webnovel

savior of lov

Alaska gadis pendiam yang dikira bisu di sekolah nya. menjadi sasaran bullying sudah ia lakoni sejak lama, tanpa ada pembelaan sama sekali. ketiga pemuda yang seolah-olah adalah hero untuk nya datang berangsur angsur untuk menyelamatkan kehidupan sekolah nya yang jauh dari kata baik. mereka adalah Gara, fagan, dan El niat nya hanya membantu karena tidak tega. tapi, semakin lama semakin menjadi. mereka jatuh cinta pada Alaska who the winner? winner of the heart break? ~ Alaska with the prince ~

Matapenaku · Adolescente
Classificações insuficientes
18 Chs

Jadi rebutan

"kalau aku boleh tahu, memangnya ada masalah apa dengan Meera sampai kau tega melakukan hal tadi??" 

Alaska terlihat sangat penasaran dengan apa yang di saksikan dan yang ia lalui beberapa waktu lalu. Ia hanya melihat raut muka El yang tidak dapat di artikan.

"Aku dan Meera sudah putus. Kami sudah tidak punya hubungan apa apa lagi" 

Ingin rasanya Alaska kembali bertanya. Namun sekarang ini ia masih takut untuk membuka suara kepada El.

"Apa kau marah karena aku hampir nekat melakukan hal tadi?" Tanya El tak ingin Alaska marah.

"Hampir nekat, jadi kau benar benar hampir ingin melakukannya ya!?" Alaska membelalak kaget dengan penuturan El. El langsung mengulum bibir karena merasa salah ngomong.

"Nggak, maksudku-," 

"Sudahlah nggak apa apa, tapi setelah semua ini Meera tidak akan tinggal diam. Dia akan menganggap aku penghianat" 

El meliriknya. Cewek di depannya itu tampak gelisah memikirkan perasaan orang lain.

"Maafkan aku sudah melibatkan mu" 

Alaska menatapnya dan berpikir sejenak. Ia berpikir baru kali ini dapat kesempatan untuk berbicara lebih dekat dengan El meskipun dengan masalah yang mengelilingi mereka.

"Aku tidak mau tanya apa apa lagi, tapi aku ingin tahu seberapa besar rasa cintamu untuk Meera sampai kau putus darinya? Padahal kan Meera baik baik saja" 

"Kau tidak tahu apa apa. Meera bukanlah orang yang kau kenal, dia bukan orang yang baik" 

El menggenggam tangan Alaska dengan penuh penghayatan. Tingkahnya mengundang rasa gugup dalam diri Alaska. Cewek itu tidak menyangka akan bersentuhan dengan El seperti sekarang ini mereka lakukan. Alaska hanya ingin menjadi yang paling penurut untuk El dan mendengar segala keluhan cowok itu.

"Jangan takut, jikalau Meera melabrakmu atau apalah yang ia lakukan padamu, kau cukup panggil aku. Aku akan melindungi mu" 

Kata kata El membuat Alaska heran. Dia terlalu formal dan bertele tele. 

"Maksudku, aku sudah melibatkan mu dalam hubungan ku dan Meera. Jadi aku cuma tidak ingin Meera melakukan hal jahat kepadamu" ucap El memperjelas perkataan nya.

"Hfftt" Alaska menghela nafas panjang dan berat.

 Setelah semua ini ia akan kembali mendapat masalah yang lebih berat lagi. 

El membawa Alaska dengan tangannya yang masih menggenggam erat pergelangan tangan Alaska. Alaska pun menurut saja kemanapun El membawanya. Sekarang mereka sudah kembali di tengah tengah keramaian. 

Alaska kembali merasa bersalah ketika melihat Meera dengan linangan air mata. Gadis itu pasti sangat sakit hati di hari ulang tahun nya itu. Pikir Alaska.

El terus membawa Alaska sampai di pekarangan rumah besarnya Meera. Kemudian mereka berhenti di sana dan saling menatap satu sama lain.

Kali ini El mau mengatakan sesuatu.

"Alaska" lirih El.

Alaska tak menjawabnya namun pandangannya terus tertuju pada El dan menunggu cowok itu berkata lagi.

"Sebenarnya, ada hubungan apa kau dengan Galang? Apa kalian sudah pacaran?" 

Pertanyaan yang El lontarkan berhasil membuat Alaska terkejut. Ia tidak berpikir sampai disitu. Rupanya El juga bisa cemburu pada orang lain.

"Jawab Alaska!" Pinta El.

"mm maaf, kenapa kamu bertanya begitu? Kamu punya pikiran seperti itu?" 

"Tinggal jawab saja, apa kalian berpacaran?" 

Alaska tidak dapat menahan senyumnya kala melihat wajah El yang tengah penasaran. Sekarang juga Alaska ingin membuat cowok itu panas dingin menunggu jawaban nya. Namun, belum sempat menjawab pun Galang sudah datang sambil menarik tangan Alaska dan menjauh. 

Garis wajah Galang cukup serius. Dia sedang tidak becanda atau apapun. Bahkan aura wajah nya terlihat sangat menegangkan. Saat tangan Alaska di pegang nya terasa cukup kuat dan kasar.

El juga tak kalah terkejut melihat kedatangan Galang yang tiba tiba itu. Langkahnya mundur beberapa. saat Galang sengaja maju didepannya.

"Maksudmu apa dengan ciuman itu??" 

Terkam Galang sengit. 

El menghela nafas dalam. "Aku tidak benar benar mencium nya" 

"Lalu kau pikir aku buta!?" Galang masih saja emosi. 

"Ternyata hatimu sudah sepanas itu bersaing denganku, ya! Kau sengaja melakukannya untuk membuat ku cemburu, iya kan!?" Kata Galang.

"Kalau iya memangnya kenapa!? Selama ini kau juga melakukan hal yang sama kan!!" 

"Aku juga sudah memperingati mu tadi siang, aku sudah bebas untuk membuat Alaska jatuh hati padaku!" Kata El dengan rahang menegang. 

"Tapi, kau terlalu nafsuan! Kau pikir Alaska cewek apaan. Hah!" Suasana hati dan ketidaksabaran nya menggelegar membuat sesiapapun yang lewat bergidik ngeri.

"Aku kan sudah bilang, aku tidak benar benar melakukan nya! Aku tidak mencium nya! Tanya saja pada Alaska!" 

Galang melirik Alaska sejenak. Gadis itu tersentak kaget dengan perubahan sikap Galang yang sangat drastis. Ia menggeleng kuat agar Galang dapat percaya.

"Sial! Tetap saja kau pecundang!" Maki Galang.

"Jika ada kesempatan kau pasti juga akan melakukan nya. iya kan!?" Kata El.

Alaska menutup mulut ketika Galang kembali melirik bibirnya. Memang siapa yang tahan untuk tidak menyantap bibir mungil nan pink alami itu? El benar.

"Diamlah, aku tidak seperti mu! Dasar cabul!" Galang membawa Alaska pergi dari sana dan membawanya entah kemana. 

El mengacak rambutnya kasar. Malam ini darahnya berdesir hebat dan kuat. Imannya pun juga di uji oleh semuanya. El kesal sekali sampai sampai di kira orang gila karena meninju ninju angin sendirian.

"Al!" Galang berhenti.

Alaska berdiri di hadapannya masih dengan tangan yang di pegang oleh Galang. Cowok itu terlihat sangat kecewa di hadapannya. Alaska menatap cowok tinggi itu dengan tatapan bingung.

"Apa El benar benar mencium mu tadi?" Lirih Galang berkata.

"Jangan marah, El tidak menciumku kok" 

Galang menarik nafas dalam mengangguk dan menunduk. "Maaf ya aku marah di depanmu" ucapnya dengan suara lirih.

"Nggak apa apa, Lang." Alaska mengangkat dagu Galang agar tatapan keduanya bertemu.

Saat itu hati Galang berdenyut ketika wajah mereka sangat dekat.

"Aku senang kamu membela ku dalam berbagai situasi seperti tadi. Itu artinya kamu adalah cowok yang bertanggung jawab dan tahu caranya 'menjaga" 

Galang mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil.

"Jangan mewek begitu, aku juga bukan siapa siapa kalian... Aku tidak ingin persahabatan kalian jadi hancur gara gara aku" Alaska berucap dengan nada yang sedih.

"Sebaiknya aku pergi saja. Disini, aku hanya bisa menciptakan kesalahan dan kesalahpahaman saja!" 

Galang menatapnya tajam.

"Jangan berkata begitu, Al. Semua orang membutuhkan kamu kok disini! Aku jadi sedih kamu bilang begitu!" Ucap Galang.

"Dih, kamu ini kenapa sih" senyum Alaska mengembang melihat raut wajah Galang yang dibuat sedih seperti anak kecil. Lucu sekali ekspresi nya. 

Saat mereka tertawa rasanya malam ini sedikit menunjukkan warnanya. Pikiran Alaska kembali kacau mengingat soal Meera dan El. Ia takut Meera marah padanya. Ia bahkan tidak tahu apa apa.

"Alaska, katakan saja kalau kau tidak nyaman denganku. Aku mungkin terlalu memaksakan diri" kata Galang.

"Eh kenapa bicara begitu, aku nyaman kok. Hanya saja jangan terlalu di bawa serius. Semua butuh waktu" terang Alaska.

Galang tersenyum tipis. Secara tidak langsung Alaska menolaknya. Mungkin masih ada kesempatan untuk dekat, tapi Galang sudah terlanjur tahu jawaban dari perasaan nya itu.

"Aku menyukaimu" 

.

.

.

.

"Aku suka sama kamu, Al," 

Alaska hanya diam ketika kata kata yang ia dengar terbang bersama dengan angin malam yang dingin. Ia tidak tahu ingin membalasnya dengan apa, tapi dirinya kaku seketika. 

"Jangan dijawab, aku hanya mengutarakan perasaan ku yang sebenarnya saja. Aku tidak memaksa mu untuk membalas" 

Galang tersenyum meski tidak se merekah dulu. Alaska hanya diam tak berani menatap Galang.

"Kau mau pulang?" 

"Ga..Lang" 

"Ya" 

"Jangan jadi cuek kalau aku belum menjawab" lirih Alaska.

 Galang hanya menikmati angin malam sambil perlahan meraih pergelangan tangan Alaska lalu membawanya pergi lagi kini ke arah parkiran.

***

Pukul 22.45 malam.

Alaska terduduk dengan sebuah selimut menyelimuti tubuh nya. Ia tampak serius dengan keheningan malam.

Bunyi pesan masuk di ponselnya. Sebuah chat singkat yang dikirim loli.

Alaska memeriksanya.

["Alaska, selama malam. Maafkan kakak ku ya atas apa yang ia lakukan tadi padamu"]

Membaca pesan itu, Alaska jadi kembali teringat dengan kejadian menegangkan beberapa jam lewat.

Tak bisa ia pungkiri perasaanya semakin memuncak pada El. Dengan peristiwa tadi juga mampu membuat jantungnya berdegup kencang. Itulah bukti yang ia rasakan bahwa ia masih menyukai El. 

Di lain sisi, Galang sudah menyatakan perasaannya pada Alaska. Ia belum sempat menjawab karena tidak yakin dengan perasaannya sendiri. Mana bisa ia menyukai Galang meskipun dari pada yang lain ia lebih teramat nyaman dengan cowok itu

"Aah" 

Rambutnya acak acakan memikirkan semuanya. Mungkin lebih baik ia tidur saja dan kembali memikirkan semuanya esok hari.

"Bagaimana ini, mungkinkah Galang akan tetap menyikapi ku selayaknya biasa? Ataukah ia akan jadi canggung setelah semalam?? Lalu bagaimana dengan El? Apa dia akan jadi malu bertemu aku? Apakah Meera akan memusuhiku??" 

Semua pertanyaan itu ia pikirkan seorang diri. Susah juga ya ternyata mengejar cinta di tengah tengah lingkungan yang toxic. Alaska belum siap dan belum memahami.

Mungkin Loli kembali mengirimkan pesan.

["Al, kau belum tidur kan?"]

"Belum"

["Apa bisa kita bertemu, maaf menganggu isterahatmu"]

"Mau bertemu dimana?"

["Taman"]

"Baiklah, aku kesana" 

Tanpa mengecek lagi ponselnya. Alaska bangkit dari ranjang dan bersiap untuk keluar. 

Sesampainya di taman ia tidak menemukan loli disana. Ia hanya duduk dan menunggu sampai seseorang datang menepuk pundak nya. Seseorang itu memakai jacket hitam menutupi wajahnya. Dia sangat misterius.

"Maaf, anda siapa?" 

Meera membuka topinya. Alaska begitu terkejut melihat gadis itu disana.

"Me-meera!?" 

"Kau kaget?" Kata Meera.

Dia tersenyum tanpa arti.

"Aku senang kamu mau bertemu aku malam ini" Meera mendekat dan kian dekat membuat Alaska harus mundur beberapa langkah kebelakang.

"Kenapa kau bisa ada disini!?" 

"Aku yang ngajakin kamu ketemuan" 

"Bu-bukannya tadi loli!?" 

"Bukan"

Alaska tergagap. Apalagi melihat raut wajah Meera yang terkesan menakutkan. Alaska takut gadis itu berbuat macam macam.

"Hmmph Alaska" 

"Apa??"

"Ada hubungan apa kamu dengan pacar ku? Apa kamu dalang dari putusnya kami?" 

"Tidak, bukan!" 

"Lalu kenapa kamu bilang begitu tadi, saat aku bertanya" 

"Aku hanya,... El" 

"Jawab aku. Kenapa kau menerima ciuman pertama El!? Kau tahu aku ini pacar nya" 

"Kami tidak berciuman! Itu manipulasi saja Meera"

"Bohong!" 

"Iya! Benar!" 

"Aku kecewa banget sama kamu Al. Aku pikir kita bisa jadi teman yang baik, tapi ternyata kamu menusukku dari belakang "

Alaska terdiam dengan keringat dingin.

"Apa kamu tahu alasan sebenarnya kenapa El begitu ingin putus dariku?"

"Aku nggak tahu"

"Jawab saja yang jujur. Kamu nggak selingkuh sama pacarku kan??"

"Nggak!" 

"Aku tidak percaya!!" 

"Aku-"

"Alaska, aku sangat mencintai El. Harusnya kamu berada di pihakku saat El hendak memutuskan hubungan kami!" 

"Aku tahu kamu baik, tapi kamu-"

Seseorang datang menengahi keduanya. Dia Michel seorang diri di tengah malam begini.

"Alaska? Kamu ngapain disini?" 

Rupanya Michel masih mengenali wajah Alaska meski di kelilingi malam gelap.

"Mi-michel!" 

"Siapa orang ini? Bukannya dia yang tadi berulang tahun ya?" 

"Michel sedang apa kamu disini?" Tanya Alaska.

"Aku kebetulan lewat eh melihat mu disini sama orang ini. Kalian mau bicara berdua ya?" 

"Kalau begitu kau pasti bersama dengan Sintya kan!??" 

"Eoh iya, tapi dia lagi ketoilet tadi" 

Meera melirik nya sinis. Ia kesal karena ada Michel disana. Ingin sekali rasanya melenyapkan dua orang itu sekaligus. Ikut campur saja.

"Siapa dia?" Tanya Meera dingin.

"Dia Michel. Pacarnya Sintya " 

"Ada urusan?" Tanya Meera pada Michel

"Hm, aku ada perlu dengan Alaska memangnya kenapa?"

"Alaska sedang bicara denganku, kau bisa bicara dengan nya nanti saja" 

"Baiklah" Michel pergi. Alaska tidak tahu harus meminta tolong pada siapa lagi sekarang.

"Seseorang tolong aku" jerit batinnya meminta tolong. Ia ingin Galang ada di sana dan menolongnya dari Meera. Alaska bahkan takut menatap mata Meera yang sudah seperti mau keluar kala menatapnya. 

"Alaska"

"Y-ya?" 

"Ini sudah malam, kita bisa lanjutkan pembicaraan kita besok saja, disekolah" Meera membelakangi nya lalu pergi dari taman dan menghilang di balik gelapnya malam. Nafas Alaska tersengal sengal.

Ia benar benar ketakutan padahal Meera tidak melakukan banyak hal padanya.

"Astaga, jantungku!" Alaska menekan dadanya.

Secepat mungkin Alaska berlari menjauh dari taman dan hendak pulang. Sialnya tadi ia tidak membawa motor karena berpikir taman cukup dekat. Namun sekarang rasanya taman dengan rumah memiliki jarak yang sangat jauh. 

Apalagi di belakang seperti ada yang membuntuti. Itu bukan Meera tapi dia mirip Michel. Kenapa Michel membuntuti nya??

Sekarang harus senam jantung lagi.

Jalannya di percepat tapi Michel juga mempercepat langkahnya. Saat Alaska berlari Michel juga ikut berlari. Dan kini Alaska benar benar dikejar oleh nya.

"Kak Rheya!" Pekik Alaska ketika melihat Rheya sudah berdiri didepan pintu dan hendak masuk. Ia juga baru pulang sehabis pacaran dengan Arjuna. Rheya tersenyum melihat adiknya dari kejauhan namun ia juga melihat dibelakang Alaska seseorang seperti ada yang mengikuti.

"Gawat!" Gumam Rheya menyadari seseorang ingin menjahati adiknya.

"Alaska! Lari!!!" 

Mendengar teriakan Rheya, Michel langsung melompat hendak menangkap Alaska untung cepat, Rheya langsung menendang cowok itu dan terpental jauh. Rheya dengan gaunnya yang ribet menghajar Michel di tengah gelapnya malam. Sampai Michel berhasil kabur dan Rheya kembali untuk menemui adiknya.

"Kau tidak apa apa?"

"Aku takut!" 

"Tenanglah, ada aku disini!" Rheya memeluknya. "Ayo masuk"