"Jadi ini semua gara-gara kamu?" bentak Reza yang masih meronta-ronta ketika polisi memegang pergelangan tangannya, yang sudah diborgol.
"Hendro telah membeberkan semuanya. Lalu, aku suruh Tama untuk mengantar Hendro ke kantor polisi menyusul Dennis, supaya dia bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya. Jangan salahkan aku Reza, setiap perbuatan pasti ada timbal baliknya, dan ini adalah balasan atas semua perbuatanmu ."
"Bajingan kamu! seharusnya hari ini aku menang, aku bisa balas dendam dengan sikap sombongmu dulu. Aku kaya dan bisa menikahi Dina!" mata menyala, seolah bernafsu untuk menghajarku.
"Kaya dengan mencuri! Obsesimu itu salah besar Za! Maafkan aku karena aku dulu sombong, tapi sekarang aku sadar dengan kesalahanku. Semoga kamu juga begitu setelah masuk ke penjara."
"Enggak, aku enggak terima dengan semua ini. aku akan membalasmu suatu hari nanti camkan itu!" ancamnya dengan terus meronta dari pegangan polisi.
"Ayo ikut kami." Tukas polisi yang memegangi tangan Reza, dan mengiring ke mobil.
"Tunggu sebentar Pak, Aku masih mau ngomong sama anak sialan ini." ujar Reza mencegah para polisi itu
"Mumpung semua ada disini, aku mau membongkar sebuah rahasia tentang Ayah Rafa." Pekiknya di hadapan semua tamu di sana. Aku mengernyitkan dahi, dia melihatku dengan tersenyum sinis
"Kalian ingat dengan Santi? wanita hamil dan gila yang ditemukan meninggal di tanggul desa? Dia adalah wanita simpanan Pak Manto yang dibuat gila, dan dibuang di pinggir jalan raya dekat dengan desa kita! Hahahaha.."
"Dan kalian tahu sendiri jika Pak Manto mati secara mengenaskan. Pasti ini ulah arwah Santi yang sudah berwujud kuntianak merah itu menuntut balas. Dasar bejat, hahahaha..." dia tertawa puas telah membongkar Aib Ayah. Semua orang lagi lagi dibuat terperangah oleh ucapan Reza. Sebagian ibu-ibu mengelus dada mengetahui aib ayahku.
Tama yang baru keluar dari rumah Reza bersama seorang polisi. Ternyata di kamar Reza telah di temukan koper dan Tasku. Mendengar perkataan Reza, Tama tersungut-sungut, wajahnya merah padam. Tama bukan tipe orang yang bisa mengekspresikan kemarahannya secara langsung, dia lebih sering diam. Namun, sekarang Tama ibarat gunung aktif yang akan segera memuntahkan laharnya.
" Jangan asal bicara kamu!" sergah Tama sembari memegang kerah Reza. Anak mana yang tidak naik pitam jika ayahnya difitnah seperti itu, "Kamu sebentar lagi di penjara, jadi jaga sikapmu!"
"Lepaskan tanganmu bocah! Aku tidak asal bicara kok. Hanya Aku yang mengetahui kelakuan bejat ayahmu itu. Lalu, kami membuat kesepakatan. saya akan merahasiakan perihal Santi, asalkan Dia mau membantuku untuk merampok..." kata-katanya menggantung. Sepertinya dia keceplosan.
"Merampok siapa hah?" Bentak Polisi seolah menemukan kasus lain dari Reza. " Lebih baik kamu jelaskan semuanya nanti di kantor." Dua polisi itu mendorong tubuh reza, untuk jalan ke mobil polisi. Kemudian, salah satu polisi tersebut kembali, menghampiriku.
"Bapak kok berpakaian seperti ini?"
"Iya Pak, sebenarnya saya sedang dalam masa karantina, tapi saya mendapat undangan untuk datang kesini, jadinya saya kesini pakai baju safety Pak. Saya sudah melakukan swab test Pak. Dan hasilnya negatif." Jelasku membuat polisi itu manggut-manggut.
"Baik, lebih baik anda kembali ke tempat karantina. Jangan diulangi lagi pergi ke tempat umum kalau masa isolasi belum selesai." Kemudian polisi itu menghimbau warga untuk kembali ke rumah masing-masing untuk menghindari penyebaran virus, apalagi acara pernikahan sangat tidak disarankan. Lalu polisi itu pamit undur diri.
Dina menangis, meratapi kepergian Reza. Dalam hitungan menit, pernikahannya yang semula syahdu, hancur berantakan. Dia tampak mengelus-elus perutnya yang sedikit buncit. Aku heran melihat bentuk tubuhnya tidak seperti dulu.
"Pak, jangan bawa suamiku ! anak ini butuh bapaknya Pak! huhuhu!" Teriaknya histeris. Dia terduduk di atas panggung sembari menutup wajahnya. Riasan wajahnya rusak oleh air mata, sangat berantakan. Sementara warga yang menjadi tamu undangan menggelengkan kepala, kasak-kusuk terdengar di antara mereka. Dina yang masih terisak-isak, merasa risih dengan omongan mereka.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu? kalau aku hamil duluan kenapa hah? Masalah buat kalian?" bentak Dina di hadapan para hadirin, tidak malu dengan kehamilannya yang diluar nikah. "Pergi kalian! Pergi!"
Sontak tamu hadirin satu per satu meninggalkan tempat itu, keluarga mempelai pria maupun wanita sangat malu atas kejadian ini, mereka menundukkan wajah tanda permintaan maaf . Sementara, tamu yang hadir akan terus mengenang pernikahan yang hancur itu sampai kapanpun.
"Koper dan Tas Mas sudah dibawa oleh polisi sebagai barang bukti, " Tukas Tama yang menghampiriku di panggung,"Sekarang ayo kita pulang Mas."
Aku pun beranjak untuk turun dari panggung mengikuti Tama, sampai suara lirih memanggilku, " Rafa."
Aku menoleh ke sumber suara. Ternyata Dina yang memanggilku dengan tatapan sendu, penuh penyesalan. Aku mengalihkan pandanganku, trenyuh rasanya melihat tatapan itu. Tapi, aku tidak mau jatuh di lubang yang sama.
"Bertahun-tahun, aku mempercayakan rasa ini untukmu, supaya kamu bisa menjaganya dengan sepenuh hati. Tapi sayang, kamu telah menodainya dengan pengkhianatanmu. Aku benar-benar kecewa sama kamu."
"Rafa Maafkan aku, beri waktu aku dua menit untuk menjelaskannya."
Aku pun beranjak turun dari panggung itu, tidak menggubris Dina lagi. Semua sudah terjadi, dan aku harus bisa move on secepatnya.
"Aku selingkuh karena kamu selingkuh!" pekiknya membuatku menoleh seketika.
"Apa maksudmu??"
"Selama ini aku sudah sabar menunggumu, aku setia sama kamu, tapi jarak kita sangat jauh, sementara aku sering melihat postingan instagrammu di penuhi dengan foto-foto cewek dari negara lain. Aku selalu berfikir positif saja mungkin itu adalah teman kerjamu. Tapi lama-lama, aku tidak tahan, aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu lakukan sama mereka! hal itulah yang terus membayangiku."
"Bisa-bisanya kamu berpikir seperti itu!"
"Iya, karena kamu cowok! dan pelaut sangat jarang di darat. Gosip tentang pelaut itu bukan rahasia lagi, setiap kapal bersandar pasti ada wanita yang dikunjungi. Sementara, aku kesepian disini selalu menunggu kabar darimu."
"Terus kamu memutuskan untuk selingkuh gitu!" ujarku frontal. Kemudian aku menggeleng-gelengkan kepala, tidak seharusnya aku emosi seperti ini,"Sudahlah. semua sudah terjadi. Lagian sekarang kamu sudah memilih Reza. Itu artinya kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Dan tentang semua yang kamu tuduhkan kepadaku, Maaf aku tidak serendah itu."
"Enggak, enggak mungkin kamu bisa melupakan hubungan kita begitu saja. Aku tahu kamu masih mencintaiku. aku ingin memulai dari awal Rafa! Kumohon!"
Aku tidak menggubris omongannya, aku terus berjalan mengikuti Tama, keluar dari acara pernikahan itu. Tetap memberi hormat kepada keluarga dina, meski sudah tidak memiliki hubungan apa-apa, tapi silaturahmi harus tetap terjaga. Sepintas Tama tersenyum, seolah bangga akan sikapku. Sementara Dina menganggkat gaunnya berlari mengejarku, namun di tahan oleh keluarganya.