webnovel

Rindu

Sudah beberapa hari mereka hidup tanpa adanya seorang Erick, seorang kepala keluarga yang ada di dalam keluarga Alisha dan Arsen.

Arsen juga terkadang sedih sering minat Mamahnya murung dengan tatapan kosong, itu mungkin karena sedang merindukan sosok Papahnya yang sudah 2 hari lalu pergi meninggalkan rumah.

Mata Arsen berkaca-kaca, menyaksikan mata Alisha kosong. "Mah? Mamah kangen sama Papah ya?" Tanya arsen dengan pertanyaan polos yaitu terhadap mamahnya karena ia melihat sangat jelas bahwa Mamahnya itu sangat merindukan keberadaan Papahnya meskipun baru ditinggal beberapa hari lalu.

Mamah Alisha menatap anaknya itu dalam-dalam. Ia tidak mungkin berbohong di depan Arsen. Maka Alisha menjawab dengan anggukan kepala.

"Mama Memang merindukan Papah kamu. Mama jadi ingat biasanya jika begini kata kamunya saling menghibur Mama ini Sayang bercanda sama mama kita sekarang dia telah pergi mencari uang sedangkan sekarang hanya tinggal kita berdua."

Rasanya ada sedikit berat hati dalam diri Alisa. Namun dunia memaksa dirinya untuk kuat dan tetap terus semangat untuk menjalani hidup karena masih ada arsen yang harus merasakan kehidupan masa depan yang jauh lebih baik dari ini.

"Sama Arsen juga merindukan Papa... Kira-kira Bagaimana ya kabar Papa sekarang? Arsen mau menelepon papa."

Mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya itu seketika membuat Aliza langsung mempunyai ide untuk segera menghubungi suaminya karena hanya itulah yang menjadi pengobat rindu untuk saat ini.

Alisa menganggukkan kepalanya. Benar apa yang dikatakan oleh Arsen itu. "Baiklah kalau begitu biar mama yang menelfon papa."

Mendengar itu wajah yang tadinya ikut sedih menyaksikan mamahnya sedih. Kini sudah berubah menjadi lebih baik, bahkan senyuman lebar yang tercetak jelas dibibir Arsen saat ini.

Alicia memilih untuk mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya. Lalu ia mengetikkan nomor dan segera meletakkan ponsel itu di telinganya berharap bahwa seseorang yang ada di seberang sana akan mengangkat telepon darinya.

Menunggu beberapa saat akhirnya telepon itu angkat tersambung juga dengan seseorang yang ada di seberang sana. Seseorang yang selama ini dirindukan oleh Alisha dan juga Arsen.

"Hallo? Mama sebelumnya papat belum bisa mengatasinya karena di sini Papah kehabisan kuota, jadi masih belum bisa mengabari kalau Papa sudah sampai kemarin malam."

Baru saja telepon itu tersambung suaminya sudah memberikan alasan kenapa kemarin belum bisa mengabari keluarganya yang ada di rumah. Seketika itu Alisha hanya bisa mengangguk mengerti dengan apa yang dirasakan oleh suaminya di sana.

Mungkin saat ini kuota adalah yang menjadi penghambatan untuk mereka, tetapi dengan seiring berjalannya waktu mereka yakin bahwa suatu saat ada hikmah dan juga ada keberkahan atas apa yang telah mereka lalui sekarang ini.

"Iya nggak papa yang penting sekarang mama sudah bisa mengobrol dengan bapak itu pun sudah membuat mama merasa sangat lega dan bisa tahu bahwa Papa di sana sedang baik-baik saja..."

Alisha pun merasa sangat khawatir jika merasa jauh dari suaminya begitupun juga dengan Arsen. Anak kecil itu bisa dikatakan tidak bisa jauh dari papanya yang selama ini sangat memanjakan dirinya.

"Oh iya ini Arsen katanya mau ngomong katanya dia kangen sama kamu..." Alisha sadar bahwa anaknya sudah menanti ingin mengobrol dengan papanya dan saat itu juga alisha memutuskan agar harus hadapi dulu yang mengobrol dengan suaminya.

"Benarkah? Ya sudah mana anaknya Bapak juga ingin ngomong banyak sama dia." Erik juga merasa rindu kepada anaknya padahal baru 2 hari saja Dirinya belum ketemu dengan anaknya namun rasa rindu itu sangat menjelma di seluruh tubuhnya.

Hal ini saja sudah berlangsung dalam jangka waktu 2 hari Namun rasa rindu itu rasanya tidak bisa ditahan Lalu bagaimana dengan 6 bulan kedepan Apakah air mampu menahan rindu terberat ini dari keluarganya?

Entahlah Erik tidak bisa berpikir jernih untuk masa depan dia Apakah dia bisa menahan rasa rindu itu hingga dirinya bisa menyelesaikan tugasnya selama 6 bulan di sini atau tidak.

"Halo Pah..." Lamunan Erick terbuyarkan karena mendengar apa yang dikatakan oleh Arsen di seberang telepon sana.

"Akh... Akh-Iya..." Erick menjawab telepon dari Arsen dengan suara terbata-bata akibat terkejut dari lamunannya.

"Papa kenapa?" Mendengar pertanyaan polos dari arisan itu membuat Erik langsung menggelengkan kepalanya cepat.

"Tidak ada apa-apa oh iya Apakah benar apa yang dikatakan oleh Mama kamu tadi kalau kamu kangen sama papa?" Eric berusaha mengalihkan pembicaraan dengan pertanyaan-pertanyaan arsen tadi.

Arsen dengan cepat langsung menganggukan kepalanya karena memang benar saat ini dirinya sangat sangat merindukan Papa.

Tidak bisa lagi apa yang akan dijelaskan oleh arsen mungkin rindu tidak bisa dikatakan oleh ucapan tetapi rindu bisa dirasakan dalam hati bahkan membekas, sebelum rindu itu kunjung temu maka rindu itu tidak akan pernah sembuh.

"Iya emang benar arsen sangat rindu dengan papa... Padahal baru kemarin Papa pergi dari rumah tapi sekarang arsen sudah merasa rindu sama papa..."

Mendengar suara itu membuat lirik ingin sekali mengelus puncak kepala Arsene seperti biasanya apa yang telah ia lakukan kepada arsen. Ketika anaknya tidak bisa jauh darinya maka tangan selalu mengelus kepala arsip untuk menenangkan anak itu.

Sekarang sudah tidak bisa lagi, Erik mengangkat tangannya membolak-balikkan tangan itu dan merasakan rindu yang amat dalam kepada anaknya. Iya ingat berkat tangan itulah yang memuat arsen saat ini rindu kepadanya.

"Maafin Papa ya... Bapak terpaksa mengambil keputusan ini sehingga jauh dari kalian tapi asal kamu tahu, Papa melakukan ini juga demi kalian jadi tolong maklumi saja apa yang kita rasakan sekarang..."

"Papa juga tahu bagaimana rasanya rindu di sini Papa juga rindu sama kalian, apalagi di sini bapak aja sendirian..."

"Teman Bapak kemana?" Arsen memotong ucapan dari Papa yaitu Karena setelah mendengar bahwa Papanya di sana aja seorang diri tentu membuat pikiran arsen pertanyaannya.

"Ada... tapi dia sedang kerja tidak mungkin dia terus menemani Papa di hotel ini terus, oh iya tolong kasih tahu Mama kamu kalau Papa bisa mulai kerja besok."

Arsen menganggukan kepalanya lalu menatap kearah Alisha. "Kata Papa, papap baru bisa mulai bekerja itu besok."

Alisha mengangguk kecil. "Iya tolong kamu ngomong sama bapak suruh hati-hati ya jaga kesehatan disana."

Arsen menganggukkan kepalanya. "Kata Mama Papa di sana harus hati-hati ya dan jangan lupa jaga kesehatan juga."

Erik tersenyum mendengar itu rupanya istrinya tidak lupa dengan kesehatan saat dirinya pulang atau berangkat pun istrinya tidak pernah lupa untuk mengingatkan dirinya mengenai kesehatan.

"Iya Pasti..."

"Oh iya Bagaimana sekolah kamu?" Tanya Erik.

"Alhamdulillah berjalan dengan lancar pa seperti biasa... Oh iya aku mau ngasih tahu gak tahu besok, Arsen ujian kenaikan kelas."

"Oh iya? Ya sudah jangan main terus belajar yang tekun biar nanti dapat nilai bagus."

Arsen menyengir. "Iya Pah..."

Bersambung....