webnovel

BAB 2.1 – Masa Lalu Albert

Tubuh Al kini telah dipenuhi oleh luka-luka berdarah hitam akibat serangan yang terus dilancarkan oleh para vampir ke dirinya maupun Rai. Dia bisa saja menang karena meskipun Albert adalah vampir hibrida, dia tetap memiliki kekuatan yang sangat besar.

Entah mengapa, kekuatan yang dimilikinya hampir setara dengan para pimpinan para klan, dan dia juga memiliki mental dan fisik yang kuat. Inilah yang menyebabkan Al masih bisa bertahan di tengah cacian, hujatan, dan serangan yang dia terima selama ini.

Namun, di perkelahian kali ini dia lebih memilih melindungi Rai. Vampir kecil ini tidak tahu apa-apa. Ia akan merasa sangat bersalah jika sesuatu terjadi padanya. Oleh karena itu, Al melindunginya mati-matian, membuat kekuatannya menurun signifikan.

Sedangkan Rai, dia masih saja diam berdiri di tempatnya, mengamati perkelahian yang terjadi. Sudah berkali-kali dia diminta pergi oleh Al, namun dia mendadak tuli dan tidak menaati perkataannya.

Dengan santainya, vampir kecil ini terus berdiri diam dan mengamati pertarungan antara Al dan para vampir kurang ajar ini. Rai mengamati segala serangan yang Al tunjukan, dan ia dapat merasakan bahwa vampir hibrida ini memiliki kekuatan yang tidak biasa.

***

"Sial! Kenapa kau belum pergi juga!?” maki Al.

“Baiklah... sepertinya kita akan mati bersama-sama karena aku sudah tidak sanggup lagi melawan mereka dan melindungimu. Selagi ada kesempatan, kaburlah, dan selamatkan hidupmu," ucapnya dengan napas tersengal-sengal.

Vampir-vampir ini kembali menyerang. Target utama mereka sekarang adalah Rai karena tanpa alasan yang mereka ketahui, Albert selalu melindungi vampir ini, dan tentu saja mereka menyadarinya.

Sekarang mereka menjadikan Rai sebagai sasaran utama dengan maksud membuat Albert lengah dan melukainya. Maka serangan demi serangan pun dilakukan, namun Al terus saja memblokade serangan tersebut.

"Kau... kau bilang namamu Rai, bukan? Pulanglah. Pasti ada yang menunggu kepulanganmu. Jangan mati sia-sia di sini. Aku akan menghadang mereka, jadi pergilah," kata Al dengan senyuman yang terukir di wajah yang sudah penuh luka ini.

Rai menatapnya dengan intens. "Cih! Kenapa dia berusaha mati-matian melindungiku? Aku bisa melindungi diriku sendiri! Apa dia benar-benar tidak tahu siapa aku? Apa dia gila? Tubuhnya sudah dipenuhi luka dan dia masih bisa tersenyum dan menyuruhku pergi? HA! Aku jadi ingin tertawa!" pikirnya.

"Dia juga memanggilku Rai dan berani menatapku secara langsung!? Lancang sekali dia! Vampir lain saja tidak berani mengangkat wajah saat berbicara denganku ataupun memanggil namaku! Tapi dia—“ pikirannya harus terhenti karena tiba-tiba saja vampir lain kembali menyerangnya.

Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Al mencoba menghalau kembali serangan ini tapi gagal. Kini, tubuhnya melayang di udara, lehernya dicekik dengan erat, membuatnya kesulitan bernapas.

"Hehehe... akhirnya hidupmu akan berakhir hari ini, vampir menjijikkan," ujar salah satu vampir yang menyerang.

Al tidak bisa lagi melawan, dia hanya bisa terbatuk-batuk berusaha untuk bernapas. Vampir ini kemudian bersiap untuk menembus dadanya dan menghancurkan jantungnya.

***

Melihat Al yang sudah tidak berdaya, Rai akhirnya memutuskan untuk ikut campur. "Kau! Vampir menjijikkan!" teriak Rai menghentikan semuanya.

Salah satu vampir berkata, "Wow...! Vampir kecil ini bisa bicara rupanya, aku kira kau bisu karena dari tadi kau hanya diam saja! Atau karena terlalu ketakutan kau jadi tidak bisa bicara? AHAHAHAHA," tawa vampir ini diikuti para vampir lainnya.

"Apa sekarang kau sudah kembali ke alam sadarmu? Ya, dia ini memang menjijikkan, makanya dia akan aku bunuh sekarang," vampir ini kemudian mengeratkan cekikannya.

Dalam hatinya, Rai benar-benar merasa muak dengan mereka semua. Mulai dari vampir hibrida itu dan para vampir ini, tidak ada satu pun yang menghormatinya. Mereka berbicara dengan tidak sopan bahkan dengan berani mengejeknya.

"Kau yang menjijikkan!" seru Rai.

"Apa...? Maksudmu aku yang menjijikkan?" tanya vampir ini.

"Kalian semua menjijikkan!" balasnya tanpa takut.

"Tenanglah, vampir kecil. Kau akan mendapat giliranmu setelah ini," timpal vampir lainnya.

"Lepaskan anak itu!" perintahnya.

Rai mulai kehilangan kontrol atas emosinya. Kelakuan mereka semua berhasil membuatnya marah. Padahal ia

"Ah... kau sangat menyebalkan. Baiklah, kau mau menjadi yang pertama, akan aku turuti permintaan terakhirmu hahaha," ucap vampir ini sambil melempar tubuh Albert ke sembarang arah, membuat tubuh Al terbentur pohon besar. Al langsung meringis kesakitan.

Vampir ini langsung melesat menuju Rai kecil dengan senyum yang mengerikan dan tangan terjulur siap untuk memisahkan kepala vampir kecil ini dari tubuhnya.

"ARRGGGHHHH!!!" teriak vampir ini setelahnya.

Terlihat cipratan darah hitam memenuhi wajah Rai dan pakaiannya, sedangkan tangan kirinya memegang sebuah bulatan besar—kepala vampir. Tubuh vampir ini bergetar lalu terjatuh ke tanah, dari lehernya tersembur darah hitam pekat cukup banyak.

Rai telah menghabisi vampir ini dalam hitungan detik saja. Al yang sedang berusaha bernapas menjadi terdiam, dia terkejut atas apa yang dia lihat. Vampir kecil ini berhasil membunuh vampir yang lebih dewasa darinya dan lebih kuat.

"Apa itu? Siapa dia...?" gumam Albert merasakan aura hitam yang sangat kuat. Dia merasa seperti udara di sekitar menekannya, membuatnya sulit bernapas.

"K-kau! Berani kau membunuhnya!!" teriak vampir lain yang langsung menghampiri Rai dan berniat membunuh anak itu saat ini juga.

Tapi kejadian tadi kembali terulang. Dalam hitungan detik, kepala vampir ini telah terlepas dari tubuhnya. Dengan tatapan yang dingin, Rai membuang kepala vampir ini ke sembarang arah.

Rai berjalan mendekati ketiga vampir lainnya. Dengan iris yang sudah berubah menjadi merah darah dan aura membunuh berada di sekelilingnya, ia berjalan tanpa takut ke arah para vampir ini.

"Siapa kau sebenarnya!?" tanya vampir lain dengan wajah yang terkejut melihat perubahannya. Vampir kecil yang mereka kira tidak lebih dari seekor anak kucing sekarang berubah menjadi seekor singa.

"Kau vampir kecil! Apa yang telah kau perbuat!?" seru vampir lain.

"SIAPA KAU!?"

Mereka semua ribut bertanya namun Rai tetap diam. Dia terus berjalan dengan tenang mendekati ketiga vampir tersebut. Irisnya yang berwarna merah darah terlihat menakutkan dan hawa membunuh terus terpancar. Dia terus berjalan hingga sebuah suara menghentikannya.

"Yang Mulia Harrison. Apa yang Anda lakukan di sini?" tanya sosok vampir dewasa sambil memberikan hormat yang diikuti oleh sepuluh orang pria di belakangnya.

"Bukankah itu kepala keamanan Kastel Haltz, Vero de Haltz!?" ucap para vampir penyerang menyadari siapa yang datang.

"Ah... rupanya kau, Vero. Hampir saja aku membunuhmu karena mengganggu waktu bermainku," jawab Rai seraya menoleh, membuatnya Vero yang melihatnya langsung gemetar.

Bagaimana tidak? Dia sangat tahu arti dari iris merah darah ini, aura membunuh ini, dan seringai yang menakutkan. Saat ini, Rai sedang benar-benar marah. Senyuman di wajahnya bukan senyuman yang hangat. Itu adalah senyuman kematian.

"Maafkan hamba, Yang Mulia," balas Vero membungkuk hormat diikuti oleh para prajuritnya yang juga terlihat gemetar.

"Aku jadi kehilangan selera untuk bermain," ujar Rai.

"Ck! Kenapa aku harus bertemu dengannya saat seperti ini," batin Vero menyadari nyawanya yang terancam.