webnovel

Mulai Mengeluarkan suara

Friska menoleh ke samping dimana tadi Rey berada. Mulutnya ternganga saat melihat pemandangan yang ada di sana. Kosong, tak ada siapa pun. Jadi selama beberapa detik yang lalu, Friska hanya berbicara seorang diri? Ah, itu benar-benar membuat harga diri Friska sedikit terluka.

Pandangannya kemudian mengedar, ia mencari dimana lelaki bernama Reyhan Dirga berada. Matanya kemudian menemukan seorang lelaki terlihat berjalan dengan cepat berada tak jauh darinya.

Setelah mendengus sebal, Friska beranjak dari duduknya. Perempuan itu berjalan mengejar Rey dengan langkah yang ia hentak-hentakkan.

Tak lama kemudian Friska telah berada tepat di samping Rey. Tentu itu membuat lelaki itu langsung panik dan berusaha berjalan dengan cepat untuk menghindari Friska.

"Mas Reyhan Dirga enggak tahu yang namanya sopan santun? Saya tadi lagi ngomong loh mas, tapi kenapa Mas Reyhan Dirga langsung pergi gitu aja tanpa merespon ucapan saya?" teriak Friska mengomel.

Rey tak merespon, ia hanya berjalan dengan cepat untuk menghindari Friska yang menurutnya sangat menganggu.

Friska berdecak. Tangannya berkacak pinggang saat melihat Rey yang diajak berbicara malah diam tanpa meresponnya. Bahkan lelaki itu berusaha pergi menjauh darinya.

"Mas Reyhan Dirga enggak ingat jasa saya dihidup mas sangat besar? Saya sudah ... Heh, heh, kenapa pakai masker? Takut kena virus dari saya?" ucapan Friska terpotong saat melihat Rey tidak menjawab ucapannya dan malah mengenakan masker.

Rey yang sudah memakai masker itu tak menjawab. Ia hanya terus melangkahkan kakinya untuk pergi menjauhi Friska yang selain mengerikan juga sangat berisik.

Melihat Rey yang terus melangkahkan kaki dengan cepat tak membuat Friska menyerah. Perempuan itu bahkan ikut melangkahkan kakinya dengan cepat untuk menyejajarkan langkahnya dengan Rey.

"Mas Reyhan Dirga, saya tekankan sekali lagi, saya ... Aduh."

Rey yang mendengar Friska mengaduh kesakitan itu langsung menoleh ke belakang. Matanya melotot saat melihat Friska yang terjatuh ke aspal dengan posisi duduk. Yang membuat bibirnya bergetar menahan tawa adalah saat ia melihat Friska merengek sembari mengelus-elus pantatnya.

"Aduh ... Pantat saya, tolong, mas Reyhan Dirga tulang pantat gak bisa patah kan? Kasihan banget saya, mana masih muda," keluh Friska mengasihi dirinya sendiri.

Rey lagi-lagi dibuat menahan tawa saat melihat kelakuan Friska. Walau merasa sedikit kasihan dengan Friska yang memasang wajah memelas itu, namun lelaki itu tetap berjalan menjauhi Friska, ia sama sekali tidak memiliki niat untuk menolong perempuan yang sekarang masih terduduk di aspai itu.

"Mas Reyhan Dirga!" teriak Friska melengking. Matanya melotot kesal saat melihat lelaki yang beberapa waktu lalu baru saja ia tolong meninggalkan dan mengacuhkannya begitu saja dengan kondisi pantatnya sedang tidak baik-baik saja.

Matanya semakin melebar saat melihat Rey yang hanya diam saja tak merespon dan terus melangkahkan kakinya menjauhkan diri dari Friska.

"Mas Reyhan Dirga tidak ingat jika saya pernah menolong Mas Reyhan Dirga dan sudah menyelamatkan nyawa Mas Reyhan Dirga? Mungkin saja jika tidak ada saya dan Nanta, Mas Reyhan Dirga sudah mati. Sudah ada di kuburan!" teriak Friska dengan kencang, berharap jikalau Rey yang sudah lumayan jauh mendengarnya.

Rey menghentikan langkahnya saat mendengar teriakan dari Friska. Badannya berbalik menatap perempuan yang masih terlantar tak jauh darinya. Langkah kakinya mendekat.

Saat sudah ada di hadapan Friska, tangan Rey terulur. "Panggil saya Rey."

***

Hidup Nanta selama tiga puluh menit kebelakang ini sungguhlah tenang. Tak ada suara yang sangat berisik, tak ada yang merecokinya, juga tak ada orang yang membuatnya naik pitam.

Brak....

Suara pintu terbuka dengan kencang membuat Nanta menegakkan tubuhnya. Saat melihat seorang perempuan yang datang menghampirinya, Nanta langsung menghembuskan nafasnya kesal. Baru saja ia akan merasakan ketenangan selama beberapa saat, namun si tersangka telah kembali lagi dan ikut duduk di sofa yang ada di hadapannya.

"Huh... Huh... Nan- huh... Nanta lo ta-u gak?" ucap Friska dengan nafas yang masih tersenggal-senggal.

Nanta mengira jika perempuan yang ada di hadapannya itu baru saja berlari jauh.

"Kenapa?" tanya Nanta dengan nada tak antusias sama sekali dengan cerita Friska.

"Tadi hu-"

"Nafas dulu," potong Nanta.

Friska melakukan perintah Nanta. Ia menarik nafasnya panjang beberapa kali hingga nafasnya sudah stabil seperti semula.

"Tadi aku ngobrol sama Rey."

Nanta mengerutkan keningnya. "Rey?" tanyanya saat merasa asing dengan nama yang baru saja diucapkan oleh Friska.

Perempuan itu menganggukkan kepala dengan mantap. "Iya. Rey."

"Siapa Rey?"

"Mas Reyhan Dirga, nama panggilan dia Rey."

"Kok bisa tahu?" tanya Nanta lagi dengan bingung. Ia masih tak mengerti dengan omongan Friska yang mengatakan jika perempuan itu baru saja mengobrol dengan lelaki yang katanya memiliki nama panggilan Rey. Pasalnya, sedari kemarin Nanta selalu melihat jikalau Rey selalu menghindar, bahkan beberapa saat yang lalu, Rey mengatakan pada ia dan Friska jika tak boleh menemuinya dan mengganggunya.

"Tadi aku ketemu sama Rey, aku ajak ngobrol, awal-awal sih gak mau ya, dia ngejauh, pakai masker, terus dia juga kayak panik plus takut gitu, tapi karena aku emang pintar jadi dia mau dong ngomong sama aku," cerita Friska dengan menggebu-gebu.

"Dia ngomong apa?" tanya Nanta.

Friska menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ya..." Matanya melirik ke atas seolah mencari jawaban untuk pertanyaan dari Nanta di atas langit-langit rumah.

Lelaki yang sedang duduk dengan santai itu berdecak.

"Hah, kamu gak percaya?" tanya Friska saat mendengar decakan yang keluar dari mulut Nanta.

Nanta hanya mengendikkan bahunya acuh.

"Dia beneran ngomong, Nan. Nih ya, tadi dia ngomong iya, tidak, terima kasih, tapi kebanyakan cuma iya dan tidak aja sih."

Nanta menyugar rambutnya dan mengacak-acaknya frustasi. "Kamu menyebut itu mengobrol?" tanya Nanta dengan heran.

Friska menganggukkan kepalanya dengan mantap. "Kamu tahu kan kalau kemarin Rey itu terus saja menghindar saat kita ajak ngobrol? Bahkan dia sama sekali gak mau ngobrol loh, untuk dekat-dekat sama kita saja dia gak mau."

"Emang dia gak menghindar sama sekali?" tanya Nanta.

"Awal-awal sih iya, tapi lama kelamaan enggak, dia bahkan mau aja dengerin cerita aku dan dia juga ngomong lumayan banyak."

"Emang dia ngomong apa?" tanya Nanta dengan penasaran.

Friska diam. Ingatannya kembali ke kejadian beberapa waktu yang lalu. Bukan tentang Rey, bukan. Namun tentang ia yang tadi sedang marah pada Nanta masalah tempat yang sekarang mereka tinggali.

"Aku lupa lagi marah sama kamu," ucap Friska dengan judes. Perempuan itu kemudian langsung beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Nanta yang memasang wajah melongo.