webnovel

MISI MASIH BERLANGSUNG

Susi tersentak kaget. Pria itu memang kerap memarahinya, tapi kali ini teriakan Jaka membuat mental Susi menjadi down. Agaknya, Susi hadir di saat yang kurang tepat. Jadi, Jaka lebih meluapkan segala emosinya.

Sepasang mata Jaka memerah serta deretan giginya menggeletuk. Dia tidak suka cara Susi yang sok menggodanya seperti tadi.

"Bawa barang bawaanmu itu!" kata Jaka memberi peringatan.

Susi pun beranjak dari tempat dan menghadap pada Jaka, sambil berkata, "Iya. Aku keluar, Mas, tapi pemberianku gak usah ditolak. Kalau kamu gak mau kasih aja sama Dita."

Dan, dia ngeloyor pergi sebelum Jaka kian terbakar dan malah melakukan kekerasan padanya. Rencana Susi untuk menggoda pria itu malah batal total. Namun, dirinya tidak menyerah begitu saja. Masih banyak kesempatan di lain waktu untuk mendapatkan perhatian Jaka.

Seusai memastikan bahwa Susi benar-benar pergi, akhirnya Jaka kembali melanjutkan jahitan bajunya. Setelah itu ia beranjak ke dapur untuk memasak makan malam.

Pikiran Jaka semakin kacau saja. Bahkan, besok dia sudah membulatkad tekad untuk menyebar hadil print out foto Anggi dan membuat keterangan tentang orang hilang. Jaka akan menempelkannya di setiap tempat dan sudut gang sekalipun. Semoga dengan melakukan hal tersebut, istri yang ia kasihi dapat segera ditemukan. Jika cara itu tidak berhasil juga, maka Jaka akan melanjutkan kasus tersebut pada pihak yang berwajib.

Jaka jadi tidak fokus memasak. Ketika dia mengembalikan minyak yang baru dipakai menggoreng ke tempat semula, cairan bak larva panas itu tumpah ke tangannya dan membuat Jaka terlonjak dari tempat. Jaka merasakan hawa sangat panas dan ia pun menggelupur seketika.

CRANG!

Sebuah mangkok tersenggolnya, lalu jatuh ke lantai.

"Aaaargh! Tanganku," teriak Jaka.

Pria malang itu berusaha untuk mematikan kompor dan menyeret tubuhnya untuk menjauh dari tumpahan minyak goreng tersebut. Jaka menggenggam punggung tangannya yang entah sudah berbentuk apa. Ia berterika kesakitan, tapi tak siapapun datang menolong.

15 menit kemudian, Jaka mendengar derap langkah seseorang. Dia meyakini, jika sosok itu adalah Dita.

"Dita! Dita!" lirih Jaka.

Gadis tanggung itu syok, karena suara pamannya terdengar serak dan pelan. Dia pun setengah berlari menuju dapur.

"Paman di dapur?" tanya Dita di sela langkah kakinya.

Alangkah terkejutnya ia ketika menyaksikan Jaka tergeletak di bawah kaki kursi, sementara minyak goreng tercecer di lantai. Pandangannya langsung tertuju pada punggung tangan Jaka yang sudah melepuh, bahkan tulang Jaka sampai tampak.

"Paman? Paman kenapa? Huaaaaa."

Dita menangis sejadi-jadinya atas kejadian tersebut. Dia tidak mengetahui latar belakang masalah dan sejak kapan pamannya mengalami musibah. Dita mendadak menjadi orang linglung. Dia bingung harus melakukan apa.

"Ah, tunggu, Paman!"

Dita berlari sekencang-kencangnya ke arah rumah Susi. Dia tidak mengetuk pintu, tapi langsung masuk ke dalamnya.

"Bibi Susi!"

Dita menemukan Susi sedang menyesap secangkir teh sambil membaca majalah. Dia menarik lengan wanita itu dan menggiringnya ke luar ruangan.

"Ayo, Bi!"

"Eh! Ada apa, Dita?"

Tentu saja Susi bingung. Pasalnya, Dita tidak memberitahu tentang apa yang barusan terjadi.

Anak 12 tahun itu memboyong Susi ke dapur dan memperlihatkan keadaan Jaka. Susi yang baru saja keluar dari kediaman Jaka lantas dibuat tidak percaya. Susi bersimpuh di lantai dan tak terasa air matanya menetes.

"Ya, Tuhan! Kamu kenapa, Mas? Apa yang terjadi?" tanyanya disertai isak tangis.

Dua wanita di sana sama-sama menangisi keadaan Jaka. Mereka tidak tega melihat Jaka kesakitan dan meraung-raung.

"Tunggu ya, Mas! Aku pesan taksi online dan kita ke rumah sakit, ya."

Buru-buru Susi memainkan ponselnya dan memapah Jaka menuju luar rumah. Beberapa tetangga yang menyaksikan hal itu turut penasaran dan mempertanyakan keberadaan Anggi sebagai istri Jaka. Mereka heran kenapa di saat lelaki itu terluka malah ada perempuan lain di sisinya. Namun, pertanyaan mematikan itu berhasil terputus, karena kendaraan online yang sudah datang.

Jaka didudukkan di jok belakang bersama Susi, sementara Dita ditelak di depan. Sepanjang perjalanan Jaka terus meringis perih dan disambut isak tangis oleh Susi dan Dita.

Sesampainya di rumah sakit, Jaka langsung mendapat perawatan dari pihak dokter. Keluarga diperbolehkan untuk menjenguk setelah satu jam ia berada dalam penanganan. Beruntungnya, hari itu juga Jaka diizinkan untuk pulang dan tak perlu diopname. Susi juga mengikhlaskan uangnya sebagai biaya pengobatan Jaka.

Di ruangan rumah sakit.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Mas?"

Susi menekan perlahan punggung tangan Jaka yang sudah terbalut dengan perban putih. Dia dan Dita masih penasaran tentang musibah yang melanda diri Jaka.

"Iya. Paman kenapa? Aku kaget, Paman. Aku sedih banget," timpal Dita.

"Paman tadi tersiram minyak goreng, tapi kamu jangan khawatir, ya. Paman gak apa-apa kok. Sebentar lagi juga sembuh."

Jaka sama sekali tidak menoleh ke arah Susi. Dia hanya fokus menjawab pertanyaan keponakannya.

"Lain kali hati-hati ya, Paman," tukas Dita memeringatkan.

20 menit kemudian, Jaka meminta bantuan pada Dita untuk turun dari brankar pasien. Dia ingin segera pulang dan beritirahat di rumah. Jaka bosan mencium bau obat-obatan di ruangan tersebut.

Susi dengan sabar ikut memantu Jaka, meskipun pria itu tidak mengharapkan pertolongannya. Susi yakin lambat laun Jaka akan luluh hatinya apabila terus diperlakukan dengan baik.

***

Hari ini Jaka memutuskan untuk cuti kerja selama tiga hari ke depan. Dia tidak berani mengambil resiko akibat keadaannya yang masih memburuk. Jaka baru saja selesai mencuci pakaian berkat bantuan Dita. Sekarang dia ingin menjemur di luar rumah seorang diri.

Langkah Jaka terhenti ketika ia menemukan sebuah amplop putih di depan pintu. Jaka meletakkan ember cuciannya dan meraih benda itu. Ia memilih duduk di kursi beranda rumah.

Tap!

Netra Jaka membeliak sempurna, tatkala isi dari amplop itu berhasil ia temukan. Sebuah foto yang mempertontonkan adegan syur yang diisi oleh Anggi serta pria yang bersamanya kemarin di mobil.

Detik itu juga jantung Jaka berpacu kencang dan darahnya berdesir deras. Jaka menekan dadanya yang terasa perih dan ia kembali membuka foto itu satu per satu.

"Anggi? Benarkah ini?" ucap Jaka.

Istrinya tampak begitu menikmati permainan. Ada sebuah foto yang menunjukkan mata Anggi terpejam dan kedua kakinya terbuka lebar seraya ia berbaring di hamparan ranjang, sementara sang lelaki yang tidak diketahui namanya oleh Jaka ikut melumat benda kenyal di bawah sana.

Jaka tahu persis bahwa gambar itu bukan editan. Tingkat keyakinannya kian bertambah, karena Anggi memang hilang selama beberapa hari. Pantas saja wanita itu betah tidak pulang ke rumahnya. Rupanya dia sudah menemukan tambatan baru.

Niat Jaka untuk menyebar foto Anggi di jalanan hancur sudah. Jaka merasa jiwanya melayang dari jasad. Jika tidak memikirkan Dita, pasti Jaka sudah bunuh diri detik itu juga.

***

Bersambung