webnovel

SECRET BOYFIE

Hubungannya bersama Revan yang harus disembunyikan membuat Dika merasa ragu setiap kali Revan mengatakan cinta padanya. Dika menajadi kekasih tersembunyi bagi Revan, begitu pun sebaliknya. Tapi melihat kesungguhan Revan yang mencintainya dengan caranya sendiri, membuat Dika bimbang. Apakah benar Revan mencintainya teramat sangat atau hanya sebuah permainan seolah-olah Revan mencintainya ? Lalu bagaimanakah kelanjutan kisah percintaan antara Dika dan Revan kedepannya ? Dan akan seperti apakah hubungan anatara keduanya ? Akan semakin membaik atau malah semakin memburuk karena hubungan mereka yang terus disembunyikan ?

bbletiie · LGBT+
Classificações insuficientes
8 Chs

IKUTI AJA APA KATA AKU

Pagi mulai menyapa lagi. Seperti apa yang dikatakan oleh Revan, lelaki itu sudah berada di halaman rumah Dika. Jam di tangannya masih menunjukkan pukul enam pagi, mungkin Revan terlalu bersemangat untuk pergi sekolah bersama pacarnya itu. Perlu diketahui, Dika adalah pacar pertama bagi Revan.

"Dika... sekolah yuk !" teriaknya tanpa rasa malu sedikit pun. Beberapa tetangga hanya melihatnya tersenyum. Sudah biasa bagi mereka melihat anak-anak SMA masih bertingkah layaknya anak SD.

Dika pun keluar dari rumahnya, menjinjing sepatu di tangan kirinya. Melihat hal itu, Revan pun langsung turun dari motornya dan menghampiri Dika yang sibuk memasang sepatu.

Chup!

Satu kecupan mendarat di pipi Dika. Lelaki mungil itu terkejut dan langsung menutup pipinya.

"Revan ! Kalo ada yang liat gimana ?"

Revan hanya tersenyum lebar menampakkan gigi rapi dan putihnya itu

"Seesekali boleh Dik hehe..."

Dika mengerlingkan matanya malas dan fokus lagi untuk menalikan tali sepatunya.

"Pacarnya jangan di cuekin gini dong sayang.."

Dika hanya menghela nafasnya dan menatap tajam dengan muka datarnya itu. Bukannya Revan takut, tetapi dirinya semakin gemas dengan Dika.

"Jangan gitu, nanti aku cium kamu nih."

"Gak sopan !"

Saat saling tatap, ibu Dika muncul begitu saja sembari membawa segelas susu ditangannya.

"Eh ? ada temennya Didik ya.."

Mereka terkejut lalu melirik ke arah ibu yang sedang ada di ambang pintu.

"Kenapa kamu gak bilang nak kalo ada temen kamu ?"

"Aku juga gak tau kalo Revan bakal ke sini."

"Jemput kamu ?"

"Iya tante."

Itu Revan yang menjawab, dirinya mendekati ibu dan mencium tangannya.

"Selamat pagi tante cantik."

"Eh ? Ah bisa aja kamu."

Dika hanya terdiam melihat interaksi pacar—yang diakuinya sebagai teman jika bicara dengan ibunya, dan ibunya yang saling bercengkrama.

"Oh ini minum dulu susunya nak." kata ibu sembari memberikan gelas berisi susu itu.

Dika menyadari satu hal. Saat dirinya sedang minum susu, Revan menahan tawanya mati-matian hingga mukanya merah padam. Dengan segera, Dika menghabiskan susu itu dengan cepat lalu memberikannya pada ibunya kembali.

"Ini bu, aku berangkat." kata Dika sembari berlalu dan mencak-mencak.

"Eh ? Dika kenapa, gak kayak biasanya dia ngambek kayak gitu."

Revan terkekeh, "Ada yang bikin anak tante jengkel kali."

"Masa sih ?"

"Mungkin. Ya sudah tan, aku sama Dika berangkat sekolah dulu."

"Iya hati-hati. Bawa motornya jangan ugal-ugalan. Jaga Dika ya."

"Aduh ibu mertua." kata Revan dalam hati.

"Iya tante, siap."

Ibu hanya terkekeh. Kemudian Revan pun menyusul Dika yang sudah berdiri di sebelah motornya sembari melipatkan tangan di dadanya.

"Anak manis gak boleh ngambek gitu, nanti manisnya ilang lho."

Dika tidak menggubris, dirinya masih kukuh untuk diam seribu bahasa.

"Iya deh aku minta maaf. Aku gak ketawa lagi kalo kamu minum susu. Jangan ngambek lagi ya.."

"Ck! Apaan sih. So tau !"

"Itu sih, kamu ngambek karena aku ketawain kamu minum susu kan ?"

Dika menatap tajam pacarannya itu, "Emang salah gitu anak SMA masih minum susu ? Enggak kan ?"

"Iya nggak ko nggak. Udah jangan ngambek lagi." Bujuk Revan sembari menaiki motornya da memberikan helm pada Dika.

Dika hanya menghela nafas lalu mengambil helm itu dan memasangnya. Revan mengulurkan tangannya untuk membantu Dika menaiki motornya. Di rasa sudah aman di jok belakang, Revan langsung menjalankan motornya, menyalakan klaksonnya untuk pamit pada ibu Dika.

Ibu mengangguk dan melambaikan tangannya, "Hati-hati." Katanya.

Revan dan Dika hilang dari pandangan ibu. Di teras rumah itu, ibu duduk sembari mengulas senyuman samar di wajahnya.

"Apa pun yang menjadi bahagiamu, Dika. Ibu akan mengizinkannya."

Setelah itu, ibu masuk sembari membawa gelas yang tadi berisi susu itu.

Saat dijalan, Revan mengarahkan motornya ke gang kecil yang berada di samping sekolah itu. Dika mengerenyitkan dahinya tat kala motor Revan berhenti di sana.

"Lho, ko berhentinya di sini ?" tanya Dika.

"Kamu turun di sini." Kata Revan samar.

"Turun di sini ? Kenapa gak masuk aja langsung ke sekolah."

"Dika.. ikutin kata aku."

Sedikit merasa sakit hati, Dika pun turun dari motor dan melepaskan helmnya. Begitupun dengan Revan yang melepas helm full face nya.

"Revan kenapa ko—"

"Dika.. dengerin aku dulu, bisa ?"

Dika menatap lelaki yang berstatus pacarnya itu dengan bingung. Dengan berat hati Dika pun menganggukkan kepalanya.

"Kamu gak lupakan kalo kita pacaran sembunyi-sembunyi ?"

Dika mengangguk.

"Nah, maka dari itu sebisa mungkin kita juga gak terlalu mencolok. Aku akan tetap antar jemput kamu kalo aku gak sibuk. Aku akan turunin kamu di sini, nah kamu bisa masuk lewat pintu itu." Kata Revan sembari menunjuk ke pintu yang ada di samping sekolah itu, tepat menghadap ke gang kecil itu.

"Tapi kenapa ? Bukannya mereka juga gak akan curiga kalo kita pacaran."

"Iya aku paham Dik, tapi sebelum-seblumnya apa kita dekat ? Belum kan ? aku gak mau kamu ditanya ini itu perihal kenapa aku bisa berangkat sekolah sama kamu."

"Ya tinggal jawab aja kebetulan ketemu di jalan."

"Masa iya setiap hari ?"

Jika di pikir, Dika setuju juga dengan Revan. Kebetulan tidak akan setiap hari.

"Jadi aku mohon ya pengertiannya dari kamu. Aku beneran cinta sama kamu Dika, makannya aku gak mau kamu kenapa-kenapa. Terlebih sama geng si Rina itu. Kamu tau sendirikan gimana obsesinya dia pengen banget aku jadi pacarnya ? Aku takut kamu di serang sama geng itu."

Apa yang dikatakan oleh Revan benar adanya, Dika pernah mendengar desas desus jika Rina terlalu terobsesi dengan Revan. Perempuan itu tak akan segan-segan mengganggu dan menyingkirkan siapa pun yang berdekatan dengan Revan. Jika Rina tidak bisa mendapatkan Revan, maka orang lain pun tidak akan bisa. Katanya begitu prinsip Rina karena obebsesinya itu. Terdengar gila memang.

"Kalo kamu takut, kenapa kamu mau sama aku ? Gak sama si Rina aja, biar kamu gak khawatir aku juga aman."

Revan menghela nafasnya panjang, memang harus ekstra sabar menghadapi Dika yang super polos ini yang tidak tahu-menahu tentang dunia percintaan. Revan yakini itu.

"Dika sayang.. kamu turuti apa yang aku katakan oke ? Kamu percaya kan sama aku ?"

Dika diam, dihatinya masih ada kebingungan atas apa yang sedang Revan lakukan.

"Dika.."

"Apa kamu cuma mau mempermainkan aku aja Van ?"

Revan terkejut, pasalnya dirinya tidak akan menyangkan jika Dika akan berpikir sejauh itu. Ayolah, mereka baru saja pacaram kemarin sore. Mana mungkin Revan mempermainkannya. Lelaki itu sangat mencintai Dika.

"Dika kenapa kamu bertanya kayak gitu ? Nggak, aku gak mempermainkan kamu Dika. Aku cinta sama kamu."

"Tapi kenapa kamu gak mau aku bareng sama kamu ?"

"Dika.."

"Kalo kayak gini jadinya, harusnya dari awal aku gak—"

Dika tidak sempat melanjutkan bicaranya karena Revan menciumnya. Tepat di bibir ranumnya. Dika terkejut akan hal itu meskipun hanya sebentar. Ciuman pertamanya telah diambil begitu saja karena terdesak.

"Jangan bilang yang nggak-nggak Dika, yang penting sekarang kamu udah di sekolah, terus masuk ke kelas kamu. Nanti aku bakal jelasin gimana hubungan kita kedepannya, paham ?"

Dika lagi-lagi ragu akan cinta Revan padanya. Namun Dika tak mau lelah di pagi hari seperti ini. Dika memutuskan untuk mengikuti apa yang di katakan oleh Revan. Mungkin benar adanya, ini untuk kebaikan dirinya dan Revan.

"Iya, maafin aku."

Revan tersenyum, "Gapapa, aku ngerti."

Sebelum pergi, Revan mengelus kepala Dika sejenak. Setelah itu, Dika masuk melalui pintu samping sekolah itu bersama beberapa orang lainnya.

"Aku akan terus membuatmu mengerti bahwa aku benar-benar mencintaimu Dik." kata Revan dalam hatinya.

Setelah itu, Revan pun melajukan lagi motornya dan memasuki sekolah itu. Revan dengan segala rasa cintanya untuk Dika. Lelaki itu sudah memantapkan hatinya jika Dika akan selalu menjadi miliknya. Hanya miliknya, Revanza Reza.

—tbc