu orang mengenakan topeng ski.

Lelaki bertopeng ski, melepas rompi peluru yang dia kenakan. Senjata laras panjang, dia letakkan di atas tanah. Tidak disangka, wujudnya mulai berubah menjadi sosok manusia serigala berbulu hitam. Seluruh baju dan topeng yang dia kenakan robek tidak tersisa. Sorot mata kuning menyala, kuku dan taringnya yang sangat tajam memandang serigala putih dengan niat membunuh.

Serigala hitam, meraung sekencang mungkin membuat kaca rumah seketika pecah. Kemudian, serigala hitam langsung melompat dan hendak menyakar tubuh David. Spontan David pun melompat ke belakang. Dia mematap lawannya dengan sorot mata merah yang mengerikan. Kuku merahnya semakin memanjang, percikan listrik mulai terlihat. Sosok serigala putih, terdiam menatap kagum cakarnya sendiri.

Serigala putih meraung kencang, memancarkan gelombang hingga serigala hitam terdorong dan hampir mengenai lima anggota keluarga. Sosok serigala hitam langsung melompat dan hendak menerkam David. Dia pun memilih untuk lari, membiarkan dirinya dikejar oleh serigala hitam. Setelah cukup jauh, dia pun berbalik lalu melompat dan menebas moncongnya hingga terbelah.

"Aghhh!" raungan kesakitan.

Dalam sekejap, serigala putih berhasil membelah tubuhnya menjadi dua dengan kedua cakar merah miliknya. Kemudian dia melompat dan berdiri di hadapan kelima anggota keluarga. Tidak disangka, salah satu dari mereka adalah gadis berambut pirang yang pernah dia tolong. Hembusan nafas dari hidungnya, tetesan air liur dari sela-sela gigi taringnya membuat serigala putih terlihat menyeramkan. Kelima anggota keluarga, terdiam membisu memandang serigala putih tanpa berkedip.

"Apa kalian baik-baik saja?" tanya sosok serigala putih.

"Kami baik-baik saja. Ngomong-ngomong, apa kita pernah bertemu?" tanya gadis berambut pirang sempat dia tolong.

"Tidak."

"Baru pertama kali, klan serigala berbicara secara langsung kepada kami," ujar lelaki berambut hitam putih agak keriput mengenakan baju tidur.

"Klan?"

"Iya, kami adalah Klan Sacubus sudah mendiami Benua Amerika, selama dua ratus tahun. Klan kami, berjumlah tiga ratus ribu yang tersebar di Benua Amerika."

"Begitu rupanya."

"Baru pertama kali, kami melihat serigala putih sepertimu. Sebenarnya siapa kau?!"

Serigala Putih melompat ke belakang, dia pun berkata bahwa Sang Pahlawan tidak perlu mengungkapkan identitas. Setelah itu dia pun melompat tinggi, dia berlari secepat mungkin menjauhi rumah tersebut dan kembali pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, perlahan wujudnya kembali seperti semula. David terdiam, berjalan hanya mengenakan celana jins hitam miliknya yang robek.

"Sial! Bajuku robek. Tubuhku terasa dan lemas sekali," sambil berjalan tertatih-tatih menuju kamar mandi.

Tetesan air hangat, mengenai tubuhnya yang sempat menggigil kedinginan.

Noda darah menempel pada tubuhnya, terbawa oleh bilasan air. Sebuah sabun batang, membuat tubuhnya menjadi harum dan segar.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa aku seperti ini?" tanya David kepada dirinya sendiri.

Selesai mandi, dia berjalan ke kamar hanya dengan selembar handuk. Kaos orange dan celana hitam telah dia kenakan. Kemudian, dia berjalan ke dapur mengambil sebotol Vodka di dalam lemari. David mulai menuangkan Vodka tersebut, ke dalam gelas kecil. David mulai meminumnya sambil mengingat apa yang dia lakukan ketika menjadi wereworlf.

"Tidak mungkin, rasanya seperti mimpi," gumam David.

Darah bercucuran, daging berserakan membasahi jalan. Aroma daging dan darah segar, membuatnya mual-mual. Dia terus meminum secangkir kecil Vodka, hingga tubuhnya merasa panas. Kemudian, keningnya menempel pada meja makan. Suara sirine, berlalu-lalang melintas rumahnya dan suara mobil juga jelas terdengar. Setelah itu dia pun bangkit dan menoleh ke depan. Sosok gadis berambut silver, mengenakan baju piyama putih tipis duduk berhadapan dengannya. Gadis itu tidak lain adalah Clara. David hanya menganggap sosoknya hanya sebagai halusinasi belaka.

"Aksimu semalam boleh juga," kata Clara kepada David yang sedang mabuk.

"Begitulah," timbal David sambil menuangkan minuman beralkohol pada gelas kecil dan dia pun meminumnya. "Ngomong-ngomong, kenapa kau ada di sini? Dan apa mau mu?"

"Hmmm... seharusnya aku yang bertanya begitu. Ketika di kantin kau mendekatiku seorang diri. Sebenarnya apa maumu?" tanya Clara kepada David sedang meneguk minuman beralkohol.

"Aku hanya ingin dekat denganmu."

"Dekat denganku?"

"Dengar Clara. Aku telah jatuh cinta kepadamu, semenjak kita pertama kali bertemu. Ya, semacam cinta pandangan pertama. Tapi aku sadar dengan posisiku yang sekarang. Aku hanyalah seorang pegawai minimarket. Sedangkan kau, gadis muda yang menjabat menjadi CEO di Perusahaan. Ya ampun, halusinasi ini membuatku tersiksa," ujarnya lalu menepuk-nepuk meja dengan gelas kecilnya.

David melihat Clara tersipu malu, pandangannya ke bawah sambil tersenyum membuatnya terlihat manis. Dia kembali menuangkan Vodka ke dalam cangkir kecilnya. Sekali lagi, seteguk minuman keras masuk ke dalam kerongkongannya. Tidak di sangka, Clara mengecup bibirnya membuat David seketika terdiam.

"David, aku juga sejak lama sudah jatuh cinta kepadamu. Diam-diam aku terus memperhatikanmu. Hingga rasa cinta dalam diriku terus tumbuh," balas gadis itu membuat David meneguk Vodka langsung dari botolnya.

"Kalau begitu jadilah kekasihku, ayo kita mulai hidup bahagia kita berdua!" seru David setengah mabuk kepada Clara.

"Baiklah, aku akan menjadi kekasihmu asalkan ada tiga syarat."

"Katakan apa itu!" ucap lantang David sambil memegang botol alkohol miliknya.

"Pertama, aku ingin meminum setetes darahmu. Kedua lakukan hal itu denganku dan terakhir izinkan aku terus ikut bersamamu," pinta gadis itu.

"Baiklah terserah," cetusnya dengan tidak jelas.

Clara, mengeluarkan sebuah pisau kecil terbuat dari perak di balik piama. Gadis itu mulai mengiris ujung jari David, hingga meneteskan darah. Sekali jilatan, darah David masuk ke dalam mulutnya. Sepasang taring, sekilas terlihat pada pantulan cermin. Luka David dengan cepat menutup dengan sendirinya. Tanpa pikir pancang, David berjalan mendekat lalu melumat bibirnya.

Mereka berdua berpelukan sambil berciuman. David menggendong Clara sambil berciuman dengan sangat panas. Kemudian dia membawa Clara masuk ke dalam kamarnya. Tidak terasa hari sudah mulai senja. Suara alarm ponsel, telah membangunkan David dari tidurnya.

Pemuda itu terkejut, melihat dirinya tanpa busana di balik selimut. Terakhir kali, dia meminum sebotol Vodka hingga habis. Dia juga teringat persetubuhannya dengan Clara. Mimpi itu, membuat David tertawa dan tersenyum sendiri. Andaikan hal itu terjadi, mungkin dia akan sangat bahagia. Pada akhirnya, semua hanyalah khayalan belaka. Suara pintu rumah terdengar jelas. David langsung mengenakan bajunya dan berlari ke luar kamar. Pemuda itu khawatir, jika ada pencuri bersenjata masuk ke dalam rumahnya.

Ternyata, orang yang masuk ke dalam rumahnya adalah Clara. Kedua tangannya, memegang plastik putih berisi bahan makanan. Gadis itu berjalan mendekat lalu mengecup bibirnya membuat David tersipu malu.

"Selamat sore sayang, kukira kamu masih tidur. Tadinya, aku ingin membuatkan makan malam untuk kita berdua," ujar gadis itu dengan nada lembut membuat David semakin tersipu malu.

"Jangan-jangan, soal persetubuhan sebelumnya?!"

"Kamu terlalu banyak minum sampai lupa dengan persetubuhan kita. Tidak kusangka, permainanmu hebat sekali sayang. Sungguh aku sangat puas," timbal Clara sambil berjalan ke dapur.

Mendengar hal itu, dia langsung membaringkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu. Kedua tangannya menutup wajahnya sendiri. Dia tidak menyangka, bahwa pernyataan cinta dan persetubuhan, telah dirinya lakukan bukanlah mimpi. Kemudian, dia terdiam sambil menatap langit-langit.