webnovel

Senyum untuk Pihu

Kehidupan memang tidak selalu bisa di rencanakan. seindah apapun mimpi yang ingin kalian tuntaskan, sehebat apapun rencana yang kalian lukiskan, tetap tidak akan tersentuh ketika dunia sendiri yang menginginkan mu runtuh. Bukan lagi perihal duka dan lara, tangis dan kecewa, atau antara sendu dan nestapa.Tapi seorang gadis kecil, yang di paksa dewasa, di tuntut untuk selalu mengerti luka. kehidupan ini membuatnya berfikir, di dunia hanya ada derita, lara. Karena barang setitik pun bahagia tak pernah ia temukan, sekalipun tidak. Namun, gadis kecil nan polos itu hanya tersenyum menghadapinya, dengan tulus dia bernyanyi di alunan luka.

Hilall_Azizah · Adolescente
Classificações insuficientes
152 Chs

Pak Dosen tampan

"Gus kita itu lho Pi, kaya dua kutub magnet tau nggak!" Celetuk Aisyah dengan wajah sebal.

"Lho kenapa Syah? Ko ngomongnya gitu," jawab Pihu heran.

"Ya iya lho, Coba kamu bandingkan antara Mas Raihan sama Mas Adam ... mereka tuh kaya langit sama bumi, satunya santun ramah murah senyum satunya lagi ketus galak gak pernah senyum ih," ucap Aisyah bergidik ngeri.

"La namanya juga manusia Syah, pasti ada saja perbedaannya ... Tapi kamu jangan suka menilai sepihak lho, siapa tau aslinya nggak begitu," tukas Pihu membela.

"Eh, kamu kok malah belain Mas Adam? Hayyoo kamu naksir mas Adam ya," goda Aisyah sembari menyentuh pipi Pihu yang memerah.

"Apa si Syah, nggak ah Aku gak belain siapa-siapa. Aku cuma ngomong seadanya aja," bela Pihu dengan ketus namun wajahnya semakin memerah.

"Aku curiga, jangan-jangan ada udang dibalik batu hahaha."

"Ngawur kamu ini," elaknya sembari memalingkan wajahnya menatap jalanan, bibir tipisnya tersenyum simpul.

____

Bis menurunkan mereka tepat di sebuah halte tak jauh dari kampus, mereka berjalan berdampingan dengan masing-masing menenteng buku yang cukup tebal di tangannya.

Kelas sudah cukup ramai dengan para mahasiswa dengan berbagai latar belakang dan penampilan, Pihu duduk dibarisan depan sedang Aisyah yang duduk di belakang tampak asyik berkutat tugas yang tampaknya belum sempurna ia kerjakan.

Segerombolan mahasiswa yang tampak berantakan masuk kedalam kelas dengan berjalan angkuh, tangan mereka yang penuh dengan tatto terkadang bergerak usil menjahili beberapa wanita yang baru saja masuk kekelas yang sama.

Pihu bergidik ketika mengetahui dikelas yang sama ada orang macam mereka, ia hanya menundukan wajahnya berusaha menyembunyikan pandangan nya agar tidak menarik perhatian mereka.

Aisyah pun melakukan hal sama, dia malah menutupkan buku yang semula di coretinya hingga menutupi hampir seluruh wajahnya, hanya matanya yang sesekali melirik apa yang sedang ke empat orang itu lakukan.

Damn!

Tepat ketika Aisyah mengangkat wajahnya lagi, pria-pria hidung belang itu sudah mengerumuni Pihu yang masih menunduk takut. Badan Pihu bergetar karena merasakan takut yang amat ketika ketua mereka menyentuh pelan ujung jilbab Pihu.

Pihu merutuki dirinya sendiri, mengapa balpoint yang semenjak tadi digunakannya untuk menulis malah dengan tidak sengaja terlempar kedepan kelas yang membuat para pria itu menyambangi mejanya dengan tatapan menggoda, mereka fikir Pihu adalah wanita nakal yang dengan sengaja nenarik perhatian mereka.

"Wahhh kita satu kelas sama ukhty cantik bro, uhh lumayan nih mana cantik lagi!" Seru seseorang yang tampaknya adalah ketua mereka.

Pihu hanya menatap jijik pada lengan yang kini membelai jilbabnya sedikit naik keatas hampir menyentuh wajah cantiknya yang sudah berkeringat karena takut.

"Iya Bos, kayaknya dia sengaja cari perhatian biar kita ajak main deh hahaha," seru yang lain.

"Unnchhhhh tayang tayangg sinii biar Abang ajak seneng-seneng yuk hehe," balas yang paling seram dari mereka dengan tangan kotornya yang menyentuh dagu Pihu.

Pihu sudah terisak dengan airmata yang memenuhi wajahnya, ia begitu takut hingga tidak bisa melawan sedang teman sekelasnya hanya menatap Pihu prihatin, mereka pun sama takutnya dengan Pihu.

Aisyah yang sedari tadi hanya menggigil takut seketika bangkit dari duduknya ketika melihat tangan kotor pria itu dengan berani menyentuh sahabatnya, dia menatap kumpulan itu dengan tajam dan sinis. Aisyah beranjak kedepan dan menggebrak meja yang tengah di kerumuni itu, Pihu hanya menatap Aisyah sedikit takut karena pria-pria ini sangat menakutkan.

"Hehh singkirin tangan kotor kalian dari sini, najis tau gak!" Seru Aisyah berani, tatapannya geram menatap mereka tajam satu persatu.

"Woahhh ada yang mau jadi pahlawan ni, uncchhh takut," ejek salah satu dari mereka dengan nada bicara yang dibuat manja seperti anak kecil hendak menangis, namun seketika tawanya langsung pecah dibarengi dengan tawa teman-teman nya yang mengintimidasi Aisyah.

"Pergi gak!!" Teriak Aisyah lantang hingga suaranya memenuhi seantero kelas, menggema dengan keras.

"Wihh selow Mbak selow, kita cuma mau main doang kok. Iyakan sayang," ejeknya lagi sembari mengedipkan mata pada Pihu yang masih menangis sesenggukan.

"Yang sopan ya Lu sama temen gue, faham!"

"Wuihhh ukhtynya bar bar guys, beda banget sama yang ini kalem iya gak hahahah."

"Gue gak ada sopan santun buat orang yang menjijikkan kaya kalian!" Ujarnya lagi dengan berani dan tatapan yang membuat mereka terdiam karena pelototan dari Aisyah dengan suara tegasnya.

"Usah Syah," ucap Pihu lirih berusaha menenangkan Aisyah yang sudah terpancing emosi.

"Nggak Pi, mereka gak sopan sama kamu mereka harus di kasih pelajaran biar gak seenaknya sama perempuan!" Jawabnya berapi-api.

"Ada apa ini ribut-ribut?"

Suara bariton itu mengejutkan mereka semua, sontak pandangan mereka teralih pada sosok pria yang tampak tampan dalam balutan jas formal dan buku-buku yang di genggamnya. Pria itu menatap dingin pada sekelompok pria yang terlihat menelan ludahnya getir, pasalnya dosen mereka kali ini tampak lebih menakutkan hanya dari tatapan dinginnya yang menohok.

Kedua alisnya tegasnya tertaut, tatapannya setajam elang sukses membuat pria-pria yang sedari awal begitu angkuh tiba-tiba menciut.

"Mereka kurang ajar Pak sama temen saya," ucap Aisyah segera dengan muka yang masih menahan emosi.

"Kamu baik-baik saja?" Tanya dosen tampan itu tersenyum ramah, setelah melewati para pria yang sudah tertunduk itu begitu saja.

"Baa bbaikk Pak," jawab Pihu terbata dengan isakan-isakan kecil yang masih terdengar dari mulut cantiknya.

"Kalian tidak perlu ikut dalam kelas saya, silakan keluar sekarang!" Ucapnya datar namun terdengar mengancam, dengan tatapan yang sinis membuat mereka habya mengangguk takut kemudian pergi.

"Tunggu sebentar ... "

"Kalo kalian melakukan hal yang sama kembali, saya tidak segan mengeluarkan kalian dari kampus ini, faham!?" Sambungnya.

"Baru masuk saja sudah membuat onar," ucapnya malas kemudian, seraya tersenyum tenang pada Aisyah dan Pihu yang kini sudah tampak tenang kembali. Ia berjalan menuju mejanya dan segera membuka kelas dengan perkenalan kecil sebagai formalitas mengajar para mahasiswa baru di kelasnya.

____

"Kamu beruntung banget si Pi," ucap Aisyah tiba-tiba setelah meneguk beberapa kali jus orange favoritnya.

"Kenapa memang?" Tanya Pihu mengangkat sebelah alisnya heran.

"Tadi pagi pas berandalan itu ganggu kamu, Pak Nanda yang nolongin kamu persis kaya pangeran-pangeran didunia dongeng tau gak."

"Ya dia kan Dosen kita Syah, aneh aja kalo dia gak nolong itu kan emang kewajibannya."

"Kamu gak kesemsem apa sama senyumya pas nyapa kita, ganteng banget malah Pi aku aja kagum liatnya. Berkarisma hehe," ucap Aisyah seraya tersenyum geli.

"Hussh kamu ini, inget lho dia itu Dosen Syah, Dosen. Kalo dia sudah beristri gimana? Kamu mau jadi madunya?"

"Ihh ya nggak lah kalo punya istri, aku masih waras Pi. Kang santri masih banyak yang ngejar-ngejar aku wlee." Sembari menjulurkan lidahnya jail.

Sedangkan Pihu hanya terkikik geli melihat tingkah Aisyah yang random, kadang galak kadang ketus kadang cengeng dan terkadang pula bucin.

"Udah ayok pulang, keburu sore tar." Bergegas menuju halte yang akan membawa mereka pada bis yang selalu mengantar mereka pulang ke asrama.

____