"aku mencintai mantan istriku, aku mencintai dia dengan jiwa dan ragaku. kau hanya istri pengganti Reista. kau hanya wanita yang kunikahi karena sebuah keterpaksaan! aku tidak pernah mencintaimu, kau wanita bodoh yang dengan mudahnya jatuh dalam bayang bayangku. kau hanya pengasuh untuk anakku Renandra". Ramel mendorong tubuh Reista dengan keras, Reista hanya menangis dan tubuhnya membentur ujung sofa, tanganya terasa ngilu saat dilihat tubuhnya sudah banyak luka. namun mungkin tidak sesakit hatinya saat ini.
"aku mohon Ramel, aku mohon padamu untuk tidak meninggalkan aku. aku bersedia jadi istri keduamu. aku bersedia asalkan kau tidak pergi dari hidupku, jangan tinggalkan aku Ramel". Reista tetap memohon dan memeluk kaki Ramel dengan erat, tidak dia tidak ingin kehilangan suaminya. tak apa jika dia dijadikan nomor dua, tidak apa. asal Ramel tidak pergi dari hidupnya.
"kau wanita murahan Reista! aku membencimu dan aku tidak pernah mencintai kamu!!". Ramel berlalu pergi dari hadapan Reista, kakinya semakin menjauh. Reista hanya melihat tubuh itu dengan tangis yang semakin kencang. "tidak Ramel!!! jangan tinggalkan aku! aku takut sendirian. aku takut Ramel!!!". suasana kamar yang tadinya terang mendadak menjadi gelap, hanya ada kekosongan tanpa cahaya. kegelisahan Reista semakin menjadi dan hatinya semakin pilu dengan semua ini.
"Tidak!!!! Tidak!!! "JANGAN LAGI!!!!".
"Hei, Hei Reista bangun, bangun sayang". Ramel menepuk pipi Reista pelan, keringat dingin bercucuran dari keningnya. semua orang yang ada dikamar itu memandang Reista sedih. kedua orangtua Reista bahkan hanya terdiam dan menyembunyikan kesedihan mereka.
Reista tetap menangis dalam tidurnya, kulitnya sudah dingin saat ini. wajahnya pucat dan keringat dingin bercucuran tiada henti. bahkan dokter yang ada disamping Reista hanya hampir pasrah saat menggosokan tangan Reista dengan lebih cepat. memberikan sedikit dorongan rasa panas, agar Reista terbangun dari tidurnya.
"Ramel... Ramel kumohon jangan tinggalkan aku sendiri. aku takut.....". Reista menginggau nama Ramel terus menerus, Ramel hanya menggenggam tangan satunya dengan rasa takut yang tidak berkesudahan sejak tadi.
"aku disini Reista, kumohon sadarlah". mengecup kening Reista yang dingin itu terus menerus. menyalurkan semua perasaanya dengan kecupan hangat. Ramel tau bahwa saat ini ada satu hatinya yang sedang tercabik. ada satu hatinya yang sedang digerogoti oleh rasa takut.
suara langkah kaki memasuki kamar pribadi Ramel, Tuan Gornio datang bersama seorang pria yang cukup tampan dengan jas dokternya. tampilannya yang rapih dan senyum terukir saat menyapa Ramelson.
"ini Dokter andre, dia psikolog terbaik di negara ini". Dokter bernama andre itu hanya tersenyum dan melihat kondisi Reista. Ramel dan dokter yang menggosok tangan Reista memberi ruang untuk Dokter Andre.
Dokter Andre hanya mengeluarkan sebutir obat dan memasukannya sedikit paksa kedalam mulut Reista, dengan dibantu sedikit Air putih, obat itu tertelan kedalam tubuh Reista. setelah itu dokter Andre memijat ujung kaki Reista dan mengeluarkan minya aroma terapi. terus memijat kaki Reista dikiri dan kanan secara bergantian. sampai merasakan bahwa saat ini kulit Reista sudah semakin hangat dan kembali normal.
"tolong buka jendela kamar ini dan biarkan cahaya matahari masuk serta tolong matikan AC kamar ini, berikan sedikit pengharum ruangan dengan aroma yang disukai pasien. itu akan membantu pikiranya sedikit tenang dan dia akan terbangun tanpa Rasa sakit". Dokter Andre berbicara kepada Ramel, Ramel keluar dari kamar itu dan menyuruh semua Maid melakukan apa yang memang harus dilakukan.
Ramel masuk kembali kedalam kamar diikuti beberapa Maid yang mengerjakan pekerjaan mereka, Membuka jendela kamar dan matahari masuk sedikit silau, udara sejuk juga terasa menenangkan dari arah jendela, aroma bunga lili sudah tercium disetiap sudut kamar Reista.
Ramel melihat kearah Reista saat wajahnya terkena sinar matahari, terlihat lebih segar dan tidak sepucat tadi. nafasnya sudah terdengar teratur dan tidak lagi resah.
"usahakan Ruangan kamar yang ditempati pasien selalu ada sinar matahari yang masuk dan sedikit musik yang menenangkan, pilihlah jenis musik yang tidak mengandung unsur kematian atau kesedihan. cukup musik yang pelan namun membuat pendengarnya tenang dan memberi semangat". Dokter Andre berbicara lagi kepada Ramel, Ramel hanya mengangguk mengerti.
"ughhh.....". Suara kecil Reista membuat semua orang didalam ruangan itu melihat kearahnya, Reista mengerjapkan matanya pelan, matanya yang sayu berusaha terbuka dan beradaptasi dengan silaunya matahari yang masuk. melihat kesekeliling dengan raut wajah mereka yang terlihat lega dan tersenyum.
"aku kenapa?". Tanya Reista pelan.
"kau tadi pingsan karena kelelahan, sekarang kau baik-baik saja dan akan tetap seperti itu". Dokter Andre menepuk pelan pundak Reista dengan tersenyum.
"Terimakasih, aku memang sudah baik-baik saja sekarang". Reista hanya mengucapkan terimakasih, karena sebenarnya ia tidak tau mengapa ia bisa pingsan, matanya melihat keluar jendela dan tersenyum. entah mengapa melihat sinar matahari membuat hatinya tenang dan tidak merasa kesepian. hidungnya mencium aroma yang sangat ia sukai.
Bunga Lili...
Menenangkan.....
Reista melihat wajah Ramel yang memandangnya penuh banyak tanda tanya. Ramel hanya tersenyum saat mata mereka saling beradu.
"kau baik-baik saja", hanya itu yang diucapkan Ramel, kedua orangtuanya mencium kening Reista dan keluar dari kamarnya. memberikan sedikit privasi kepada Ramel dan juga Reista.
"saya tinggal ya, tuan Ramel jangan lupakan pesan saya. setelah lebih baik saya akan kembali untuk melakukan hal lainya". Dokter Andre juga pamit keluar diikuti dengan Tuan Gornio dan semua maid.
Kini hanya tinggal Reista dan Ramel diruangan itu, Ramel duduk disamping kaki Reista dan memegang tangan Reista dengan lembut lalu mengecupnya dengan sayang.
"kau semakin cantik". puji Ramel
"kurasa aku tidak mandi hari ini kan? mengapa juga kau memujiku cantik". Reista hanya tertawa melihat wajah Ramel yang terus menatapnya.
"kau memang cantik, wajahmu saat terkena sinar matahari entah mengapa semakin terlihat berseri". Ramel hanya berucap pelan, dan terus memandang wajah Reista tanpa lelah. hatinya senang saat dilihat perempuan yang sedang berbaring ini baik-baik saja.
"ada apa denganku? apa saat diperjalanan tadi aku tersandung dan aku pingsan?". Tanya Reista penasaran.
"ya kautaulah kecerobohanmu Nyonya Etrrama". kata Ramel sedikit tertawa, Ramel tidak ingin memberitahu Reista bahwa istrinya itu menjerit histeris 3 hari yang lalu dan dilarikan kerumah sakit. Ramel juga tidak ingin memberitahu tentang bahwa dia sudah pingsan hampir 3 hari dengan hari ini. untungnya dokter Andre yang berada di singapura memiliki waktu kosong dan bisa ke negara ini dengan cepat.
"aku belum mandi pasti, kurasa badanku sangat bau". Reista mengendus sendiri badanya, namun ia tak menemukan bau apapun ditubuhnya. pakaiannya juga sudah terganti dengan pakaian tidur.
"kau memang bau". kata Ramel.
"tidak Ramel, ternyata aku tidak bau. aku wangi bunga lili". Reista tertawa seperti anak kecil saat ternyata memang tubunya tidak bau seperti apa yang dia pikirkan tadi.
"tentu saja, karena pengharum ruangan".
"ihhh aku memang tidak bau, lagipula tumben kamar kita kau berikan pengharum ruangan bunga kesukaanku. biasanya kan wangi kayu manis dan mint".
"aku hanya ingin mengganti saja, memangnya tidak boleh?".
"tentu saja boleh, aku suka harum ini. rasanya menenangkan".
"kau suka? jika kau memang menyukainya. seluruh rumah ini akan kuberi pengharum bunga lili". Kata Ramel.
"benarkah?". Reista bertanya sedikit antusias.
"iya sesuai keinginanmu, kau nyonya rumah ini".
"Terimakasih Ramel". Reista langsung memeluk tubuh Ramel erat, Ramel hanya tersenyum dan mengelus punggung Reista dengan lembut. Reista benar tubuh dia tidak bau, sangat wangi bahkan saat ini Ramel tidak ingin melepaskan pelukan ini. pelukan ini menenangkan, Ramel bersyukur bahwa Reista saat ini sudah baik-baik saja. dan akan tetap baik-baik saja.