"PENGECUT!"
Aku langsung meninggalkan Kak Gantara. Dengan air mataku yang kembali membasahi pipiku. Apa yang selama ini ku jaga sudah direnggut.
Apa yang harus aku katakan pada ibu dan bapak? apa yang harus ku lakukan setelah ini?
Dengan keadaan basah Aku keluar dari apartemen Kak Gantara, Aku sudah tak peduli lagi, semua sudah hancur bagiku. Lantai ini sepi, entah karena aku beruntung atau memang seperti ini. Aku memasuki lift dan melihat perempuan di dalam sana.
"Ya ampun Mbak," ucap perempuan yang sepertinya pegawai di gedung ini. Terlihat seragam dengan logo nama gedung ini.
"Pakai ini Mbak," ucap perempuan itu dengan mengambil handuk yang masih terbungkus plastik di trolinya.
"Mbaknya gak papa? Mbak dari unit berapa mau saya antarkan?" Aku menggeleng lalu lift terbuka Aku mengucapkan terimakasih pada perempuan itu.
"Eh Mbak saya ada bawa baju ganti di loker saya. Mbak gak mungkin keluar dengan baju kayak ginikan Mbak?"
Benar juga, beruntung lantai tadi sepi, kalau pulang keadaan gini pasti orang yang lagi di rumah juga bertanya-tanya.
"Loker saya ada di sana Mbak." Perempuan itu menunjuk pintu bertuliskan 'Hanya Pegawai'
Aku mengucapkan terimakasih sekali lagi. Perempuan itu membantuku berjalan masuk ke dalam sana. Banyak orang yang menatap kami, terutama Aku yang menjadi pusat perhatian mereka.
"Mbak bisa pakai ini, tapi maaf ya Mbak saya tinggal. Saya ada pekerjaan yang harus segera di selesaikan," jelas perempuan itu.
"Makasih ya Mbak, maaf merepotkan."
Pegawai itu pamit, Dia juga sudah menunjukkan dimana kamar mandi berada. Aku berjalan dan memasuki kamar mandi umum untuk semua pengunjung dan pegawai.
Setelah berganti dengan baju yang diberikan pegawai perempuan itu. Aku langsung melepaskan handuk itu dan menaruhnya di mana pegawai itu bilang.
"Aku tinggalin nomorku juga kali ya? biar Mbaknya telpon Aku jadi Aku bisa kembaliin baju ini."
Aku mencari kertas di tempat ini. Untungnya di meja ada buku dan pensil yang bisa Aku gunakan. Dengan menuliskan catatan dan nomorku Aku meminta Mbaknya untuk segera menghubungi ku.
Aku melangkah keluar setelah menaruh catatan itu di sela loker milik pegawai tadi. Kakiku terhenti ketika di Aku ingin keluar dari tempat ini. Ana langsung bersembunyi ketika ia melihat laki-laki yang menjadi pasangan atau pacar Kak Gantara.
"Batalin aja, Gue bakal tetap bayar kok." Aku mengerut dahiku, bayar apa? kenapa teleponan harus sembunyi-sembunyi.
"Gak perlu, gak sengaja masuk orang lain, Ana kalau engga salah namanya. Dia bakal jadi alat kita."
"Terus di rencana awal kita. Jangan sampai Gantara tahu hal ini."
Jadi, INI JEBAKAN DIA!! KURANG AJAR!!!
Kurang ajar laki-laki itu, dia udah buat Aku kehilangan hal yang paling berharga. Aku gak bisa diam aja. Gak gak gak. Dasar laki-laki GILA!
Prang...
Tak sengaja tanganku menyenggol sapu yang membuat benda itu jatuh. "Siapa di sana?!"
Gawat! bisa bahaya kalau ketahuan. Aku langsung merapatkan tubuhku ketika mendengar suara derap langkah kaki mendekat.
"Maaf Pak, ini ruangan khusus pegawai. Anda di larang masuk," ucap seseorang di luar sana.
Aku mengeluarkan nafas lega, untung saja ada pegawai sini yang masuk. Kalau engga, entahlah apa yang terjadi.
"Gara-gara laki-laki itu Aku dan Kak Gantara kayak gini. Dan Aku benar-benar di rugikan. Lihat aja, Kamu main diam-diam, Aku juga bakal main diam-diam."
---------
Aku sampai di rumahku yang tampak sepi padahal ini sudah sangat malam. Sepertinya mereka semua ada di rumah sakit menemani Ibu.
"Maaf Pak Bu, Ana gagak jadi anak."
Aku menangis kembali mengingat apa yang menimpaku, dan membayangkan bagaimana jika orang tuaku tahu akan hal ini.
Tiba-tiba Aku teringat ponselku, "Astaga handphone sama tasku masih di apartemen Kak Gantara. Aduhh..."
Aku merebahkan diriku di atas kasur. Kenapa bisa pelupa banget!!! Sekarang bagaimana? Aku tak mungkin kembali. Pantas saja Aku merasa ada yang kurang.
AAAK....
"Assalamu'alaikum, Kak Ana udah pulang?"
Zenna datang dengan kantung tas di tangan kanannya. "Ya Ampun Kak, kita seharian ini cari Kakak. Kakak itu habis dari manasih?! Di telepon gak bisa. Aku sampai cari ke temen-temen Kakak."
Aku menatap Zenna yang memandangku khawatir, astaga bagaimana jika Zenna tahu hal yang terjadi padaku. Wajah khawatir ini akan berubah menjadi kecewa, aku tak siap melihat tatapan itu.
"Ka ... Kak .. tadi.."
"Eh Kak pas banget Bapak telepon. Aku angkat dulu Kak," ucap Zenna.
Tanganku bergetar, apa yang harus aku katakan pada Bapak dan Ibu?
"Halo Pak, Kak Ana udah pulang. Zenna juga udah sampai rumah."
Tiba-tiba Zenna menatapku terkejut, aku yang melihat tatapan itu menatapnya bingung. Zenna hanya diam mendengarkan Bapak berbicara, sayangnya aku tak dapat mendengar nya.
"i... iya Pak," kata Zenna dengan gugup.
"Ada apa Na?" tanyaku ketika Zenna sudah mematikan sambungan teleponnya.
"B-Bapak marah Kak. Kak Ana di suruh ke rumah sakit sekarang."
Mati sudah nasibku, Bapak dan Ibu pasti marah sekali karena Aku yang tak memberikan kabar. Tapi kenapa Bapak minta Aku datang ke rumah sakit sekarang? Apa Bapak tahu? gak gak gak mungkin.
-------
Aku dan Zenna berjalan ke ruangan Ibu. Tiba-tiba Aku bener deg-degan sekarang, Aku ketakutan sekarang.
"Bapak tadi kedengarannya marah banget Kak, Ibu sampai nangis," ucap Zenna.
"Ibu nangis?" tanyaku. Zenna menganggukkan kepalanya.
"Ada apa ya?" tanyaku.
"Emang tadi Kak Ana habis dari manasih? sampai gak bisa di hubungi gitu," tanya Zenna.
Tubuhku mendadak kaku, mulutku juga sulit untuk di gerakkan. Akalku juga belum mendapatkan alasan untuk menjawab hal itu.
Aku tak mungkin jujur, Aku takut .... mengecewakan mereka.
"Kok malah bengong sih Kak, hati-hati loh nanti nabrak tembok," kata Zenna.
"Kak Ana tadi habis dari mana? Kak Fera aja gak tahu Kak Ana dimana," tanya Zenna sekali lagi.
"Ka .... Kak tad-tadi ke rumah temen kampus Kakak yang lain. Ponsel Kakak juga ketinggalan di sana," bohong ku.
"Kok gak ngabarin sih Kak, tadi kita panik semua pas Kakak gak pulang-pulang, ditelepon juga gak bisa-bisa."
"Maaf," ucapku.
Kami menaiki lift yang akan membawa kita ke lantai ruangan Ibu. Aku menatap Zenna yang menatap lurus ke depan.
Aku merasa bersalah sudah membohongi Zenna. Padahal Zenna mencariku seharian.
Sampai di ruangan Ibu, tubuhku langsung lemas. Di dalam ruangan itu ada Kak Gantara dan wanita yang sudah tua. Luka di wajah Kak Gantara dan Bapak yang menatap tajam Kak Gantara dapat aku simpulkan sesuatu.
Berakhir sudah riwayatku, sampai jumpa matahari pagi, aku tak tahu masih mampu melihatmu atau tidak.
Halo semua??
Gimana nih cerita kali ini?
Mohon sarannya untuk cerita ini. Hal ini akan berguna banget buat Aku dan cerita selanjutnya. Terimakasih sudah membaca cerita Aku.