webnovel

SECRET BOYFIE

Hubungannya bersama Revan yang harus disembunyikan membuat Dika merasa ragu setiap kali Revan mengatakan cinta padanya. Dika menajadi kekasih tersembunyi bagi Revan, begitu pun sebaliknya. Tapi melihat kesungguhan Revan yang mencintainya dengan caranya sendiri, membuat Dika bimbang. Apakah benar Revan mencintainya teramat sangat atau hanya sebuah permainan seolah-olah Revan mencintainya ? Lalu bagaimanakah kelanjutan kisah percintaan antara Dika dan Revan kedepannya ? Dan akan seperti apakah hubungan anatara keduanya ? Akan semakin membaik atau malah semakin memburuk karena hubungan mereka yang terus disembunyikan ?

bbletiie · LGBT+
Classificações insuficientes
8 Chs

UJIAN JADI CALON MENANTU

"Putuskan hubungan kamu dengan anak saya, Revan."

Mendengar ayah berkata seperti itu membuat Dika terkejut bukan main. Hatinya seketika sakit dan tubuhnya gemetar. Dika takut. Dika tidak ingin pisah dengan Revan. Mulutnya kelu saat ingin berbicara.

"Tidak sopan jika kamu tidak menjawab pertanyaan suami saya." Kata Bunda.

Dengan bunda berkata seperti itu, membuat Dika semakin tidak bisa menjawab. Dika bingung harus menjawab apa. Tapi Dika berusaha untuk tetap mempertahankan hubungannya dengan Revan.

"M-maafkan aku om, tante. B-bagiamana pun juga, aku tetap akan di samping Revan. A-ku mencintai anak om dan tante."

Ayah dam bunda terdiam sejenak sebelum mereka berbicara kembali.

"Apa kamu bisa menjamin Revan bisa bahagia sama kamu ?" Kata Ayah.

"Iya om, aku akan menjamin Revan bahagia bersamaku. Baik aku dan Revan akan berusaha membahagiakan satu sama lain."

Ayah menagngguk, "Apa yang kamu tidak sukai dari anak saya ?"

"Sejauh ini, apa pun yang dilakukan sama Revan terhadap aku, nggak ada yang buat aku gak suka sama Revan. Kalau pun sesekali jengkel dan kesal, itu hanya bercandaan Revan saja. Selebihnya Revan sangat baik."

"Apa yang buat kamu suka dari anak saya ?"

"Revan punya kepribadian yang baik om. Dia orang yang membuat aku menjadi orang yang berpandangan luas. Dia orang yang buat aku bahagia dengan hal-hal kecil. Meskipun Revan adalah orang berada. Tetapi dia tidak sombong sama sekali, baik sama aku, teman, atau lingkungannya. Awalnya memang aku gak memiliki rasa sama Revan. Dengan Revan yang dateng sendiri ke aku, bilang jika dia suka sama aku sudah lama, dan dia juga tidak memaksa aku buat nerima dia jika aku gak suka. Revan anak yang baik, karena itu aku suka sama Revan."

"Apa kamu yakin Revan sudah mencintai kamu sepenuhnya ?" Kini giliran Bunda yang bertanya.

"Harus yakin, jika aku sama Revan tidak percaya satu sama lain kalau kita saling cinta, mana mungkin aku terima cintanya Revan."

"Apa yang kamu lakukan kalau tiba-tiba Revan berubah. Misalnya saja menjadi dingin sama kamu, sering hilang, ngehindar dari kamu ?"

"Pastinya aku akan berusaha untuk cari tau kenapa Revan bisa bersikap seperti itu. Gak mungkin Revan berubah kalau tidak ada akar permasalahannya. Gak mungkin juga aku menuduh Revan yang tidak-tidak jika tidak tau masalahnya apa. Kalau sudah ketemu permasalahannya dimana, aku sama Revan bakal bicarain itu baik-baik."

Ayah dan bunda pun saling tatap. Mereka sedikit tersenyum dan bunda mengangguk entah kenapa.

"Ini adalah pertanyaan yang sangat sensitif di hubungan kalian. Bagaimana kalian bisa memberikan keturunan dan cucu buat kami ? Kamu tau sendiri Revan adalah anak semata wayang kami, beberapa tahun kedepan Revan akan menjadi penerus perusahaan kami dan pastinya Revan harus memiliki keturunan agar jika Revan sudah tiada, anak Revan lah yang akan memegang kekuasaan itu."

Kosong. Dika tidak tahu harus menjawab pertanyaan yang ini bagaimana. Dika tidak akan menyangka jika pertanyaan ini akan keluar. Dari segimanapun orang tua pasti ingin menimang cucu dari anaknya. Terlebih jika anak semata wayang. Tidak mungkin Revan memiliki anak jika masih bersamanya. Benar apa yang dikatakan oleh ayah dan bunda. Revan harus mempunyai penerus. Mengingat masa depan Revan yang akan datang. Sudah sangat dipastikan kehadiran seorang anak adalah hal yang penting.

Setelah dipikir dalam-dalam dan Dika siap menjawab pertanyaan ini meskipun menyakitkan.

"Aku akan melepas Revan."

Hening. Ayah dan bunda tidak bertanya lagi, melainkan menunggu Dika untuk melanjutkan kata-katanya.

"Semudah itu ?" kata Ayah tiba-tiba.

"Gak bisa dikatakan dengan 'semudah itu' om. Aku pasti ingin sekali hidup bersama Revan. Menghabiskan hari-harinya bersama Revan. Tapi jika ini permintaan dan hal yang penting bagi Revan dan om, tante. Aku tidak punya kuasa akan hal itu. Jikalau aku dan Revan mengadopsi anak sekli pun, rasanya pasti berbeda dengan anak dari darah daging sendiri. Maka dari itu, aku memilih melepas Revan untuk kebahagiaan agar masa depan Revan bahagia dan harapan-harapan om sama tante terwujud atas kehadiran sosok cucu."

"Bagaimana jika Revan gak mau berpisah dari kamu ? Tapi di sisi lain Revan harus memiliki seorang anak ?"

"Aku akan terus berbicara sama Revan dan kasih dia pengertian. Cinta memang harus dipertahankan, tapi jika cinta itu sendiri menyakiti, lebih baik terpisah. Mencari jalan masing-masing meskipun itu berat. Lagi-lagi itu untuk kebahagiaan. Untuk sesuatu yang realistis."

Setelah itu, senyum mengembang dari ayah dan bunda yang membuat Dika terbingung. Apa yang dikatakannya tadi lelucon bagi mereka ? Atau apa ? Dika tidak mengerti.

Bunda berdiri dari duduknya dan menghampiri Dika lalu duduk di samping. Sedetik kemudian membuat Dika terkejut. Bunda memeluknya sangat erat.

"Ah.. aku sangat menyukai calon menantuku ini sayang."

"Aku juga." Timpal Ayah.

Dika yang hanya terdiam membuat ayah terkekeh. Kemudian ayah memanggil Revan untuk keluar kamar. Revan pun muncul dengan mata yang sedikit sembab.

"Apa anak ayah nangis ?"

Revan tidak menjawabnya, dia dengan cepat menarik Dika dari pelukan bundanya lalu memeluk Dika erat-erat. Menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Dika.

"Oke, kayaknya kita harus pergi yah. Takut ganggu waktu mereka dua-duaan. Yuk." Ajak Bunda.

Ayah mengangguk. Lalau mereka pun meninggalkan Dika dan Revan yang sedang berpelukan itu. Sedari tadi Dika hanya terdiam, Dika rasa ceruknya basah.

"Lho, ko nangis sih ?" Kata Dika.

"Diem." gumam Revan.

Dika hanya terkekeh, baru kali ini melihat Revan nya nangis.

"Cup, cup, cup. Jangan nangis dong. Malu sama badan gedenya."

Bukannya dilepas, Dika malah semakin erat di peluk Revan.

"Ah Revan lepasin ! Sesek tau !"

"Gak peduli."

"Revanza..."

Akhirnya Revan melepaskan pelukan itu. Dia menghapus air matanya dengan cepat.

"Aduh.. bayi gede abis nangis."

"Diem."

Dika tertawa melihat muka Revan yang memerah. Entah kenapa disini Revan yang menangis, bukannya dirinya.

"Udah ah malu. Masa nangis cuma aku di tanya-tanya doang."

Revan tidak menjawab. Dirinya masih merasa campur aduk setelah mendengar acara interogasi oleh ayah dan bundanya itu.

"Di kamar yuk." Ajak Revan.

"Hah ? Ngapain ? Kamu mau apain aku ?"

"Ck, santai aja kali. Aku juga gak bakal 'ambil' kamu. Aku masih tau batasan ya !"

"Apaan batasan, terus yang suka cium-cium apa ?"

"Ya udah sih cicip dikit doang. Lagian kamu juga suka kan ?"

Dika tidak menjawab. Malu sekali jika mengaku dirinya suka sama ciuman Revan.

"Tuh kan suka. Udah deh ayo ke kamar. Butuh energi aku tuh."

"Ya udah makan aja sana kalo butuh energi."

"Emang dari makan doang ? Tidur juga perlu kali. Udah ah jangan bawel. Timbang temenin aku tidur aja gak mau."

"Tapi janji ya jangan apa-apain aku ?"

Revan menghela nafasnya, "Iya janji Dika.. cuma cium aja boleh tapi ya ?"

"Gak."

"Terserah."

Revan pun menyeret pacarnya itu masuk ke dalam kamar. Tapi sebelumnya, Revan mendengar ayah nya berteriak.

"Jangan buka-bukaan dulu Revan !"

"Cium dikit gapapa tapi yah ?!"

"Asal jangan sampe bengkak aja !"

Dika memandang Revan yang sedang tersenyum lebar itu.

"Tuh denger, ayah juga bolehin ko."

"Gak ayah, gak anak. Sama aja." Kata Dika.

"Iyalah, orang kita satu darah. Gimana sih."

Revan langsung menarik Dika ke kamarnya. Mengunci pintu itu dan tanpa aba-aba lagi, Revan mencium Dika. Lelaki kecil itu hanya bisa pasarah menerima ciuman manis dari Revan. Toh, dirinya pun suka.

Dika mengalungkan tangannya di leher Revan. Dengan perlahan, Revan mengangkat tubuh Dika. Menggendongnya dan merebahkannya di kasur king size nya. Ciuman itu tidak dilepas. Revan menindih Dika dengn ciumannya itu.

Dengn perlahan, Revan membalikkan tubuhnya. Kini Dika berada di atasnya sembari mereka berciuman. Tangan Revan menarik selimut yang ada di bawahnya itu. menutup tubuh mereka yang sedang berciuman. Mengingat pesan ayah tadi, Revan melepas ciumannya.

"Tidur dulu." Kata Revan.

Dika hanya menurut saja. Dirinya berpindah dari tubuh Revan ke sisinya. Dengan posesif, Revan memeluk tubuh Dika. Membawanya masuk ke dalam pelukannya. Revan memasukan tangan kirinya diantara leher Dika dan bantal itu. Kini Dika sudah pas berada di dada nya.

Tidak sampai satu menit, dengkuran halu terdengar dari Dika. Revan melirk ke bawahnya dan mendapati Dika yang sudah tertidur lelap. Revan tersenyum.

"Apa pun yang terjadi, aku bakal tetap cinta sama kamu Dika."

Revan pun menyusul Dika ke alam mimpi. Akhirnya keduanya tertidur dengan perasaan yang sama. Mereka saling mencintai satu sama lain.

—tbc.