webnovel

Perkara Nilai

"Buset dah, lo tau nggak, Tra, kali ini nilai matematika Sasya berapa? Gue kaget bener," ujar Naka dengan nada antusiasnya.

Sastra mengangkat alisnya, lelaki itu mengedikkan bahu merasa tak penasaran, dan segera melanjutkan makannya. Ya, mereka kali ini sedang berada di kantin dan hanya berdua. Sasya tidak mau ikut sama sekali karena bilang mengantuk dan ingin tidur di kelas saja.

"Nilainya naik kah sampe lo kaget?" Sastra berujar santai, lelaki itu mengulas bibirnya untuk tersenyum.

Naka berdehem, lelaki itu mendudukkan diri di depan sang sahabat, "tebakan lo salah," sahutnya.

Sastra menatap sang sahabat bingung, "terus?" tanyanya kebingungan. Dan tampaknya mulai penasaran dengan topik yang akan dibicarakan sang sahabat.

"Lo mau liat? gue kan jadi pj di mapel matematika kan, jadi Bu Wiwin kirim dulu nilainya ke gue. Belum gue terusin ke grup kelas." Naka seolah mulai menceritakan nya dari awal.

"Terus gimana? Berapa nilainya?" tanya Sastra bingung.

Naka mengusap wajahnya kasar, "Terendah, Sas, dua puluh nilainya."

Sastra melongo, lelaki itu berdehem pelan, "Masa iya 20? Bab itu menurut gue masih gampang kok. Jangan ngaco dah lo," sahutnya tak terima.

Naka menghela napasnya berat, "Gue mana tau? Biasanya Sasya juga dapet di atas kkm kok. Maksud gue, dia itu lebih pinter dari gue. Makanya gue kaget." Naka menatap Sastra Lamat.

Sosok sang sahabat di depannya, yang tadi seolah tak minat dengan topik yang ia katakan, sekarang tampak memikirkan ucapannya barusan. Lelaki itu menghela napasnya dengan berat sekali lagi.

"Kemarin pas ngerjain dia bilang lupa kan nggak belajar. Mungkin karena faktor itu." Sastra kembali membuka suara.

Naka menganggukkan kepalanya pelan, "gue kan juga nggak belajar, Sas. Maksudnya, Bu Wiwin kan bilang mau ada penilaian harian baru ngabarin pagi pagi banget. Jadi otomatis yang lain ada yg nggak belajar."

Sastra menghela napasnya berat, "Nggak usah dipikirin, mungkin Sasya nggak fokus aja. Dia kayanya ngantuk kemarin karena kebanyakan nonton drama."

Naka menganggukkan kepalanya dengan pelan. Lelaki itu kemudian menatap sosok di depannya lagi, kali ini dengan dahi mengernyit membuat Sastra menatapnya bingung.

"Reaksinya bakalan gimana kalau gue terusin nilai ini ke grup kelas?" tanya Naka pelan.

Sastra menggelengkan kepalanya pelan, "Nggak papa mungkin, Sasya bukan tipe orang yang mentingin nilai banget."

Naka menganggukkan kepalanya pelan, "Oke, gue kirim grup ya nilainya."

***

Sasya mengantuk sekali, makanya ia izin tidak ikut ke kantin dan memilih untuk memejamkan mata dengan kepala yang ia letakkan di atas meja. Memang, semenjak bekerja, ia benar-benar sering merasa kelelahan dan mengantuk di sekolah. Alasan kedua, ia ingin hemat uang juga tentunya. Uang yang Arash berikan sebagai saku, kemarin-kemarin beberapa ia tabungkan. Tapi kadang, tentu ia sebagai manusia tidak bisa menahan diri untuk jajan. Apalagi kalau matanya sudah melihat warung seblak di depan sekolahnya, itu benar-benar menguji imannya.

Ting.

"Eh, Naka ngirim nilai matematika kemarin."

"Oh ya? Liat dong liat, kuota gue abis." suara yang berbeda tampak kembali menyahutinya.

Walau tertidur, Sasya masih bisa mendengar suara berisik itu. Maka gadis itu segera menegakkan tubuhnya dan meraih ponselnya sendiri. Ia membuka aplikasi pesan dan membuka pesan di grup kelasnya.

Mata Sasya membola setelah membuka dokumen yang Naka kirimkan ke grup kelas.

"What the ...?"

Gadis itu berdehem pelan, ia melirik teman teman sekelasnya yang tampak senang karena nilai mereka di atas kkm. Tapi Sasya? bukan lagi terendah di kelas, tapi nilai terendah seangkatan.

Sasya mengusap wajahnya kasar, "gimana bisa nilai gue dua puluh?" tanyanya lirih.

Selama ini, Sasya selalu bersyukur karena selalu mendapat nilai di atas kkm atau tepat kkm. Itu lebih baik tentunya daripada mendapat nilai jauh berada di bawah kkm.

"Eh, Sya, nilai lo kecil banget anjir?"

Sasya menghela napasnya berat, ia menoleh dan menyengir lebar, "Takdir," jawabnya singkat.

Sebelum akhirnya gadis itu memilih untuk segera bangkit dari sana. Dan berjalan keluar kelas. Ia memilih untuk berjalan menuju ruang guru menemui guru matematika nya. Sebab, ia merasa kemarin sudah mengerjakan sesuai yang ia tahu.

Gadis itu segera mempercepat langkahnya tatkala melihat guru matematikanya yang baru saja keluar dari kantor.

"Bu Wiwin, permisi, Bu." Sasya menghentikan langkahnya di depan gurunya.

Wanita paruh baya berseragam keki itu menatap anak muridnya bingung, "Iya, ada apa Sasya?" tanyanya dengan pelan.

Sasya menyengir kecil, "Itu, Bu, perihal nilai penilaian harian matematika saya kemarin. Em ... saya rasa saya udah mengerjakan dengan teliti kok Bu," katanya.

Bu Wiwin mengernyitkan dahi, "Loh? Teliti dari mananya? Kamu cuma menjawab dua soal dari atas. Yang lainnya kosong."

Sasya terdiam, merasa bingung, "Masa sih, Bu, saya kan ..."

Sasya menggantungkan kalimatnya sebelum terkekeh kecil, "Ah iya, maaf Bu, maaf ganggu waktunya, saya permisi."

Gadis itu segera berbalik dan melangkah, ia menepuk dahinya pelan.

"Gue kayanya kemarin ketiduran, dan ngerjain di mimpi." Sasya mengacak kasar rambutnya sendiri.

Gadis itu menghela napasnya berat. Ia segera mempercepat langkahnya kembali ke kalas. Dengan langkah gontai, ia melewati Sastra dan Naka yang duduk di teras depan kelas begitu saja dan kembali duduk di bangkunya sendiri. Membuat kedua sahabatnya saling menatap penuh arti. Sebelum akhirnya berjalan masuk menghampiri sosok Sasya yang sudah duduk di tempatnya.

"Kenapa, Sya?" tanya Naka bingung.

Sasya menghela napasnya berat, gadis itu menatap Naka dengan sedih, "Nilai gue dua puluh," lirihnya.

Sasya memang bukan tipe anak rajin yang ingin selalu mendapat nilai tinggi. Karena Sasya tahu dia tidak akan bisa meraihnya. Hanya saja, harapannya adalah selalu mendapat nilai di atas kkm. Mau ngepas kkm juga tidak apa-apa.

Sastra menghela napasnya berat, "Lo pas ngerjain nggak fokus atau gimana? gue kemarin nggak ngeliatin lo. Gue kira lo udah bisa makanya nggak manggil gue buat nyontek satu atau dua nomor."

Naka menganggukkan kepalanya membenarkan, "Gue juga kemarin nggak ngeliatin, Sya, lo kan tahu kemarin kita pas ulangan duduknya diacak. Enggak sebangku. Jadi gue nggak ngeliatin lo. Atau lo manggil gue tapi gue nggak denger ya, Sya?" tanya Naka merasa bersalah.

Sasya menghela napasnya berat. Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan pelan.

"Enggak, gue baru inget kemarin gue ketiduran setelah ngisi dua soal. Gue kurang tidur, terus liat soal matematika jadi tambah ngantuk. Aaa terus gimana dong?" tanyanya dengan rengekan kecil.

Naka dan Sastra saling menatap sebentar, sebelum atensinya kembali menatap sosok Sasya di depan keduanya.

"Lo kurang tidur gara gara drakor lagi?" tanya Naka membuat Sasya tergagap di tempatnya.