webnovel

QOLLBII QOLLBUKA

"Saya akan menangkapmu dan melucuti semua pakaianmu!" Keputusan Khawla Asyifa keluar dari dunia terlarang, membuatnya berlari dari kejaran Albert---mantan kekasih---yang tengah menagih hak satu malam dengannya. Lari tanpa memperdulikan jarak membuatnya memasuki sebuah tempat asing yang beratasnamakan pesantren, hingga dipertemukan dengan seorang Gus yang berhasil menyelamatkannya malam itu. Abizar Arfan Al-Faizan, dengan penuh keikhlasan hati, dia turut membantu Syifa menyelesaikan permasalahannya dengan Albert. Perkenalannya dengan Syifa yang cukup lama, membuatnya memantapkan hati, hingga menjadikan perempuan itu sebagai seorang istri. Namun siapa sangka, pernikahan itu hanya berlangsung tiga bulan lamanya. Gus Arfan dikabarkan meninggal karena kecelakaan dengan meninggalkan surat wasiat yang menyatakan ; bahwa Syifa harus menikah dengan lelaki yang sudah dia pilihkan. Syifa enggan untuk menjalankan wasiat itu. Namun, mengingat segala kebaikan suaminya serta Kiai Faizan---sang mertua---membuat Syifa mau tidak mau harus menjalankan wasiat suaminya. Syifa memutuskan untuk memantapkan hati dengan niatan berbakti kepada mertua dan juga sang suami. Perjalanan hidup Syifa tidak mulus begitu saja. Pernikahan barunya yang tanpa berlandaskan cinta, membuat Syifa kerap berpikiran untuk berpisah. Terlebih lagi ketika Syifa mendapati ada rahasia besar suami barunya yang sudah lama disembunyikan dalam rumah tangga mereka.

Radeka_Frishilla · Urbano
Classificações insuficientes
19 Chs

Lokasi Tujuan

Di lain posisi, Syifa meremas ponselnya kemudian memasukkannya ke dalam saku celana. Perempuan itu kemudian bangkit dan beranjak menghampiri posisi Kiai Faizan. Tentu hal itu membuat sebagian fokus santriwati terbuyar dan tatapannya teralih ke arah Syifa.

Kiai Faizan yang melihat kehadiran Syifa pun sejenak menghentikan lantunannya, tetapi beliau mengode agar para santriwati tetap terus melanjutkan nadhoman Alfiyah di bait yang sekarang ini tengah menjadi pacuan hafalan.

"Maaf, Kiai. Saya izin ke belakang." Syifa berujar dengan takzim.

Kiai Faizan yang berpikir Syifa ke belakang menuju ke toilet pun langsung mengangguk, menginzinkan. Beliau mempersilakan Syifa keluar dengan catatan kembali lagi ke dalam kelas tepat waktu.

"Terima kasih, Kiai." Syifa langsung bergegas keluar kelas.

Saat sudah melewati berbagai macam koridor kelas diniyah, Syifa langsung berlari keluar gerbang. Perempuan itu menggerutu ketika mendapati gerbang pesantren yang saat ini tengah ditutup.

"Fiwh, untung tidak dikunci." Syifa bergumam sembari membuka pelan gerbang itu. Sejenak, dia celingak-celinguk ke arah sekitar pesantren. Aman. Tidak ada yang melihat dirinya.

Syifa kembali lagi menutup gerbang itu dan melanjutkan larinya hingga berhenti tepat di sebuah pangkalan ojek. Untung saja jam segini masih ramai ojek di sini. Jadi, Syifa masih punya harapan untuk datang ke lokasi Albert tepat waktu.

Saat sudah memberitahu kepada pengemudi ojek perihal lokasi yang menjadi tujuannya, perlahan, motor ojek yang Syifa tumpangi melaju dengan kecepatan sesuai permintaan Syifa. Kecepatan tinggi. Meski begitu, Syifa terus mewanti-wanti agar pengemudi ojek itu tetap berhati-hati.

Dalam perjalanan, meski semilir angin berembus menyejukkan, tetapi keringat Syifa tetap bergantian keluar. Perempuan itu begitu panik memikirkan kondisi sahabatnya saat ini.

Ting!

Bunyi notifikasi ponsel Syifa nyaris membuat perempuan itu bergegas melihat ke layar ponselnya. Seperti dugaannya, kalau Albert yang tengah mengirimi Syifa pesan. Lebih tepatnya, lelaki itu mengirimkan Syifa sebuah gambar.

Bersamaan dengan gambar kiriman Albert yang sudah terunduh, di sana memunculkan foto Cyntia yang tengah mengiba kepada Albert. Bahkan, lelaki itu juga menempelkan pistol tepat di bagian kepala kiri Cyntia.

[Jika kamu tidak ke sini, tahu sendiri, kan, apa yang akan terjadi?]

Syifa mengumpat berulang kali membaca pesan yang baru saja dikirimkan Albert saat ini.

"Bang! Lebih cepat lagi!" titah Syifa kepada pengemudi ojek itu.

Pengemudi itu mengangguk seraya menuruti perintah Syifa. Dia semakin menambah kecepatan lajuan ojeknya.

Syifa mengamati pemandangan yang ada di sekitar. Sesekali dia mengecek peta lokasi guna untuk memastikan bahwa dirinya sudah dekat atau masih lumayan jauh dengan tempat tujuan.

"Argh, sial! Kenapa harus macet segala," gerutu Syifa ketika ojek yang dia tumpangi terpaksa terhenti di tengah kemacetan.

"Maaf, Nona. Sepertinya di depan sana sedang ada kecelakaan." Pengemudi itu berujar.

Syifa mengumpat berulang kali. Sejenak, dia melihat benda yang melingkar di pergelangan tangannya. Kesempatan dua puluh lima menit lagi, sedang perjalanan menuju lokasi Albert tentu masih lumayan jauh.

"Segera cari jalan pintas. Nanti saya akan membayarmu lebih!" titah Syifa. Sedang pengemudi itu mengangguk dan kembali melajukan pelan-pelan ojeknya seraya mencari jalan yang masih longgar. Setelahnya, pengemudi itu membelokkan ojeknya tepat di perbelokkan yang ada di sebelah kanan.

***

"Albert, saya mohon ... lepasin saya ...." Cyntia terus mengiba menatap Albert. Sedang lelaki yang ditatapnya itu masa bodo dan tetap santai memeriksa pistolnya sembari duduk di kursi seraya menyilangkan kedua kaki. Dia tidak memperdulikan Cyntia yang terus mengiba kepadanya.

"Saya mohon ...." Kembali lagi Cyntia mengiba. Kalau saja tadi Albert tidak memergoki dirinya yang tengah berusaha mengambil sebuah pecahan kaca, pasti saat ini Cyntia sudah bisa melarikan diri. Cyntia merutuki kecerobohannya itu.

Sejenak, Albert melihat jam lewat ponselnya. Kurang sepuluh menit lagi pukul sembilan malam. "Diamlah, Cyntia! Jangan bikin telinga saya pecah hanya karena suara iba kamu!" bentak Albert. Lelaki itu kemudian bangkit dari duduknya. Dia terlebih dahulu meletakkan pistol di meja kemudian beranjak mendekat ke arah Cyntia.

"Dengar, Cyntia! Hanya kamu target yang membuat saya bisa dengan mudah mendapatkan Syifa lagi! Jadi diamlah! Tunggu sampai Syifa ke sini dan kembali lagi kepada saya!"

Cyntia menggeleng berulang kali. Baru saja dia mau menyahuti perkataan Albert, tetapi suara pintu gudang yang terbuka nyaris membuat keduanya menoleh ke arah sumber suara. Didapatinya salah seorang anak buah Albert tengah membungkuk sejenak, sebagai penghormatan kepada Albert.

"Maaf, Tuan. Nona Syifa sudah datang." Anak buah Albert itu memberitahu.

Spontan kedua sudut bibir Albert tertarik membentuk senyuman sempurna. Berbanding balik dengan Cyntia yang justru terbelalak dan menggeleng berulang kali.

"Dengar, Cyntia. Sahabatmu sudah datang." Albert berujar penuh kemenangan. Dia bahkan tertawa picik. "Kamu diamlah, jangan banyak bicara!" Albert kembali membungkam mulut Cyntia dengan lakban, membuat perempuan itu terus meronta dan berusaha mengeluarkan suara yang terbungkam.

Sesaat kemudian, Albert mengalihkan pandang ke arah pintu yang kini perlahan memunculkan Syifa.

"Kamu, kembalilah," ucap Albert kepada anak buahnya.

Anak buahnya itu langsung mengangguk takzim seraya kembali ke posisinya semula. Dia juga tidak lupa menutup kembali pintu gudang. Saat ini di dalam gudang ada Syifa, Albert, dan juga Cyntia.

Perlahan, Syifa melangkah mendekat ke arah Albert.

Jarak keduanya kini sudah begitu dekat, membuat Albert langsung tersenyum menyambut kedatangan Syifa.

Plak!

Satu tamparan mendarat tepat di pipi kiri Albert.

Bukannya marah, justru Albert menyeringai sembari mengusap sejenak pipi kirinya.

"Semakin gila kamu, Albert! Meski kamu berkata kalau kamu tidak berjanji menyangkut pautkan urusan kita dengan orang terdekat saya, tapi tidak begini juga!" Syifa menggeram. Deru napasnya naik turun tidak beraturan.

"Saya gila juga karena kamu, Syifa." Albert berujar sembari membelai wajah Syifa. Sedang kedua mata perempuan itu mengikuti pergerakan tangan Albert.

"Bisa-bisa saya akan semakin gila jika menuruti omongan kamu!" Albert mulai menaikkan intonasi suaranya. Bahkan hal itu membuat Cyntia dan juga Syifa terkejut begitu saja.

"Kembalilah kepada saya, Syifa. Saya akan membuatmu bahagia." Albert menatap sayu ke arah Syifa. Rasa cintanya kepada Syifa bahkan membutakan segalanya. Membuatnya nekat menghalalkan segala cara agar bisa kembali mendapatkan Syifa.

Syifa menggeleng seraya menepis tangan Albert. Hal itu nyaris membuat Albert langsung mengepal erat kedua tangannya. Lelaki itu beranjak mengambil pistol yang ada di meja. Sedetik kemudian, pistol itu Albert arahkan ke arah Cyntia, membuat perempuan itu nyaris terbelalak.

"Apa yang kamu lakukan, Albert?" tanya Syifa, panik.

"Biar kamu tahu, kalau saya tidak akan main-main." Perlahan jemari Albert tergerak di bagian trigger pistol. "Pilihan dan keputusan ada di tangan kamu, Syifa." Albert kembali berujar.

Syifa menggeleng, kuat.