webnovel

SECRET BOYFIE

Hubungannya bersama Revan yang harus disembunyikan membuat Dika merasa ragu setiap kali Revan mengatakan cinta padanya. Dika menajadi kekasih tersembunyi bagi Revan, begitu pun sebaliknya. Tapi melihat kesungguhan Revan yang mencintainya dengan caranya sendiri, membuat Dika bimbang. Apakah benar Revan mencintainya teramat sangat atau hanya sebuah permainan seolah-olah Revan mencintainya ? Lalu bagaimanakah kelanjutan kisah percintaan antara Dika dan Revan kedepannya ? Dan akan seperti apakah hubungan anatara keduanya ? Akan semakin membaik atau malah semakin memburuk karena hubungan mereka yang terus disembunyikan ?

bbletiie · LGBT+
Classificações insuficientes
8 Chs

MEMINTA RESTU

Setelah kejadian tempo hari, Desi semakin gencar menjahili adiknya dan Revan. Setiap kali Reva datang berkunjung ke rumahnya, pasti Desi selalu saja berhasil mengganggu mereka. Itu yang membuat Dika lebih memilih Revan mengajaknya keluar rumah daripada harus di rumah, diganggu oleh kakaknya yang reseh itu.

Saat ini Revan dan Dika sedang berada di dalam mobil menuju rumah Revan. Baru pertama kali Dika ke rumah pacarnya itu. Rasa khawatir dan senang bercampur menjadi satu. Dika gugup dan gelisah. Bagaimana jika anggota keluarga Revan mengetahui gelagat dari mereka yang sebenarnya mereka itu pacaran, bukan berteman.

Revan mengerti bagaimana perasaan Dika saat ini. Revan sudah memberitahu bahwa ayah dan bundanya itu cukup tegas. Tapi tetap, sisi kelembutan mereka lebih mendominsai. Ayah dan bunda Revan sudah tahu jika Revan itu gay. Pada awalnya mereka tidak menerima akan hal tersebut. Tapi seiring berjalannya waktu, mereka sudah mulai paham dan mengerti apa yang dirasakan oleh Revan. Dengan catatan Revan harus menjadi sosok yang bertanggung jawab jika sudah menemukan tambatan hati.

Revan akui jika kedua orang tuanya itu merasa kecewa. Bukan hanya pada dirinya, melainkan pada mereka sendiri sebagai orang tua merasa gagal dalam mendidik anak. Revan pun mengatakan jika ini bukanlah kesalahan mereka. Perasaannya pun tidak ada yang tahu. Revan juga tidak bisa menyalahkan dirinya sendiri karena perasaan jatuh hati pada lelaki pun tiba-tiba ada dalam dirinya yang seorang lelaki juga.

Terlepas dari hal itu semua, Revan merasa bahagia. Dika adalah sosok yang dirinya idam-idamkan sejak pertama kali bertemu. Dika yang ramah, santun, dan bisa disebut anak baik-baik berhasil merebut hati Revan. Sudah lama sekali Revan ingin menyatakan perasaan pada Dika, namun dirinya masih terus memastikan apakah perasaannya itu nyata atau hanya kekaguman sesaat pada Dika.

Butuh waktu berbulan-bulan Revan mempertimbangkan perasaannya ini. Dan pada akhirnya Revan memantapkan diri jika memang 'ya' dirinya mencintai seorang Dika.

Tak lama kemudian, mereka pun sampai di rumah Revan. Degup jantung Dika semakin berdetak kencang. Rumah megah, mewah, dan besar di sana sudah menyuguhi matanya. Sangat berbading jauh dengan keadaan rumahnya.

"Ayo." Kata Revan.

Dika pun mengangguk. Mereka berdua pun turun dari mobil itu. Yang terlihat saat bertama kali Dika turun adalah perkarangan rumah Revan yang sangat luas. Ada empat bagian taman di pekarangan tersebut. Di tengahnya terdapat kolam ikan bulat yang diatasnya ada jembatan kecil menuju rumah itu. Dika yakin ini lebih cocok disebut istana daripada rumah.

Satu kata yang terlintas di benak Dika. "Apa aku pantas bersanding dengan Revan ?"

Saat Revan berjalan masuk ke dalam rumah. Dika hanya bisa menghentikan langkahnya tepat setelah masuk dari pintu gerbang. Rasanya ingin pulang saja jika mengetahui Revan sekaya ini. Dika merasa sangat jauh untuk bersanding dengan Revan.

Merasa Dika yang tidak ada di belakangnya, Revan pun melirik. Dirinya melihat Dika yang sedang diam di belakangnya. Lantas Revan pun kembali jalan ke arah Dika.

"Kenapa, hm ?" Kata Revan sembari menggenggam kedua tangan Dika.

Dika hanya tersenyum. Dirinya hanya merasa kecil dihadapan Revan sekarang.

"Hei.. kamu kenapa sayang ?"

Revan menangkup wajah Dika yang kini sudah banjir dengan air mata itu. Revan tak mengerti mengapa Dika menangis tiba-tiba. Dengan cepat, Dika berusaha untuk berhenti memangis dan menghapus air matanya.

"E-enggak, cuma.." Sungguh Dika tidak bisa berkata-kata.

Lantas Revan pun memeluk Dika, menenangkan pacarnya itu. Bukannya berhenti menangis, tangisan Dik malah semakin menjadi. Dika menangis di pelukan Revan.

"Sssttt... gapapa. Ayah sama bunda gak akan marah."

Bukan, bukan itu yang Dika takutkan. Tentu saja mereka tidak akan marah, tapi apa mereka akn menerima Dika ? Bagaimana jika mereka meminta Revan untuk memutuskannya ? Dika tidak mau, Dika sayang pada Revan. Dika cinta sama Revan. Hanya Revan.

Beberapa saat kemudian, Dika pun terhenti dari tangisnya. Revan melepaskan pelukannya dan mengusap wajah Dika untuk menghapus jejak air matanya.

"Kenapa kamu nangis ? Bilang sama aku."

Revan menatap Dika dengan penuh khawatir dan sayang secara bersamaan membuat Dika bingung harus menjelaskan dari mana.

"Van.."

"Iya."

"Apa aku pantas sama kamu ?"

Revan terkejut mendengar hal itu. Kenapa Dika bertanya seperti itu padanya.

"Kamu pantas bersama aku Dika. Kata siapa kamu gak pantas ? Aku yang udah pilih kamu, jadi kamu pantas buat aku."

Dika terdiam sejenak, "T-tapi Van, aku hanya orang kecil dan kamu orang berada. Harusnya kamu pilih orang yang setara sama kamu Van."

Revan terheran dengan apa yang dikatakan oleh Dika. Ternyata masih ada orang yang berpikiran seperti itu. Termasuk Dika. Revan menghela nafasnya lalu menundukkan sedikit kepalanya.

"Kita sama aja Dika.. soal harta itu hanya sementara. Aku, kamu dan semua orang sama di mata Tuhan. Gak ada istilah orang kecil dan orang berada. Itu tergantung apa yang diberikan pada kita. Ada yang beruntung ada juga yang masih berproses untuk menjadi beruntung. Dengar, kita itu sama Dika. Sama. Jangan merasa jadi kecil hanya karena harta yang sifatnya sementara."

"Tapi Van—"

"Enggak Dika. Kita sama."

Dika melihat keseriusan dari mata Revan. Sosok lelaki dihadapannya ini memang bersungguh-sungguh dalam mengatakannya.

"Kenapa kamu pilih aku Van ?"

Revan tersenyum, "Karena kamu punya hati yang kaya. Karena kamu punya apa yang aku cari. Karena kamu punya apa yang aku inginkan. Kamu sosok yang sempurna dimataku Dika. Sosok yang aku dambakan sejak lama."

Perasaan Dika kini mulai membaik. Apa yang dikatakan oleh Revan ada benarnya juga.

"Maaf."

"Gapapa Dik, yang terpenting kamu sudah paham apa yang aku bilang tadi."

Dika mengangguk. "Ya udah, ayo masuk."

Revan pun menggegam tangan kanan Dika dan membawanya masuk ke dalam rumah. Semakin dekat denganr rumah, semakin erat Dika menggem tangan Revan. Ibu jari Revan mengelus punggung tangan Dika untuk menenangkannya.

Sesampainya di dalam rumah itu, Dika sangat disambut dengan ramah. Seorang maid yang ada di sana langsung memberikan satu gelas jus mangga.

"Makasih."

"Sama-sama, den."

Setelah itu maid itu pergi. Revan masih setia menggengam tangan Dika. Dirinya tidak ingin melepaskan tangan yang pas di genggamannya itu.

"Ayah.. bunda... aku pulang." Kaya Revan dengan lantangnya sehingga menggema di rumah besar itu.

Tak lama kemudian, seorang pria tinggi dengan rambut yang sedikit putih namun tampak masih segar dan memakai kacamata didampingi seorang wanita yang berambut lurus sebahu. Mereka turun dari lantai atas dengan elegan. Kedua saling menggenggam satu sama lain.

Dika bisa merasakan aura tenang dan mengintimidasi secara bersamaan. Setelah mereka sampai di hadapan Dika, sekarang Dika tahu darima asal ketampanan Revan dan tubuh tingginya itu. Bersanding dengan ayahnya seperti pinang dibelah dua. Tidak jauh berbeda. Mungkin saat ayah Revan muda juga sangat mirip seperti Revan.

"Ini siapa Van ? Anaknya manis." kata bunda.

Dika tersenyum saat bunda memanghilnya manis.

"Giman kalo kita ke ruang tengah. Gak enak kan kalo ngobrolnya sambil berdiri." ujar Revan.

Akhirnya mereka pun menuruti ala kata Revan. Di ruang tengah inilah mereka sekarang. Masih dengan suasan yang kaku bagi Dika. Tangannya tidam di lepas oleh Revan membuat Dima malu.

"Biar Revan jelsin dari awal lagi ya yah, bun." kata Revan dan mereka pun mengangguk.

"Seperti apa yang ayah sama bunda tahu orientasi seksual aku. Dan aku yang selalu ceritain sosok yang aku bakal kenalin ke ayah sama bunda."

Revan terdiam sebentar, "Ayah, bunda. Kenalin, ini Dika. Pacar aku."

Ayah dan bunda langsung mengalihkan pandangannya ke arah Dika. Merasa ditatap, Dika pun memperkenalkan dirinya kembali.

"Om, tante. Nama aku Dika, Dikara Chandra. Aku anak bungsu dari dua bersaudara. Seperti apa yang dikatakan Revan, aku adalah pacar anak om sama tante."

Hening.

Tidak ada respon baik dari ayah da bunda membuat Dika dan Revan cemas. Mereka memang terlihat tenang, tapi tidak tahu dengan isi hati dan pemikiran mereka. Cukup lama terdiam hingga akhirnya ayah pun angkat bicara.

"Revan, kamu masuk ke kamar."

Dika semakin takut dengan hal ini. Dirinya menggenggam tangan Revan kuat-kuat. Revan pun terkejut dengan hal ini.

"Tapi yah—"

"Revan.. masuk ke kamar. Dika gak akan diapa-apain sama bunda, sama ayah. Kita mau bicara sama Dika dulu." Kata Bunda.

Akhirnya Revan pun hanya bisa pasrah jika bunda yang sudah menyuruhnya. Dengan berat, Revan melepas genggaman tangan pada Dika. Revan menatap sebentar Dika lalu dirinya pun pergi meninggalkan Dika yang akan di interogasi oleh ayah dan bunda.

Setelah Revan benar-benar masuk kamar. Dika hanya bisa terdiam. Dirinya harus siap dengan apa pun pertanyaan dan keputusan dari kedua orang tua Revan.

"Dika."

"Iya om."

"Putuskan hubungan kamu dengan anak saya, Revan."

—tbc.