webnovel

Mati Rasa

Editor: Wave Literature

Lu Man tersenyum, 'Sungguh anak yang imut!' 

"Kenapa Bibi tidak berdiri!" Pei Zichen memandangnya dan mengerutkan kening.

"Bibi sedang dihukum, mana boleh Bibi berdiri sekarang?" 

"Mengapa Bibi begitu bodoh! Di sini hanya ada kita berdua. Kalau Bibi dan Zichen tidak mengatakannya, siapa yang akan tahu kalau Bibi berdiri?" 

"Kita harus jujur." Karena Lu Man mendapat hukuman tersebut, maka dia harus berlutut!

"Bibi benar-benar keras kepala!" Pei Zichen tidak bisa berkata apa-apa, tapi kesannya pada Lu Man menjadi lebih baik. 

"Bukan keras kepala, tapi Bibi sangat jujur," kata Lu Man.

"Apakah Bibi tidak takut kalau nanti kaki Bibi tidak bisa bergerak?"

"Tidak takut, lagi pula Bibi punya suami dan seorang putra. Mereka akan menjaga Bibi."

"Kapan Bibi punya suami dan seorang putra?"

"Suami Bibi adalah Ayah Zichen, dan putra Bibi adalah Zichen!" 

"Bibi, jangan berpikir terlalu jauh. Zichen dan Ayah tidak akan menjaga Bibi!" Pei Zichen merasa jijik.

"Kaki Bibi tidak bisa bergerak karena kalian. Bukankah kalian harus bertanggung jawab? Apakah Zichen akan membiarkan Bibi menjadi pengemis di jalanan?"

"Tentu saja tidak!"

"Kalau begitu, tolong bertanggung jawab untukku!"

Pei Zichen terdiam. 

"Bibi tunggu sebentar, Zichen akan pergi mencari Nenek Buyut dan mengatakan yang sebenarnya. Kalau Nenek Buyut sudah tahu kenyataannya, Nenek Buyut tidak akan menghukum Bibi!" Setelah selesai berbicara, Pei Zichen hendak pergi keluar.

Lu Man cepat-cepat meraihnya. "Nenek Buyut sedang tidak enak badan hari ini, jangan temui dia!"

"Tapi, kaki Bibi tidak bisa bergerak nanti!"

"Zichen perhatian sekali. Bibi sangat tersentuh!" Lu Man benar-benar merasa tersentuh!

"Siapa yang peduli dengan Bibi? Bibi bodoh sekali. Kalau kaki Bibi tidak bisa bergerak lagi, Bibi akan tinggal di sini dan bergantung pada kami selamanya!" Pei Zichen mendengus. 

Lu Man berkata, "Zichen adalah anak nakal!"

"Bibi yang nakal!" Pei Zichen mendengus.

"Zichen benar-benar bodoh, padahal Bibi membohongi Zichen. Memangnya kaki Bibi benar-benar tidak bisa bergerak kalau Bibi terus berlutut?" Lu Man meniru cara bicara Pei Zichen tadi.

"Zichen tahu kalau Bibi membohongi Zichen!" Pei Zichen berkata dengan angkuh. Sebenarnya dia tidak berniat untuk menemui nenek buyutnya!

Lu Man terdiam. 

"Bibi berlutut saja dulu, Zichen akan tidur." Ketika Pei Zichen melihat ada bantal duduk dan selimut di sebelahnya, dia tiba-tiba merasa sangat mengantuk. 

"Mengapa Zichen tidak kembali ke kamar?" 

"Untuk menjaga kerjasama kita berdua, Zichen harus tinggal di sini dan melindungi Bibi! Bagaimana kalau leluhur Zichen keluar dan menakuti Bibi?" 

Setelah berbaring, Pei Zichen menghela napas, "Tidur di tempat ini rasanya benar-benar berbeda!"

Lu Man bertanya, "Perasaan apa?"

"Perasaan puas!"

"Seberapa puas?"

"Zichen berbaring dengan nyaman, sementara kaki Bibi mati rasa. Zichen benar-benar merasa puas!" Pei Zichen berkata dengan ekspresi gembira.

Lu Man terdiam. 

"Tidurlah! Bibi pernah mendengar bahwa ketika kita tertidur, hantu akan mudah masuk ke dalam mimpi. Mungkin nanti Zichen akan memimpikan leluhur Zichen!" Lu Man menakut-nakutinya!

"Baguslah! Sangat bagus! Zichen selalu ingin tahu seperti apa hantu itu. Kalau Zichen benar-benar bisa memimpikan leluhur Zichen, Zichen pasti akan berterima kasih pada Bibi!"

"Zichen benar-benar baru berumur enam tahun, kan?" Mana mungkin ada anak berusia enam tahun yang berpikir seperti itu!

"Perlukah Zichen menunjukkan kartu keluarga atau akta kelahiran?"

Lu Man terdiam lagi. 

"Sepertinya IQ Bibi tidak terlalu tinggi. Jangan meragukan usia orang lain. Apakah hanya karena Bibi sudah dewasa Bibi memiliki IQ yang tinggi?" Pei Zichen menghela napas.

Lu Man tidak bisa mengatakan apa-apa. 

"Wow, berbaring di sini benar-benar nyaman! Sangat nyaman..."

Lu Man masih terdiam. 

"Apakah Bibi pernah mendengar lagu sayur pakcoi?" Saat hampir tertidur, tiba-tiba Pei Zichen teringat sesuatu. Ia tidak bisa tidur dan langsung duduk.

"Bibi tahu lagu ini." Pei Zichen menyanyikan lagu ini kemarin.

"Sayur pakcoi sangat menyedihkan. Dia kehilangan ibunya ketika dia berusia dua tahun. Ketika dia tinggal bersama ayahnya, kehidupan mereka lumayan baik. Ayahnya sangat mencintainya dan memberinya makanan yang enak. Tapi, suatu hari ayahnya menikahi seorang istri dan berkata akan memberinya seorang ibu. Sayur pakcoi awalnya sangat bahagia. Tapi, ibu tiri itu jahat. Ibu tiri hanya memperlakukan dia dengan baik di depan ayahnya. Ketika ayahnya pergi, ibu tiri ini menganiayanya. Sayur pakcoi mengatakan ini kepada ayahnya, tapi ayahnya tidak mempercayainya dan justru memukulnya karena hal ini... Jadi, semua orang mengatakan bahwa setelah memiliki ibu tiri, ayah kita pasti akan menjadi seperti ayah tiri."

"Zichen takut kalau Bibi akan menganiayai Zichen? Zichen, percayalah, Bibi tidak akan menganiaya Zichen!" janji Lu Man.

"Bagaimana mungkin Zichen takut dianiaya oleh Bibi? Apakah Bibi punya hak untuk itu?" Pei Zichen berkata dengan nada meremehkan.

Lu Man terdiam. Bisa-bisa dia mati karena menahan emosi gara-gara menghadapi anak nakal ini!

"Kalau begitu, mengapa Zichen menceritakan itu? Apa Zichen takut pada ibu tiri ini!" 

"Siapa yang takut pada Bibi!" Sebelumnya Pei Zichen takut karena Wang Yunxi menakut-nakutinya. Dia benar-benar takut jika dirinya akan menjadi seperti sayur pakcoi yang menyedihkan itu. 

"Lalu mengapa Zichen tiba-tiba menceritakan tentang sayur pakcoi itu?" 

"Zichen khawatir kalau Ayah akan menjadi seperti ayah tiri bagi Zichen. Ayah sangat menyukai Bibi, bahkan sampai mau makan paprika hijau yang dibencinya. Zichen takut kalau Ayah sangat menyukai Bibi sampai tidak menginginkan Zichen lagi!" Pei Zichen menghela napas.

"Tidak akan, Ayah sangat mencintai Zichen. Ayah tidak mungkin meninggalkan Zichen. Zichen jangan mendengar cerita tentang ibu tiri yang jahat seperti itu. Cobalah dengar yang lain, seperti orang kaya yang mencampakkan istrinya. Zichen jangan terlalu memikirkannya dan menakuti diri sendiri!" Mengapa anak-anak zaman sekarang tidak menonton film kartun, tapi malah menonton film-film yang menyedihkan!

"Kata-kata Bibi masuk akal juga." Pei Zichen mengangguk.

"Tentu saja masuk akal! Zichen harus berpikir bagaimana menjalani hidup dengan baik. Jangan memikirkan hal-hal yang tidak berguna!"