"Wahh.. Desa nya masih asri yaa pak, masih banyak sawah dan pepohonan yang bikin suasana nya jadi sejuk"
Ucap Cahya kagum dengan keindahan Setu bodas
"Nah.. Ini kita sudah sampai dirumah baru nya"
tunjuk Mardani
Di depan gerbang nampak seorang wanita paruh baya sedang berdiri menatap kedatangan keluarga Mardani, wanita itu terlihat anggun mengenakan pakaian kebaya khas Jawa, padahal zaman sudah modern.
"Bu, itu Bu'de Ratmi pemilik rumah ini, mari Bu."
Ajak Mardani
"Selamat datang di desa Setu Bodas pak Mardani dan keluarga, perkenalkan saya Ratmi pemilik rumah ini."
Ucap Bu'de Ratmi sambil tersenyum
"Terimakasih Bu'de atas sambutan nya, ini istri saya asih dan itu kedua putri kami Cahya dan Mentari."
Jawab Mardani
"Baiklah kalau gitu saya permisi pulang dulu, kalau ada apa-apa bisa kerumah saya saja. Itu rumah saya"
Tunjuk Ratmi
Rumah Ratmi tepat di sebelah kiri rumah yang disewa Mardani, rumah nya tak kalah megah dengan rumah yang di sewa Mardani.
"Semoga kalian betah yaa"
ucap Ratmi lagi
"Sekali lagi terimakasih yaa bu'de"
sahut Asih
"Sama-sama, saya permisi pulang dulu. Mari.."
Jawab Ratmi
Cahya mengedarkan pandangan nya sebab ia kagum dengan rumah baru nya.
Rumah nya besar bak istana, halaman nya pun luas, dan di halaman nya pun terdapat taman kecil disana.
Kini semua sibuk membereskan barangnya masing-masing, serta merapihkan kamar nya masing-masing.
Dirumah lama Cahya harus berbagi kamar dengan mentari sebab kamarnya hanya ada dua, namun dirumah baru ia tidak lagi berbagi kamar. Disana terdapat empat kamar, satu kamar di bawah di isi bapak dan ibu nya.
Dilantai dua terdapat tiga kamar, satu kamar Cahya, satu kamar mentari dan satu lagi untuk kamar tamu.
Kamar Cahya dan mentari saling berhadapan, kamar tamu tepat di ujung lorong kamar mereka.
Kamar tamu telah menarik perhatian Cahya, ia mencoba ingin masuk dan melihat-lihat kamar itu. Sebab hanya kamar itulah yang pintu nya sudah nampak usang.
Cahya membuka kamar itu lalu seketika terasa seperti ada hembusan angin yang menerpa wajahnya dan membuat bulu kuduk nya berdiri. Kamar nya cukup luas, banyak debu dan sarang laba-laba di setiap sudut kamar seperti kamar yang tidak pernah di bersihkan, ada ranjang yang besar terbuat dari kayu jati dan ada ukiran seperti wajah serigala.
Cahya mendekati ranjang jati itu, dan menyentuh nya. Baru kali ini ia melihat ranjang jati yang ada ukiran wajah serigala.
"Ddooorrr"
"Mentari.. Kamu bikin kaget aja sih"
ucap Cahya yang terkejut
"Mbak Cahya kaget yaa"
Ledek Mentari
"Sudah-sudah, yuk kita keluar."
Ajak Cahya
Mereka berdua kembali ke kamar nya masing-masing namun, saat Cahya hendak masuk ke kamar nya.
Sesosok bayangan melintas diujung lorong yang mengarah ke tangga.
"Ibu . . . "
Panggil Cahya
Cahya memang gadis yang memiliki rasa penasaran yang tinggi.
Saat Cahya menuruni tangga, ia kembali melihat bayangan itu melintas ke arah dapur.
"Ibu . . . "
Teriak Cahya
Sangat sunyi, tidak ada jawaban dari siapapun.
Saat Cahya sampai di dapur, ia melihat ibu nya ada disana sedang memotong-motong sayuran.
"Ibu . . . "
Panggil Cahya, namun ibu nya enggan menoleh sedikitpun.
Cahya mencoba mendekati ibu nya, lalu ingin menyentuh pundak nya mana tau Asih memang tak dengar.
"Cahya, kamu ngapain disini? Lapar yaa."
Cahya reflek dan langsung menoleh ke belakang
"Loh . . Ibu . . "
Ucap Cahya terkejut
Saat Cahya menoleh ke arah tempat dimana ibu nya sedang memotong-motong sayuran tadi, sosok yang menyerupai ibu nya sudah tidak ada.
"Kamu kenapa? Kok tegang gitu wajah nya?"
Tanya asih sambil mengerutkan dahi nya
"Ahh . . Gak Bu, aku sedang cari makanan aku lapar."
Jawab Cahya berbohong
"Ini ibu bawa makan"
Ucap Asih
"Ibu habis keluar?"
Tanya Cahya
"Gak . . Tadi bu'de Ratmi kesini, antar makanan ini untuk kita katanya."
ucap Asih sambil menunjukkan rantang.
"Sudah kamu mandi dulu sana, selesai mandi kita makan malam bersama.!!"
ucap nya lagi
"Bapak kemana Bu? Kok gak kelihatan?"
Tanya Cahya sambil mengedarkan pandangan nya
"Bapak lagi di halaman depan, lagi ngebersihin rumput-rumput yang sudah menjulang tinggi kebetulan ada ayunan nya disana, lumayan kan buat mentari main."
jawab Asih sembari tersenyum
Cahya lekas naik ke kamar nya, dan segera mandi.
Setiap kamar terdapat kamar mandi di dalam nya. Selesai mandi, kini keluarga Mardani makan malam dengan menu yang diberi Ratmi tadi.
"De . . Selesai makan nanti kita main di taman yuk"
ajak Cahya
"Bu'de Ratmi bilang warga Setu bodas mempunyai satu pantangan, yaitu dilarang keluar saat malam."
Ucap Asih
"Lalu kalau melanggar pantangan itu kenapa?"
Sahut Cahya
"Satu desa akan mendapatkan teror"
Jawab Asih
"Iya.. bu'de Ratmi berpesan agar kita jangan sampai melanggar pantangan itu"
Sahut Mardani
"Aneh . . Alasannya apa coba?"
Sahut Cahya heran
"Sudah.. sudah . . Lebih baik setelah ini kamu tidur, besok kan kamu sudah mulai kuliah di universitas yang baru"
jawab Asih
-
-
Cahya nampak termenung di tepi jendela, menatap indah nya rembulan.
Siang sunyi dan malam pun makin sunyi, hanya ada suara-suara jangkrik yang terdengar. tidak seperti di kota sampai larut malam pun masih ramai.
Taman yang di bersihkan Mardani sore tadi kini sudah bersih, rumput-rumput yang menjulang tinggi pun sudah di babat habis oleh Mardani.
Ditaman sana nampak dua buah ayunan dan tepat di dekat ayunan ada pohon besar nan rindang.
"Mentari ...!!"
Ucap Cahya sambil terus menatap kearah ayunan itu.
Cahya melihat mentari sedang asyik bermain ayunan, bukan kah ibu nya sudah melarang nya keluar malam.
Cahya lekas turun dan keluar rumah, tidak perduli akan pantangan itu. Sebab adiknya hanya seorang diri di luar sana
"Dek . . . Mentari.."
panggil Cahya
"Ayuk masuk dek, kamu ngapain disini sendirian kan ibu sudah melarang kita keluar saat malam"
ucap Cahya
"Kata teman aku, ada yang ingin dia tunjukkan kepada kita mbak"
jawab Mentari sambil terus asyik bermain ayunan
"Teman..? Teman yang mana? Orang dari tadi mbak lihat kamu disini sendirian kok"
sahut Cahya
"Itu loh di belakang mbak"
sambil menunjuk ke arah belakang Cahya
Cahya langsung menoleh ke arah belakang nya, disitu sudah berdiri gadis kecil yang sebaya dengan Mentari tepat nya sekitar 5 tahunan.
"Cepat mbak, kita harus bersembunyi."
Titah gadis kecil itu
Cahya pun langsung mengikuti gadis kecil itu dan mentari untuk bersembunyi.
Kemudian seorang wanita paruh baya berpakaian kebaya serba hitam, Cahya menatap lekat wanita itu Cahya pun merasa tidak asing dengan wanita itu, namun Cahya tidak bisa mengingat nya.
Wanita itu membawa sebuah mangkuk kecil beserta pentungan kecil.
"Mau apa dia?"
Tanya Cahya dalam hati
Lantas wanita itu mendekati pohon besar yang di dekat ayunan, lalu mengetuk-ngetuk mangkuk itu sebanyak tiga kali.
Dan tidak lama kemudian ...