webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · Fantasia
Classificações insuficientes
38 Chs

Usaha Meyakinkan

Selepas Herminia meninggalkan kamar Aquila, ia langsung mengunjungi satu per satu kamar putrinya untuk memanggil mereka. Setelah sempurna ke empat putrinya mengikuti langkahnya, ia langsung menuju ruang pertemuan dengan 4 anaknya. Mereka berempat ditinggal sebentar oleh Herminia karena hendak mengajak Sang Raja.

"Aelia, jaga adik-adikmu! Kalian tidak boleh keluar dari sini sebelum Ibu mengajak Ayah ke sini!" seru Herminia dengan tegas. Lalu, ia pun keluar dan mencari-cari keberadaan suaminya.

"Valens, aku ingin bicara denganmu juga dengan 4 putri kita di ruang pertemuan. Apa kau punya waktu?" tanya Herminia pada suaminya yang sedang sibuk bekerja.

"Membicarakan apa, Herminia?" tanya Valens balik. Matanya tetap sibuk menatap laporan-laporan di hadapannya.

"Augusta. Jika kamu punya waktu sebentar saja, kita akan ke ruang pertemuan sekarang. Anak-anak sudah menunggu di sana." jawabnya.

Sejenak, Valens menatap wajah istrinya yang tanpa ekspresi. Pikirannya sedang menimbang-nimbang. Apakah ia harus ikut? Kini, matanya kembali ke kertas-kertas dihadapannya, "Kamu saja yang ke sana. Aku masih banyak pekerjaan, Hermi."

Herminia hanya mengangguk sekilas. Ia sudah menduga suaminya tidak akan mengikuti pertemuan ini. Apalagi terdapat alasan yang baik untuknya agar tidak bisa mengikutinya. Ia pun beranjak pergi menuju ruang pertemuan, dimana ke empat putrinya sudah menunggu.

"Anak-anak, Ibu akan membicarakan ini tanpa Ayah kalian. Ayah kalian masih sibuk dengan pekerjaannya. Jadi, Ibu akan memulainya sendiri." jelas Herminia masih tanpa ekspresi dengan buku di tangannya. Ia sedang berjalan ke arah kursinya dan duduk tegap di atasnya.

4 putrinya mengikuti teladan Ibunya. Mereka duduk di kursi mereka, menunggu Ibundanya menjelaskan.

"Baiklah, kalian Ibu kumpulkan di sini untuk memberi tahu suatu hal penting pada kalian. Kakak kalian, Aquila sudah kembali ke istana dalam keadaan sehat tanpa luka."

"Benarkah?" tanya Camilla dan Lucia serempak. Jelas di wajah mereka terlihat gembira. Sang Ratu hanya mengangguk takzim.

"Jika hanya itu yang ingin Ibu sampaikan pada kami, kenapa harus di sini?" tanya Aelia heran.

"Benar, Bu. Bukankah Ibu bisa memberi tahu kami satu per satu atau Ibu bisa memberi tahu kami saat makan malam?" timpal Aurelia.

"Tidak hanya itu saja, Aelia, Aurel. Ada hal lain yang lebih penting dari ini. Ibu harap kalian bisa memercayainya," kata Herminia singkat, "Augusta, teman baik kakak kalian telah kembali setelah beberapa tahun tanpa kabar. Benar-benar informasi yang sulit dipercaya bahwa ternyata orang yang selama ini kita anggap musuh adalah teman baik dari Aquila. Cornelia adalah Augusta." jelas Herminia dengan tegas.

"Apa?" teriak mereka serempak karena saking kagetnya.

"Cornelia adalah Augusta. Sebelum kalian mengatakan sesuatu lagi, lihat halaman buku ini!" Herminia mengangkat tinggi buku yang berada di tangannya. Ia berdiri dari kursinya, meletakkan buku itu di atas meja di depannya. Para putrinya mendekat ke meja dan memperhatikan halaman buku itu dengan baik.

"Ini adalah catatan dari Dewi Kegelapan, kakak angkat Cornelia. Ia menuliskan hal-hal yang akan ia lakulan pada Cornelia. Seperti yang kalian lihat, ia menuliskan bahwa ia akan mengajarkan beberapa trik sihir pada Cornelia, memanipulasi ingatannya, mengubah penampilannya, juga mengganti nama Augusta menjadi Cornelia." jelas Herminia pada seluruh putrinya.

"Dari mana, Ibu dapatkan ini?" tanya Camilla, pandangannya beralih ke Ibunya.

"Dari Aquila. Ibu rasa mereka mendapatkannya di dalam istana Dewi Kegelapan. Apakah kalian memercayainya?"

Sekarang, semua pandangan mereka beralih ke Ibundanya. Mereka saling berpandangan beberapa saat hingga akhirnya mengangguk bersamaan.

"Bisakah kalian berteman baik dengannya? Bisakah kalian berhenti menganggapnya musuh? Bisakah kalian untuk saat ini tidak memanggilnya Augusta hingga ia siap? Bisakah kalian membantu Ibu untuk meyakinkan Ayah kalian?" semua pertanyaan Ibunya langsung dijawab dengan anggukan.

"Baiklah. Kalian bisa kembali ke kamar. Jangan masuki kamar Aquila, mereka sedang beristirahat! Jangan beri tahu siapa pun dahulu, termasuk Ayah kalian! Paham?" pertanyaan terakhir Herminia langsung dijawab anggukan takzim. Mereka pun langsung keluar dari ruang pertemuan dengan tertib, tanpa bicara satu sama lain. Herminia juga ikut keluar setelah beberapa saat.

***

Senja hendak berakhir. Matahari sudah hampir hilang dari pandangan mata. Malam yang gelap akan segera datang tak lama lagi. Saat matahari sudah sempurna tenggelam di arah barat, langit mulai gelap. Bulan segera menggantikan matahari di langit.

"Aquila ..." kata Herminia lirih dari luar kamar. Pintu segera membuka setelah Aquila menjawab dan segera menutup setelah ia masuk.

"Kamu dan Cornelia akan makan malam di mana? Jika di kamar, Ibu bisa menyuruh 2 adikmu membawakannya. Mereka percaya padamu, hanya Ayah yang belum."

"Lebih baik di kamar saja, Bu. Aku tidak ingin membuat kerusuhan lagi." jawab Aquila.

"Tidak, Aquila. Aku ingin kita makan malam di ruang makan bersama yang lainnya." tolak Augusta.

"Tapi Augusta, Ayahku belum percaya ini. Bagaimana jika Ayahku menyerangmu?" balas Aquila khawatir.

"Kita bisa meyakinkannya nanti." jawab Augusta dengan yakin.

"Baiklah, nanti kalian bisa langsung datang ke ruang makan untuk makan malam. Oh ya, kau sudah tidak apa-apa dipanggil Augusta?" Augusta hanya mengangguk. Sekilas, terlihat senyum tipis di wajah Herminia sebelum ia merubah ekspresinya. Lalu, Sang Ratu pun pergi meninggalkan mereka.

***

Pukul 8 malam, Aquila dan Augusta pun menuju ruang makan untuk makan malam bersama yang lainnya. Kehadiran mereka, lebih tepatnya kehadiran Augusta membuat seluruh pelayan terkejut. Adik-adik dari Aquila juga merasa kaget karena belum terbiasa.

Kehadiran Augusta membuat Sang Raja lebih terkejut daripada yang lain. "Kenapa kau ada di sini?" bentak Sang Raja.

"Hentikan, Valens! Jangan membuat keributan di sini!" tegas Sang Ratu.

"Jika ingin begitu, ia harus pergi dari sini!" serunya.

"Tidak bisa, Valens. Ia adalah Augusta. Augusta akan tinggal di sini selamanya. Putrimu yang lain juga menyetujuinya." kata Herminia tenang menghadap para putrinya yang mengangguk takzim.

"Ini gila, Herminia. Bagaimana mungkin Cornelia adalah teman? Jika dia adalah teman Aquila, ia harusnya tidak menyerang kerajaan ini." bantah Raja.

"Mungkin, Valens. Jika Cornelia tidak mengingat siapa dirinya karena manipulasi ingatan yang dilakukan Feirla. Kau pasti tahu sihir itu, Valens." jawab Herminia, volume suaranya hampir tidak bisa dikendalikan lagi olehnya.

"Itu semua hanya omong kosong, Hermi. Bagaimana kau bisa mempercayainya?" nada merendahkan mulai terdengar dari mulutnya.

"Bagaimana jika ia memiliki bukti?" balas Herminia dengan nada yang sama sambil mengangkat sebuah buku di tangannya, yang tak lain adalah buku diari Feirla.

Ratu menyerahkan buku itu kepada Aurelia. Aurelia mengoper buku itu ke saudara kembarnya, lalu ke Aquila dan akhirnya ke Sang Raja. Sebelum diserahkan pada Ayahnya, Aquila membukakan pada halaman yang dimaksud dan diperlihatkannya pada Ayahnya.

Valens mengambil buku itu dengan kasar dan membacanya. "Tulisan siapa ini, Aquila? Tulisanmu? Tulisannya?" nada merendahkan kembali muncul.

Belum sempat Aquila menjawab, Ibunya sudah menjawab, "Kau tahu betul itu tulisan Feirla, Valens. Jangan pura-pura tidak tahu!"

"Baiklah. Dia sepertinya memang Augusta. Namun, bukan berarti aku bisa langsung memercayainya karena buku diari ini." kata Valens. Ia sudah tidak bisa mengelak lagi.

"Anak-anak, selamat makan!" kata Herminia dengan senyum hangatnya setelah perdebatan tadi selesai. Semua yang berada di meja makan langsung memakan hidangan yang sudah tersedia sedari tadi, bahkan sebelum perdebatan itu dimulai.