webnovel

Bab 6

Sin Liong dan Ki Galih Prawira berjalan tanpa bersuara ke ruang belakang padepokan. Pemimpin padepokan itu membuka pintu gudang dengan perlahan-lahan. Saat ini mata telik sandi Galuh Pakuan ada di mana-mana. Mereka harus sangat berhati-hati.

Padepokan Maung Sakti adalah padepokan tua yang berdiri hampir 1 abad lamanya. Ki Galih Prawira adalah generasi ke 4. Bangunan ini juga merupakan bangunan tua yang memiliki beberapa ruang rahasia. Salah satunya di gudang tua ini. Ada sebuah lorong kecil yang akan membawa mereka keluar pagar padepokan ke hutan belantara yang berada tak jauh di belakang padepokan.

Di sinilah sekarang Sin Liong dan Ki Galih Prawira berada. Berjalan miring dan merunduk karena memang lorong itu sempit dan beratap rendah. Lorong itu tidak terlalu panjang. Tepat saat tengah malam, keduanya sudah keluar di sebuah hutan lebat yang dipenuhi belukar dan pepohonan. Dengan tuntunan Ki Galih Prawira, keduanya terus menerobos masuk tengah hutan.

Berbelok ke jalan biasa bukan pilihan yang tepat. Pihak kerajaan memang menyebar belasan telik sandi di sekitar padepokan besar itu. Semua gerak-gerik dipantau dengan ketat dan kemudian segera dilaporkan jika ada hal yang sekiranya mencurigakan.

Padepokan Maung Sakti memiliki ratusan anggota dengan kemampuan di atas rata-rata orang biasa. Ki Galih Prawira adalah orang berkepandaian tinggi yang setara dengan kemampuan seorang panglima di Galuh Pakuan. Oleh karena itu Panglima Narendra memasang prioritas khusus bagi padepokan ini untuk dimonitor siang dan malam.

Selain Maung Sakti, ada 3 padepokan besar lainnya yang tersebar di wilayah Kerajaan Galuh Pakuan. Padepokan Leungeun Maut terletak di daerah barat dekat dengan Tlatah Ujung Kulon, Padepokan Sekar Halimun di daerah utara dan Padepokan Lebak Naraka di pesisir selatan.

Dari keempat padepokan besar tersebut, 2 di antaranya adalah sumber utama tenaga pasukan Galuh Pakuan. Sebagian besar lulusannya menjadi prajurit, hulubalang dan bahkan panglima. Panglima Narendra sendiri adalah lulusan Padepokan Leungeun Maut.

Hanya 2 padepokan yaitu Lebak Naraka yang sejak dulu selalu menolak lulusannya untuk direkrut menjadi prajurit kerajaan. Tidak ada yang tahu alasan persisnya, namun memang ada aturan keras yang diterbitkan oleh pimpinan padepokan bahwa lulusan Padepokan Lebak Naraka dilarang bekerja sebagai prajurit kerajaan.

1 lagi adalah Padepokan Sekar Halimun. Padepokan besar yang sangat misterius. Jauh lebih misterius dibanding Lebak Naraka sekalipun. Jarang sekali orang yang tahu di mana persisnya letak padepokan yang hanya beranggotakan khusus perempuan ini.

Karena belum pernah menimbulkan masalah seperti tanda-tanda pemberontakan misalnya, kebijakan Padepokan Lebak Naraka dan Sekar Halimun tidak dipermasalahkan oleh Kerajaan Galuh Pakuan. 2 padepokan yang lain sudah cukup memasok tenaga-tenaga handal dan berkepandaian tinggi sebagai prajurit kerajaan.

Oleh sebab itulah, membelotnya 2 anggota tingkat tinggi dari Padepokan Maung Sakti membuat geger istana. Padepokan yang sangat loyal kepada istana itu kecolongan besar. Telik sandi bahkan melaporkan kepada Panglima Narendra bahwa banyak anggota Padepokan Maung Sakti yang ingin mengikuti jejak 2 orang tersebut. Meskipun tidak mau menggunakan tangan keras, namun Panglima Narendra memerintahkan untuk terus memata-matai Padepokan Maung Sakti. Berjaga-jaga.

Sin Liong dan Ki Galih Prawira tiba di ujung perjalanan melintasi hutan belantara. Di depan, dengan sedikit bantuan cahaya bulan, nampak hamparan ladang penduduk di daerah perbukitan. Mereka akan mulai melakukan perjalanan di wilayah pedesaan menuju ibukota. Ki Galih Prawira memang sengaja mengambil jalan memutar. Dua kali lipat jaraknya jika dibanding melalui jalan biasa. Tapi demi menyamarkan diri dan lepas dari mata para telik sandi, hal ini harus ditempuh.

Ki Galih Prawira juga sudah mengatur skenario di padepokan. Semua diberitahu bahwa dirinya sedang melakukan samadi panjang dan tidak bisa diganggu selama 1 bulan penuh. Hanya 2 wakilnya yang tahu bahwa dia sedang mengantar Sin Liong ke ibukota untuk menghadap Putri Dyah Pitaloka.

----

Kedasih tak tahu mesti berbuat apa. Para perempuan cantik yang mandi bersamanya di telaga ini tiba-tiba saja berlompatan ke darat begitu menyadari ada dirinya di situ, mengenakan pakaian ringkas mereka dan memandangnya dengan tatapan aneh tapi penuh ancaman.

Duh! Kenapa aku tidak punya kemampuan olah kanuragan ya? Mereka sepertinya siap bertarung denganku. Sin Liong, kau di mana? Kenapa aku terhembus ke sini ya?

Kedasih berjalan pelan naik ke pinggir telaga. Sweater dan celana jeansnya basah kuyup. Mata para wanita yang berjumlah 5 orang itu semakin terbelalak melihat pakaian yang dikenakan Kedasih.

Seorang di antara wanita-wanita itu yang merupakan pimpinannya, bertanya dengan nada tegas.

"Kau siapa? Kenapa tiba-tiba berada di antara kami? Apa kau sedang memata-matai Sekar Halimun?"

Kedasih melengak kaget. Sekar Halimun? Ingatannya langsung menelusuri sejarah yang diketahuinya. Kalau tidak salah ini adalah padepokan misterius yang hanya beranggotakan perempuan dan pernah sangat terkenal karena begitu peristiwa Bubat yang menewaskan Baginda Raja Lingga Buana terjadi, tak lama kemudian seluruh anggota padepokan yang dipimpin oleh Nyai Halimun menyerbu Pesanggrahan Bubat habis-habisan.

Seluruh anggota Padepokan Sekar Halimun tewas oleh pasukan Majapahit. Termasuk Nyai Halimun sendiri. Kejadian yang membuat Eyang Halimun, tokoh tua yang bertapa di puncak Gunung Salak, turun gunung dan menyerbu ke Istana Majapahit sehingga menewaskan banyak prajurit sebelumnya akhirnya tewas di tangan Resi Saloko Gading.

Eyang Halimun adalah suami dari Nyai Halimun. Mereka terpisah karena percekcokan prinsip. Eyang Halimun minta Nyai Halimun supaya menjalin hubungan baik dengan Istana Galuh Pakuan namun Nyai Halimun menolaknya. Dia memilih untuk bersikap netral dan tidak mau mencampuri urusan keduniawian. Apalagi padepokan ini sangat pemilih dalam hal merekrut anggota. Hanya para perempuan yang tersakiti hatinya saja boleh masuk sebagai murid padepokan. Anggota Padepokan Sekar Halimun sendiri tak lebih dari 25 orang.

Dan sekarang, Kedasih berada di wilayah padepokan yang misterius dan tertutup ini. Dengan mengenakan celana jeans dan sweater. Kedasih nyaris tertawa geli jika saja wanita di depannya tidak menyorongkan ujung pedang ke dadanya.

******