webnovel

School of Persona

Bagaimana rasanya hidup sebagai remaja di tahun 2042-2043? Ditengah perkembangan zaman yang semakin pesat dan kompetitif? Mereka itulah yang disebut sebagai ‘Generasi Emas Indonesia 2045’. Berdirilah School of Persona (SP). Sebuah asrama yang dibangun sebagai tempat pembinaan kompetensi dan kepribadian para remaja SMA penerima Haikal Scholarship in Leadership (HSL). Penghuni asrama elit itu sangat heterogen, mereka dituntut untuk memahami berbagai perbedaan persona di dalamnya. Mereka memiliki sisi yang membanggakan, normal, hingga 'liar' secara bersamaan. Bukan kamuflase, itu hanya ukum tiga wajah; pribadi; keluarga; publik. Banyak persoalan, rahasia dan masalah muncul diantara mereka, lama kelamaan membesar, lalu meledak sebagai bom waktu. Lalu, mampukah mereka membangun diri sekaligus menghadapi tantangan besar generasi mereka itu? Unlock the answer by reading this story! ------ Halo, Readers! Selamat datang di novel keempat Aleyshia Wein. Konsep novel ini adalah Fiksi Realistik dengan sentuhan Literary Fiction. Meskipun demikian, sisi romantis akan tetap ada tipis-tipis, baik diantara para penghuni School of Persona, atau Adriana dan Haikal. Author menyarankan untuk terlebih dahulu membaca karya kedua Author yang berjudul 'Laboratory Doctor and Activist' untuk lebih dekat dengan karakter dan kisah Adriana Gerrie dan M. Faqih Haikal yang terbilang cukup filosofis mendasari berdirinya The School of Persona. Seperti biasa gaya bahasa akan cenderung teknis, dan beberapa istilah advanced akan dijelaskan dalam notes Author. Happy reading! Regards, Aleyshia Wein.

aleyshiawein · Adolescente
Classificações insuficientes
268 Chs

Tim Proyek Mendadak

Akhir pekan, kegiatan bersih-bersih asrama alias kerja bakti dilakukan sebagaimana mestinya. Asrama besar itu tak selalu mengandalkan petugas kebersihan yang dipekerjakan. Kekompakan dan bonding adalah esensi utama dari kegiatan sederhana yang bagi sebagian mereka adalah pelepas stress terbaik. Meskipun, tak semuanya bersemangat karena lebih ingin beristirahat di kamar masing-masing. Tidur sampai siang, misalkan.

Tapi sayang tak akan bisa, karena Nalesha, Presiden mereka yang menggemari kegiatan outdoor itu sudah mengetuk kamar mereka satu per satu, dan yang tak turun membantu akan tetap disisakan pekerjaan alih-alih denda sekian rupiah.

Ya, Nalesha antidenda material.

Tanggung jawab, ya tanggung jawab.

Pun, itu adalah sisipan pelajaran, bahwasanya uang tidak boleh dijadikan cara melegalkan kelalaian dalam bekerja.

"Nalesh Nalesh Nales! Ambilin sapu lidi dong tolong," pinta Dhaiva, tengah sibuk membersihkan taman penuh pot bunga di depan bersama Leon dan Abidin.

"Nih, tangkep!"

Capítulo Bloqueado

Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com