webnovel

Tarik Ulur

Entah sudah berapa lama matanya terpaku pada salah seorang kru yang menikmati makanan ringan di lokasi syuting iklan W Resort. Sejak tiba di lokasi setelah kuliah, Ruby hanya duduk diam dan membiarkan kru makeup merias wajahnya dan menata rambutnya. Tiga Asisten yang dibayar Lukas untuk Ruby masih sibuk merundingkan kostum rancangan Nyonya Anita Wardana.

Meski hanya gorengan dan kue-kue tradisional khas Indonesia. Ruby benar-benar tergoda. Ia sangat ingin segera melahap sederet jajanan yang sudah lama tidak ia nikmati itu.

"Bagaimana? Apa semuanya sudah siap?"

Punggung Ruby langsung tegak mendengar suara yang familiar. Matanya langsung mencari sosok Lukas melalui cermin di hadapannya. Ia melihat sebagian kru menyapa Lukas. Sutradara dan penanggung jawab perusahaan iklan juga langsung menghampiri dan menjabat tangan laki-laki itu.

Mata Ruby dan Lukas saling bertemu untuk beberapa detik sebelum laki-laki itu beralih menatap sutradara yang sedang melaporkan perkembangan pekerjaan mereka. Ruby mengamati dengan cermat penampilan Lukas sore itu, dari kepala sampai ujung kaki. Dari kejauahan pun ia bisa menilai Lukas yang terlihat angkuh dan sombong. Kemudian ia teringat malam pertama bertemu Lukas.

Lukas tersenyum lebar ketika ia berjalan menghampiri tempat Ruby duduk.

"Begitu makeup Ruby selesai, kita akan mulai take pertama," ucap laki-laki tambun mengakhiri penjelasannya.

"Kamu sudah makan siang? Mau istirahat dulu dan temani aku makan siang? kebetulan aku belum makan siang tadi."

Ruby mengernyit. "Dari tadi tidak ada yang aku kerjakan. Apanya yang mau istirahat?" jawab Ruby spontan.

"Tapi aku belum makan siang. Aku tidak biasa makan sendirian. Harus ditemani," jawab Lukas sambil tersenyum.

Lukas menunggu reaksi Ruby. Gadis itu sudah tidak menyukai Lukas sejak kejadian malam itu. Dan sekarang, ia semakin membencinya karena Lukas mulai terlihat mengejar. Ia mendongakkan dagunya sedikit dan berusaha terlihat tidak tertarik. "Aku harus segera menyelesaikan pemotretan hari ini karena nanti malam aku masih harus menjaga toko. Aku juga melatihmu mendiri. Makan sendiri sana!"

Ruby melihat perubahan wajah Lukas yang menjadi kesal. Ia tersenyum puas dalam hati. Laki-laki buaya darat semacam ini harus menerima kata ditolak dalam kamusnya.

Senyum Ruby masih mengembang saat sang sutradara, yang memang sudah tahu tabiat Lukas, tiba-tiba ikut bicara. "Saya juga mulai lapar. Saja juga tidak bisa kalau makan sendirian." Sutradara terlihat canggung. "Bagaimana kalau saja saja yang menemani makan siang, Tuan Muda Lukas? Kita bisa membicarakan perihal..."

"Tidak perlu." Lukas mengangkat tangan kanannya, namun matanya tetap menatap Ruby. "Selesaikan saja sesi hari ini sesuai schedule yang sudah kita sepakati."

Sang sutradara mengangguk cepat dan tersenyum superramah dengan kadar akting tingkat piala oscar. Ia hendak menimpali Lukas tetapi diurungkannya karena Lukas melanjutkan lagi perkataannya.

"Setelah pemotretan selesai, bagikan properti makanan di tempat setting kepada orang-orang di pinggir jalan. Kita sudah menyiapkan terlalu banyak. Aku dengar dari kakak iparku Nona Ruby ini sedang menjalani program diet. Betul, kan?"

Ruby mendelik. Lukas langsung beralih menatap ketiga asisten Ruby.

"Aku tinggal dulu." Lukas melambaikan tangan dengan santai. Si sutradara yang berdiri di belakang Ruby membungkuk hormat,

Lukas sudah berjanji pada Ruby bahwa dia bisa menikmati apa pun yang tersedia di lokasi. Belum sempat Ruby protes, Lukas sudah menjauh dengan langkah angkuh, seakan tidak ada sakit hati atas penolakan Ruby.

To Be Continued