webnovel

Gelagat Aneh

"Sepertinya bukan hal yang buruk tinggal di sini."

"Meskipun kita terjebak di sini dan gak bisa kembali?" jawab Friska dengan geram.

Nanta menarik kursi yang ada di sebrang Friska, sesaat setelah menempelkan ibu jarinya ke sisi atas kursi tersebut. Ia duduk, pandangannya menatap ke arah perempuan berambut pendek yang sedang menggembungkan pipinya kesal.

"Bukannya hidup di sini mudah? Banyak teknologi yang belum pernah kita lihat sebelumnya, harusnya kamu senang."

Friska menatap Nanta dengan tatapan tak percaya. "Bagaimana bisa senang kalau setiap hari kita terus saja bingung dengan hal-hal yang ada di sini," sanggah Friska dengan kesal.

"Kita belum beradaptasi. Lama kelamaan pasti terbiasa," jawab Nanta dengan santai.

Friska menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Gak. Gak. Pokoknya kita harus cari cara supaya kita bisa keluar dari tempat ini, secepatnya," kekeh Friska teguh dengan pendiriannya.

Nanta berdecak. "Udahlah, kita nikmatin saja tempat ini."

"Bagaimana bisa kita tinggal di sini berdua saja? Bagaimana pun kita tetap membutuhkan orang lain, Nanta!"

Lelaki yang ada di hadapan Friska itu tak menjawab selama beberapa saat. Yang ia lakukan hanyalah diam dan menatap Friska yang sedang memasang wajah cemas. Pandangannya kemudian menatap tangan Friska yang terkepal di atas meja. Tangan miliknya bergerak pelan menyentuh tangan perempuan itu membuat si pemilik langsung terkejut dan melihat ke tangannya yang sekarang di genggam oleh Nanta.

"Ada aku," ucap Nanta yakin.

Mendadak tubuh Friska seperti tersengat sesuatu. Apalagi saat melihat tatapan Nanta yang seperti sangat yakin dengan ucapan yang baru saja dikatakan. Tangan yang digenggam oleh Nanta langsung ia tarik. Pandangannya menoleh ke sana ke mari untuk menghindari tatapan dari Nanta yang entah mengapa sangat berbeda dari biasanya. Jarinya ia gigit pelan untuk meredakan rasa gugup, rasa aneh. Ah, entahlah Friska tak tahu bagaimana bisa tubuhnya merasakan gelagat aneh ini.

"Em ... Ya tetep aja, emang k-kamu, emang kamu...." Friska mengetuk-ngetuk keningnya, berharap otak yang ada di dalamnya berfungsi kembali.

"Emang kamu gak mau nonton anime lagi? Mau kan?! Makannya kalau kita, eh salah. Maksudnya, lebih baik kita pulang!" Ulang Friska lagi dengan cepat. Karena terlalu cepat sampai-sampai kalimat yang keluar dari mulutnya sangatlah asal. Apalagi saat mengucapkan tentang anime, dari banyak sekali alasan, otaknya hanya memerintahkan mulutnya untuk mengeluarkan alasan konyol tersebut.

Nanta tertawa kecil saat melihat Friska panik dan omongannya yang sangat ngelantur. Walau begitu, ia tetap menggelengkan kepalanya. Walau tingkah Friska baru saja sangat menggemaskan, tapi tetap saja, ia tak setuju dengan apa yang dikatakan oleh perempuan itu. "Udahlah. Kita tinggal di sini saja untuk beberapa saat. Nanti kalau kita benar-benar bosan, barulah kita cari cara supaya bisa keluar dari tempat ini."

Friska yang salah tingkah tadi kini berubah menjadi Friska yang kesal. "Gak! Pokoknya kita harus keluar dari tempat ini. Kamu tahu sendiri kan kalau di sini tidak ada orang terdekat. Kita gak bisa terus-terusan be...." Ucapan Friska yang menggebu-gebu terhenti membuat Nanta mengerutkan keningnya.

"Kita gak bisa apa?" tanya Nanta.

"Ya ... Kita gak bisa terus-terusan berduaan seperti ini," jawab Friska dengan sangat pelan. Bahkan matanya ia alihkan untuk menghindari kontak mata dengan Nanta.

Nanta sungguh terkejut saat mendapatkan jawaban dari perempuan itu. Ia tak menyangka jika hal tersebut ada di dalam otak Friska. Pasalnya selama di rumah lama, ia dan Friska selalu berduaan, bahkan perempuan itu tak segan-segan masuk ke dalam kamarnya di tengah malam dan ikut tidur bersama dengannya. Itu tak terjadi satu dua kali, mungkin ratusan kali hingga Nanta merasa tak terkejut dan terbiasa dengan hal itu.

"Aku gak ... " Nanta menghembuskan nafasnya pelan. "Aku gak akan macam-macam. Bukannya selama ini kita juga terbiasa berduaan? Selama ini aku gak pernah kan macam-macam sama kamu?" Lanjut Nanta dengan gugup.

Friska mengerutkan keningnya heran saat mendengarkan jawaban dari Nanta. "Maksudnya apa?" tanyanya.

"Ya, aku gak akan berbuat hal yang tidak-tidak selama kita berduaan."

Friska menggelengkan kepalanya dengan wajah yang polos. "Aku gak ngerti."

Nanta berdecak. Ia tak tahu kata apalagi yang bisa ia katakan untuk menjaga agar perkataannya tidak terlalu frontal.

"Aku janji gak akan macam-macam sama kamu. Lagian kita tidur terpisah kan? Jadi kemungkinan aku berbuat-"

"Gak! Bukan itu hal yang aku takutkan!" Potong Friska membuat Nanta merapatkan mulutnya kembali dengan wajah yang bertanya-tanya.

"Aku gak bisa berduaan saja sama kamu karena kamu jahat. Di sini kan banyak banget setan, sudah beberapa kali aku mengalami hal-hal mistis, tapi kamu cuma diem aja dan tidak peduli. Kalau kita berduaan kan aku gak bisa minta tolong sama orang lain. Tempat ini juga gak bisa buat kita tidur bareng, aku maunya kita tidur bersama biar aku gak diganggu setan cit cit."

***

Friska berdecak. Dengan langkah yang ia hentak-hentakkan, perempuan itu keluar dari rumah. Ia sedang kesal karena Nanta. Dengan kurang ajarnya lelaki itu terus saja menyanggah permintaannya untuk keluar dari tempat ini dan malah menyuruhnya untuk berusaha beradaptasi dengan tempat ini. Menurutnya itu sangat tak wajar dan hampir mustahil untuk dilakukan.

Maka dari itu ia keluar dari rumah untuk sekedar menghindari Nanta. Langkah kakinya yang masih dihentak-hentakkan menelusuri jalan begitu saja. Yang otaknya pikirkan saat ini hanyalah, tidak bertemu dengan lelaki wibu yang sangat menyebalkan itu.

Tak terasa, langkah kakinya membawa Friska menuju ke taman. Suasana taman kali ini sepi seperti biasa. Kemudian matanya menyipit saat melihat seseorang yang sepertinya ia kenal sedang duduk sendirian.

Friska berjalan mendekati lelaki tersebut saat merasa jikalau ia tahu siapa dia.

"Mas Reyhan Dirga!" Panggil Friska saat sudah berada di hadapan lelaki yang sedang duduk di sebuah kursi panjang taman berwarna putih.

Rey terlonjat kaget. Dengan refleks ia langsung berdiri dan menjauh dari Friska.

"A-ada apa?" tanya Rey dengan tatapan panik dan takut.

Friska menghembuskan nafasnya pelan. Dengan santai ia duduk di kursi bekas tempat duduk Rey. Perempuan itu bahkan menghiraukan wajah Rey yang panik dan takut.

Perempuan berambut pendek itu berdecak. "Aku lagi marahan sama Nanta. Mas Reyhan Dirga tahu Nanta kan? Katanya dia mau tetap tinggal di tempat ini dan belum mau pulang," gumam Friska bercerita kepada Rey.

"Terus Mas Reyhan Dirga tahu gak, aku kan pura-pura mau keluar rumah sendirian karena lagi marah. Dan dengan teganya Nanta enggak ngejar aku, padahal sebenarnya aku takut kalau ada setan."

"Mas Reyhan Dirga, kenapa diam saja?" tanya Friska dengan tatapan yang masih setia menatap ke depan.

Friska menoleh ke samping dimana Rey tadi berada. Mulut perempuan itu terbuka saat melihat pemandangan di sana.