webnovel

Acara Malam Minggu

Malam minggu Riki mengundang teman-teman di suatu tempat didekat Rumahnya.

"Rik.. gimana cewek-cewek jadi datang tidak?" Tanya Roy Memastikan.

"Kupastikan mereka akan datang. Tenang Roy.. Aku sudah hubungi mereka semua, sudah aku share juga lokasinya ke mereka." Jawab Riki dengan tegas sambil menoleh ke sidut tempat.

"Deal disini ya jangan ganti-ganti terus, nanti malah tidak dapat tempat susah lagi kita." Tambah Roy

Riki dan teman-temannya telah siap ditempat lokasi.

Sebuah gazebo yang lumayan luas dengan meja panjang ditengahnya. Lampu kelap kelip disetiap sisinya, beralaskan tikar halus dan beberapa bantal cantik disamping meja.

Ditengah atas lambi besar seperti kuncup bunga berjumlah empat dengan panjang yang bervariasi dengan nyala kuning keemasan dan bebetapa tirai putih dipojok tiang gazebo.

Disana ada sekitar 5 gazebo dan 5 meja kelompok terbuka, beberapa kursi panjang dekat sungai serta beberapa toko penjual makanan siap saji disekitar tempat itu.

Terlihat tidak jauh dari tempat mereka, laki-laki ber-jas bersama beberapa temannya sedang menikmati makanan, ditempat lain terlihat anak muda seumuran mereka  duduk dikursi panjang terbuka, beberapa bermain ponsel dan yang lainnya saling berbincang.

Tinggal menunggu teman ceweknya yang belum juga datang. Tak lama rombongan Sindi datang.

"Hei.. Nyo.. lama sekali ngapain aja si..?" Tanya Riki sambil menatap Sindi

"Biasa nunggu tuan putri lama sekali dandannya." Sambil menoleh kearah Nur.

Tak lama Denna datang sendirian. Sambil menoleh kesana kemari mencari seseorang.

"Hai Denna, kok sendirian?""Amanda dimana?" Tanya Riki menatap Denna serius.

"Dia tadi bersamaku""terus aku minta temenin kekamar kecil, detelah aku selesai, kulihat diluar Amanda sudah tidak ada,aku pikir dia kesini duluan." Jelas Denna.

Baru saja selesai bicara ponsel Denna berdering, ternyat pesan dari Amanda.

"Na, aku sedang ada urusan sebentar, nanti aku susul, kamu duluan saja ya, maaf ya aku tinggal."

"Emm.. ini ada pesan dari Amanda katanya dia sedang ada urusan sebentar" kata Denna menatap ke Riki dan Sindi.

"Ya udah buruan sini, ngapain berdiri disitu." Kata Sindi dengan nada kurang senang.

"Iya Na, sini.. sambil nunggu kita pesan makan duluan saja."

"I...iya" sambil tergagap seperti tak nyaman Denna duduk di tempat yang agak luas.

Sindi berbincang dengan teman-temannya sambil sesekali menatap sinis Denna.

Melihat penampilan Denna seakan sindi tak percaya. Denna terlihat cantik dengan rambut panjangnya yang terurai, dandanan yang natural dan pakaian yang sedikit berani.

Dennapun menyadari akan tatapan Dindi yang tak enak dirasakannya.

"Na, jangan diam saja, kamu mau makan apa?"" Yang lain sudah pada memilih makanan, tinggal kamu yang belum. Tidak perlu khawatir, aku kok yang bayar."

"Ohh... iya ki, apa saja boleh kamu aja yang milihin." Jawab Denna yang merasa tidak enak.

"Ohhh.. ya udah kita samaan saja ya."

"Iya ki." Denna mengangguk Mengiyakan keputusan Riki.

Denna duduk tepat disebelah Riki, sambil terus mengobrol, dan Sindi mulai merasa tak nyaman dengan kedekatan Mereka.

"Rambut kamu panjang sekali ya Na,"

Tanya Riki sambil membelai rambut Denna.

Denna menanggapinya dengan senyuman malu.

"Hitam dan tebal, halus lagi." Lanjut Riki yang mulai menyadari kecantikan Denna.

Pipi Denna tampak memerah, dengan gerakan yang tenang.

"Riki, jangan main pegang-pegang, kamu ini paling tidak bisa ua kalau lihat teman cantik dikit saja." Roy mulai berbicara sambil menampik tangan Riki yang sedari tadi membelai rambut Denna."

"Denna kamu duduk dekat aku saja, dari pada digangguin terus sama Riki" lanjut Roy menatap Denna dan melirik ke Riki.

Yang lain mulai terkekeh kecuali Sindi.

Denna hanya tersenyum menanggapi Roy.

Makanan sudah datang, pelayan menghidangkan dimeja sesuai yang mereka pesan.

Mereka mulai memakan makanan yang dipesan, namun Amanda belum juga datang.

"Gimana Na, makanannya suka tidak?" "Enak kan?" Tanya Riki kepada Denna memastikan makanan yang dia pesan disukai oleh Denna"

"Iya, Rik" jawab Denna lirih sambil mengangguk kecik dengan senyum tipis menatap Riki.

Terlihat kaku mencoba tegar dengan tasa malu yang berusaha dia sembunyikan.

"Wah, baguslah kalau begitu." Lanjut Riki dan kemudian meneruskan makannya begitu juga dengan Denna.

"Oh iya Rik, rumah kamu dimana, katanya deket sini?" Tanya sindi yang penasaran.

"Itu,, dari sini kelihatan kok" sambil menujuk bangunan tinggi didekat tempat mereka berkumpul."

" ha...!" Sindi membelalak tak menyangka, ternyata Riki adalah anak orang kaya..

Sindipun semakin bersemangat untuk mendekati Riki, hanya saat ini Riki masih memperhatikan Denna dan itu semakin membuatnya semakin panas.

Namun Sindi tak dapat berbuat apa-apa. Ia tak mau Riki berpikir jelek tentangnya.

Akhirnya ia memutuskan untuk tetap diam.

"Kaget ya kamu, kalau Riki ini orang kaya?" Kata Ryan sambil melirik ke Sindi.

Oups.. Sindi keceplosan dia tampak sedikit malu perilakunya diketahui oleh Ryan.

"Ya kan memang kita tidak pernah diajak ke rumahnya, ya kan teman-teman?" Sambil menoleh kearah Nuri, Laura Risa.

"Iya benar." "Aku juga tidak menyangka kalau Riki tinggal disini." Tambah Risa.

"Hahaha.."Riki tertawa lepas mendengar mereka berbicara.

"Kalau kita mah sering kesini, ya kan Roy?" Lanjut Ryan.

"Ajakin kita ke Rumahmu dong Rik!", "kita juga kan pengen tahu rumah kamu kayak gimana" rengek Sindi kepada Riki.

"Iya, tapi tidak sekarang, soalnya kita niatnya kan senang-senang disini."

Jawab Riki.

"Eh ngomong-ngomong Amanda kemana si kok tidak muncul juga."

Sampai makanan kita sudah mau habis begini""ngapain aja si dia?"

Tanya Nuri.

"Ya tidak tahu lah, mungkin ada ayahnya disini?""atau ketemuan sama pacarnya kali" Sindi yang menerka-nerka.

""Sok tahu kamu sin.""kayak peramal saja""haha.. tawa Roy disambut lainnya yang juga ikut tertawa.

Tak lama kemudian Amanda muncul dari balik keramaian. Dengan mata yang sedikit sembab.

Tampak seperti baru memoleskan bedak di pipinya, sebab tak ada bekas air mata mengalir di pipi dan bedaknyapun tak hilang.

Riki dan teman-temannya hanya menatap diam.

"Maaf ya teman-teman aku terlambat." Kata Amanda sembari tersenyum tipis.

"Iya tidak apa-apa, ayo Sini"jawab Riki dengan lambaian tangan.

Amanda aegera duduk disamping Denna.

"Maaf ya Na, tadi aku tinggal" menoleh kearah Denna sambil berbisik.

"Amanda, kamu mau makan apa?" Aku yang tlaktir. Maaf ya teman-teman semua sudah pada makan, habis kamu lama sekali" tanya Riki sambil menoleh ke Amanda.

"Tidak Rik, aku masih kenyang" jawab Amanda lirih.

"Ohh.. kalau begitu kita lanjut foto-foto dulu yuk." Teriak Riki ke semua temannya.

Merekapun melanjutkan acara dengan berfoto bersama mulai di Gezebo itu lalu ke dekat sungai dengan lampu yang menghiasinya.

Amanda mulai ikut menikmati acara walau sesekali terlihat kesedihan dari raut wajahnya.

Denna yang juga memperhatikan Amanda hanya diam tak berani bertanya.

Amanda menundukkan kepala dan air matanya tak lagi dapat dibendung. air matanya terus menetes di karpet lembut.

Tangannya mencoba menyeka air mata yang mulai meluap dari matanya membasahi sebagian pipinya, air mata yang tak lagi dapat terbendung.

"Amanda" tanya Denna yang melihatnya menangis.

Amanda menatap Denna dengan senyuman lebar, seolah tak ingin menampakkan kelemahannya.

Amanda masih berusaha tegar. dan tak ingin yang lain menyadarinya.

setelah sesi foto selesai mereka memutuskan untuk berjalan-jalan disekitar tempat itu.

Pov Denna

Namaku adalah Denna Amelia. Anak kedua dari tiga bersaudara. Aku anak dari bapak Yanto Sudarmo dan ibu Sri Ratmi.

Kakakku sudah menikah dan kini dia tinggal bersama suaminya. Kami tinggal berempat saja di rumah, dengan kondisi kehidupan yang sederhana. Kami terus berusaha agar bisa hidup layak dengan berbagai cara untuk mendapatkan uang. Berharap bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari kami.

Aku berangkat dengan sepedaku. Kegiatan pagiku adalah mengantar telur ke warung, tentu jika ayamku berhasil bertelur banyak.

Di sekolah aku selalu duduk sendiri, aku tak banyak bicara dan entah kenapa aku selalu diliputi rasa malu jika harus berkata, maju kedepan, menjawab pertanyaan atau bertugas menerangkan sesuatu, berkomunikasi dengan teman sekelompok atau bahkan hanya kekantin saja. Namun  jarang sekali aku pergi ke kantin, hampir setiap hari aku membawa bekal dari rumah. Bukanlah hal yang menyenangkan menjadi seperti diriku. Rasa yang kumiliki ini sangat menyiksa dan mengurungku.

Sebenarnya aku tak ingin terus seperti ini, aku ingin sekali merubah diriku agar lebih percaya diri. Namun aku belum menemukan jalan untuk dapat merubahnya.

Hari ini di kelas ada siswa baru namanya Zeeya Amanda Melty, dia cantik dan baik. Entah kenapa dia memilih duduk didekatku. Dia mudah bergaul

Diihari pertama saja dia mampu memberikan kesan baik dan ramah kepada seluruh temanku.

Aku semakin mengaguminya mulai dari cara bicaranya, berpakaian, berkomunikasi bahkan cara berjalannya, aku suka dan aku berharap bisa seperti dia.

Aku lihat Riki tertarik kepadanya. Tak hanya Riki, tapi juga teman laki-laki sekelasku juga terlihat mengaguminya. Kesan pertama Amanda sudah mampu membuat mereka jatuh hati.

Berbeda dengan Sindi ia terlihat seperti merasa tersaingi oleh Amanda. Apa lagi saat Riki mengajak amanda berbicara berdua. Dia tampak penasaran dan bertanya kepadaku. Wajahnya seperti tidak senang dengan kehadiran Amanda.  aku hanya menjawab seadanya dan aku memilih untuk tidak ikut campur.

Sebenarnya aku juga ada rasa dengan Riki tapi semua terasa hanya sebuah kabut. Aku hanya menyadari siapa diriku. Aku tak mungkin berharap banyak untuk mendapat perhatiannya.

Namun aku merasa sedikit cemburu melihat tatapannya kepada Amanda. Ingin sekali aku memilikinya, tapi semuanya tak mungkin.

Riki mengundang kami dalam acara malam minggunya ditempat yang belum kami ketahui. Amanda memberikanku ponsel yang tak lagi dipakai olehnya. Ponsel itu tampak masih bagus dan seperti baru bahkan ia memberikan dengan kotaknya juga dan lengkap dengan aksesoris lainnya. Semua yang masih terikat kawat di dalam kotak. Amanda  mengajarkanku cara menggunakan posel itu dengan pelan dan sabar.

Dia mengajarkan aku sampai benar-benar bisa, caranya berbicara sangat mudah dipahami, aku sangat senang memiliki teman sebangku seperti dia.

Saatnya malam minggu.

Dia mengabariku akan datang ke rumahku. Aku mengirimkan lokasi rumahku dengan ponsel pemberiannya.

Tak lama dia datang dengan sebuah mobil berwarna hitam tepat didepan rumahku.

Amanda disambut baik oleh kedua orangtuaku. Dengan membawa beberapa oleh-oleh dan sembako untuk keluargaku, dia tak merasa jijik atau risih sedikitpun dengan keadaanku.

Syukurlah dia mau menerima keadaanku.

Dia mendandaniku dengan caranya, dengan lihainya tangan amanda melukis wajahku. Sepertinya ia biasa mendandani orang. Selain itu Amanda membawakan beberapa pakaian miliknya yang masih bagus untuk kupakai. Setelah semuanya selesai dan siap untuk berangkat.

Kami meminta ijin kepada orangtuaku dan berangkat dengan mobilnya.

Mobil Amanda tak dapat masuk ke gang sempit.

"mungkin kita salah jalan" kata Amanda sambil terus menatap arah depan mencari tempat parkir.

"Tidak apa lah, kita lewat gsng ini saja, dari pada harus cari-cari lagi."

Lanjutnya.

mobil terpaksa diparkirkan di tempat yang agak jauh dari lokasi kami bertemu.

Aku yang merasa ingin kekamar kecil memintanya untuk menemaniku.

"Nda, temani aku kekamar kecil ya, aduh aku tidak kuat" pintaku ke Amanda sambil menahannya.

"Iya ayo cari kamar kecil dulu" jawabnya sambil menoleh kesana kemari.

"Ehh itu disana ada kamar kecil"

Sambil terus berjalan kearah Toilet.

"Aku tunggu disini ya" kata Amanda kepadaku

"Oke" jawabku sambil tersenyum.

Tak lama kudengar Amanda sedang berbicara dengan seorang laki-laki.

Amanda terdengar saling beradu paham dengan lelaki itu, sampai sebuah suara tangisan memecah pembicaraan. Lalu terdengar suara wanita yang membentak Amanda, Amanda seolah berlari dan terdengar dari balik pintu toilet seperti saling berkejaran, aku tak tahu apa yang terjadi di luar, tapi aku tak berani keluar. Aku berharap dia baik-baik saja. Semoga dia bisa segera menghubungiku dan ikut bergabung dengan teman-teman.

Setelah tak terdengar lagi, aku mencoba keluar dari kamar kecil dan sambil berjalan pelan mencoba menemukan Amanda. Kutoleh kesana kemari namun tak juga menemukannya.

Kulalui jalan menuju tempat pertemuan kami sambil menoleh kesana kemari, berharap menemukannya. "Semoga dia baik-baik saja"batinku dengan sedikit takut.

Tak pernah aku mendengar dia menangis atau membentak seseorang. Ini adalah pertama kalinya aku mendengar ia seperti itu.

Aku menemukan teman-temanku. Ketika aku sampai didekat mereka kusadari Amanda belum bergabung dengan mereka.

Ketika Sindi mulai bertanya aku mencoba untuk tidak memberitahukan yang sebenarnya terjadi kepada mereka. Namun tak lama Amanda menghubungiku. Aku merasa lega dan berharap dia segera datang.

Kuberitakukan bahwa Amanda memberi pesan kepadaku.

Ia akan segera datang kemari.

Tapi aku masih takut jika sesuatu terjadi padanya.

Aku segera menduduki tempat kosong didekat Riki. Tapi aku masih tetap kepikiran dengan Amanda. Rasanya tak tenang, jika temanku kenapa-napa. Aku masih terus mencoba memahami apa yang terjadi.

Tatapan Sindi yang sedari awal aku datang sungguh tak mengenakkan.

Entah kenapa, tampak jelas seperti ada kemarahan diwajahnya. Hanya saja ia tak mengungkapkannya seolah mencoba untuk ia pendam sendiri.

Aku menyadari bahwa Sindi tak menyukai keberadaanku. Ia seperti memperhatikan detail diriku.

Sesekali aku melihat dia memperhatikan bajuku, lalu rambutku dan menatapku tajam.

Aku yang duduk disisi Riki yang seakan memperhatikanku dan terus bertanya kepadaku. Kami asik mengbrol, sesekali kulihat Sindi, tampak di wajah Sindi penuh dengan amarah.

Tanpa kuduga Riki membelai lembut rambutku, jantungku terasa berdetak kencang aku tak tahu apakah dia mendengar detak jantungku atau tidak.

Yang jelas itu sangat kencang, dapat kurasakan dengan jelas tanpa harus kupegang letak jantungku.

Baru kali ini berada begitu dekat dengannya. Aku hanya tak menyangka ia mengajakku juga diacaranya dan berbicara kepadaku bahkan menyentuh rambutku. Mimpi apakah aku semalam seseorang yang aku khayalkan setiap malam kini berada tepat disampingku dan membelai rambutku. Seolah kita sedang berdua saja. Ia menawarkanku makan dengan nada bicaranya yang lembut dan sabar mengajakku berbicara sehingga membuat Sindi semakin kepanasan.

Entah kenapa aku suka melihatnya. Karena sikap sindi yang mulai tak ramah denganku membuatku tak perduli jika dia terluka karena aku dekat dengan Riki.

Sindi menatapku seperti tak mampu lagi menahan amarahnya. Aku hanya mencoba tak memperdulikannya, berusaha tetap fokus dengan makanan yang kusantap. Aku sadar bahwa aku sesungguhnya bukanlah level mereka. Aku hanya merasa tak pantas berdampingan dengan mereka, aku sadar sikap Sindi kepadaku.

Namun bagaimana lagi, aku disini hanyalah tamu undangan, Riki sendiri yang mengundangku. Ini adalah acara Riki, jadi aku dan Sindi sama-sama tamu disini, lalu untuk apa aku takut dengannya.

Riki memperlakukan aku dengan sangat baik. Membuat bunga hatiku semakin bermekaran.

Tak dapat kupungkiri bahwa aku sedang jatuh hati kepadanya.

Dia terlihat lebih dari biasanya.

Tatapannya kepadaku semakin membuatku tak karuan.

Dan sejenak ku teringat Amanda yang belum juga datang. Padahal makanan dimeja sudah hampir habis. Acara ini belum sepenuhnya berhasil. Mengingat Amanda yang tak ikut makan dengan kami.

Ku melihat teman-teman yang saling berpendapat tentang Amanda.

Tak lama Amandapun datang, baru kusadari keberadaannya ketika dia sudah berada tepat disamping gazebo kami.

Amanda meminta maaf kepada kami karena terlambat. Kulihat matanya sembab. Ya.. kusadari tadi aku sempat mendengarnya menangis.

Kemudian dia duduk didekatku. Masih sempatnya dia meminta maaf kepadaku. Mungkin ia merasa tak enak karena telah meninggalkan aku sendiri di toilet.

Sebenarnya aku tidak apa-apa. Juatru aku memikirkan dirinya. Sebenarnya masalah apa yang terjadi padanya.

Aku tak berani bertanya, takut sia yak nyaman dengan pertanyaanku, selain itu jika Sindi tahu bisa-bisa menjadi rahasia umum.

Semua sudah tahu sifatnya. Jika ia sudah marah terhadap seseorang semua rahasia orang itu akan ia ungkap semua tanpa terkecuali. Ketika ia sudah benar-benar marah ia bertingkah seperti orang kesetanan.

Mungkin itu uang membuat Riki tidak menyukainya.

Padahal sebenarnya Sindi itu cantik hanya saja sifatnya yang kurang baik terutama temannya sendiri yang ia anggap telah menyaingi dirinya.

Riki menawari Amanda makan, tentu Riki tidak enak karena melihat Amanda yang tidak ikut makan sedangkan kami makan duluan.

Namun Amanda menolak tawaran Riki, Amanda mengatakan bahwa ia sudah kenyang. Saya yakin bahwa Amanda hanya tak lagi memiliki nafsu makan.

Nafsu makannya hilang bersama masalah yang barusaja ia alami.

Aku merasa sedih karena sebagai teman dekatnya tak dapat membantu apa-apa.

Aku tak bisa membelanya, aku tak dapat menyeka air matanya yang terus mengalir dan menyebabkan matanya sekarang menjadi sseperti itu.

Aku merasa, aku adalah teman yang tidak bisa diandalkan.

Aku hanya terdiam ketakutan mendengarnya menagis dan saling beradu mulut.

Aku hanya bersembunyi dibalik pintu toilet tanpa bertindak.

"Aku manusia yang sangat menyedihkan, maafkan aku ya.. Nda teman yang tidak bisa melindungimu."

"Diriku terlalu lemah untuk menjadi pelindungmu."

Riki melanjutkan acara dengan berfoto bersama.

Kulihat Amanda mulai tersenyum, walau sesekali ia terdiam dan seperti teringat sesuatu. Mungkin kejadian hari ini membuatnya tak mampu menyatu dengan bahagia kami. Sedikitnya dari kamipun menatapnya sedih, mereka hanya menerka-nerka karena melihat mata Amanda. Tentu berbeda denganku yang mendengar kejadian itu walau tak melihatnya langsung.

Kami berfoto hingga kami puas.

Aku tak perduli dengan Sindi yang tak ingin mendekatkan diri denganku.

Ia mencoba terus mendekat ke Riki.

Terserahlah yang terpenting aku puas hari ini, dan Riki lebih meihat aku dari pada menanggapinya.

Tapi kebahagiaanku tak lengkap melihat Amanda yang sesekali menampakkan kesedihannya.

Aku. melihatnya tertunduk, lalu tetesan air terjatuh dari matanya, lalu ia menyeka air lainnya dipipi dan matanya yang tampak penuh.

"Amanda?" kataku memanggil, mencoba bertanya keadaannya.

ia hanya membalas dengan senyuman lebarnya.

Aku tahu dia sengaja menutupinya.

kepedihan yang tak ingin orang lain tahu.

setelah kami berfoto bersama, kami melanjutkan acara dengan berjalan-jalan menikmati suasana ditempat ini.