Mereka makan dalam diam, tetapi Ravi masih memikirkan pertanyaan menggantung yang dia lontarkan tentang Daniel sebelumnya. Raymond tidak menjawab, tetapi Ravi entah mengapa yakin bahwa apa yang Ravi tanyakan adalah kebenarannya.
Ravi terbatuk kecil ketika dia merasakan tatapan dari seseorang seolah melubangi kepalanya dari belakang. Ravi menoleh ke belakang dan tidak ada siapapun yang menatap tajam ke arahnya di sana, tetapi hal itu membuat Ravi semakin menjadi gelisah.
"Ravi, bisakah kita pergi dari sini? Orang-orang melihat Ravi terus," kata Raymond gelisah dalam duduknya dengan mata yang sejak tadi menatap ke sekeliling mereka. Mungkin saja ini adalah kali pertama Raymond berada di depan umum seperti ini sehingga membuatnya berpikiran seperti itu.
Ravi menghela napas kasar, tidak mungkin seseorang memperhatikan dia. Ravi sadar bahwa dirinya tidak mengenakan pakaian mencolok yang menarik perhatian orang lain untuk pantas dikomentari. "Abaikan saja, kamu pasti salah."
Ravi meneguk air hingga tandas dan segera bangkit berdiri, diikuti Raymond. Namun, Ravi menekan tangannya pada bahu Raymond untuk membuatnya kembali duduk dengan tenang. "Kamu tetap di sini, aku akan ke toilet sebentar."
Raymond tampaknya tidak setuju tentang itu, pria itu menggeleng keras dan seolah dia bisa menangis kapan saja sekarang. "Tidak, aku harus terus bersama Ravi."
"Raymond, aku hanya ke toilet sebentar. Jangan mengikutiku." Setelah mengatakan itu Ravi langsung bergegas untuk ke toilet karena dirinya tiba-tiba saja hendak mengeluarkan semua kembali isi perutnya.
Sepanjang perjalanan ke sana Ravi baru menyadari perasaan ada sesuatu yang salah, tetapi dia tetap berjalan pada lorong redup tempat itu. Ravi membuka pintu besar dan berjalan menuju bilik tertutup, tetapi bahkan Ravi belum sempat untuk bergerak masuk sesuatu menarik dirinya kuat dan membantingnya ke dinding.
Ravi merasakan rasa sakit pada punggungnya, dia meringis membuka matanya untuk mendapati seseorang yang tak Ravi kenal telah menekannya ke dinding. Tatapan itu, Ravi sangat mengenalnya, perasaan takut, waspada serta panik mulai menjalari dirinya dengan kemungkinan yang bisa terjadi jika saja dia tidak bisa melawan dan keluar dari situasi ini.
"Siapa kamu? Apa yang kamu lakukan?" Ravi mendorong dada pria yang lebih tua darinya itu, merasa sangat jijik dengan bagaimana dia mengendus Ravi serta menyeringai.
Dengan kondisi badan Ravi yang sebelumnya memang terasa sangat lemah dorongan serta tendangan Ravi berikan tampak tak berarti apapun, cengkeraman tangan pria itu di bahunya begitu kuat dengan jemarinya seolah menembus kulit Ravi.
"Begitu aku masuk ke dalam restoran ini, aku langsung melihat malaikat. Bagaimana aku bisa mengabaikannya begitu saja." Suara pria itu berbayang di depan wajah Ravi dan segera saja Ravi menyesali tidak mengajak Raymond ikut serta bersamanya.
"Lepaskan aku, kamu menjijikkan!" Ravi tidak pernah berhenti untuk memberontak. Tangan kasar mencoba masuk lebih dalam pada baju Ravi membuat dia menggeliat, perasaan jijik tak tertahankan membuat Ravi menendang pria itu kuat-kuat.
Ravi tersentak tatkala sebuah tangan telah mendarat di celananya dan menyentak terbuka. "Jangan berpura-pura kamu tidak menyukai ini. Aku yakin kamu adalah pria sewaan, kamu pasti sudah banyak menangani hal-hal semacam ini."
Ravi menatap pria itu marah, matanya berkilat dengan tubuh memberontak untuk keluar dari cengkeramannya. Namun, pria itu jauh lebih besar dari Ravi dengan tangannya sekarang melingkar di lehernya kuat.
Dia berteriak kencang berharap Raymond mendengarnya dan menyelamatkan Ravi segera. Namun, orang ini telah membekap mulutnya dengan tangan yang berpindah dari lehernya. Mata penuh napsu itu menatap Ravi dengan seringaiannya lantas berkata, "Kamu sebaiknya diam. Aku akan membayar mahal."
Air mata telah lolos dari matanya, situasi seperti ini tampaknya tidak pernah lepas dari hidupnya. Dia bertanya-tanya apakah pada akhirnya Ravi akan selalu seperti ini? Bagaimana bisa seorang pria hendak memperkosa pria lainnya?
Sebuah jari menelusup masuk ke dalam dirinya, membuat kaki Ravi menjadi goyah. "Aku tidak menyangka kamu masih begitu sempit."
Ravi tidak ingin mendengarnya, dia berharap Raymond datang. Jari lain bertambah serta bergerak cepat di dalam dirinya dan hal itu membuat Ravi kehilangan keseimbangan tubuhnya yang langsung ditahan orang ini. "Aku tahu kamu akan menyukainya."
Ravi menahan napas ketika jari-jari itu keluar dari dalam tubuhnya di susul dengan suara jatuh dari benda keras membentur lantai. Pria asing itu tidak Ravi sangka jatuh tergeletak tepat di bawah kakinya tak sadarkan diri. Ravi mengangkat pandangannya melihat Raymond terengah-engah dengan pisau makan di genggaman tangannya telah berlumur darah.
Dia melihat sekali lagi orang yang mencoba untuk menodainya telah terkapar dengan lehernya masih mengeluarkan cairan merah pekat mengotori lantai menyebabkan Ravi kehilangan kata-katanya.
Mata Raymond dingin, wajah itu tanpa ekspresi berpaling dari Ravi menatap sosok tubuh terbaring diam itu, Ravi tidak memiliki kuasa untuk menahan Raymond ketika dia melesat ke arah tubuh tak berdaya itu.
Raymond berjongkok mengayunkan pisau dengan kuat hingga tertancap pada punggung tangan pria asing. Ravi menarik napasnya melihat bagaimana Raymond melakukannya dengan penuh kebencian di setiap ayunan pisaunya yang tanpa henti menusuk tangan hingga tak terlihat berbentuk lagi. Ravi yakin bahwa pria itu telah mati setelah Raymond menggorok lehernya. "Beraninya dia menyentuh Ravi dan ini akibatnya."
Raymond membunuh seseorang yang mencoba untuk memperkosa Ravi di sebuah toilet restoran. Pemandangan mengerikan di depan Ravi, anehnya terasa familiar dan dia tidak merasa takut serta ngeri melihat tampilan itu.
Dia memandang bagaimana Raymond membalik tubuh tak bernyawa dan dia mengayunkan kembali pisau kecil itu tepat mengenai salah satu mata. "Mata ini, beraninya dia melihat Ravi."
Ravi seolah tersadarkan dari dirinya sendiri, dengan cepat kembali menarik menutup celana dan berjalan tertatih menuju Raymond. "Cukup Raymond. Apa yang kamu lakukan ini? Bagaimana jika seseorang melihatnya."
Raymond mendongak melihat ke arah Ravi dalam sekejap sorot mata itu kembali menjadi seseorang yang Ravi kenal. Raymond melempar asal pisaunya menimbulkan suara berdenting membentur lantai. Tangannya dipenuhi dengan noda darah yang semakin menetes ketika pria itu bangkit berdiri dan melangkah ke arah Ravi. "Dia pantas mendapatkannya Ravi, dia menyentuh dan menyakiti Ravi. Aku harus melawan diriku sendiri dari perintah Ravi sebelumnya untuk sampai ke sini dan membuat pelajaran untuknya."
Air mata mengalir perlahan membasahi pipi Raymond dan hal itu membuat Ravi menjadi cemas serta panik kalau-kalau seseorang datang. "Jangan menangis Raymond, bagaimana dengan ini semua? Seseorang akan menangkap kita, Raymond."
"Tidak ada yang bisa menyakiti Ravi, aku ada di sini."
Ravi memejamkan matanya erat bersandar di wastafel merasakan tubuhnya yang terasa sangat letih. Hidupnya benar-benar jungkir balik sekarang dan Ravi tidak bisa mengeluh lagi.
"Ravi, bisakah aku mencium Ravi sekarang?" Seketika Ravi membuka matanya lebar setelah Raymond mengatakan hal itu dengan mudah, Raymond telah berdiri di hadapannya dengan mata mereka saling terhubung.
"Kamu baru saja membunuh seseorang, Raymond? Apakah kamu tidak mengerti, orang-orang akan datang, polisi akan menangkap kita."
Raymond justru menggeleng, pancaran matanya meredup. "Jika Ravi menciumku, semua akan baik-baik saja. Aku bersumpah."