webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · Fantasia
Classificações insuficientes
38 Chs

Tinggal dengan Cornelia (2)

"Maksudmu, aku mengharapkan imbalan begitu?" katanya dengan amarah yang sudah memuncak.

"Tidak, tentu saja tidak," sangkal Aquila berusaha tenang, "apakah Feirla mengatakan sesuatu saat dia mengangkat Augusta menjadi adiknya?"

"Hm," Cornelia menaikkan sebelah alisnya dengan tetap memandang Aquila lekat-lekat dan ia kembali melanjutkan, "Ya, kakakku bilang akan mengajarinya trik-trik sihir yang baru padanya. Apa ada yang salah dengan itu?" katanya dengan wajah tidak paham.

"Apa Feirla juga mengatakan hal yang sama padamu?" Aquila mencondongkan badannya ke depan dengan kedua tangan menumpu pada meja.

"Tidak, kakakku hanya menawariku menjadi adiknya. Aku menerimanya dengan senang hati karena aku tidak memiliki keluarga sebelumnya. Jadi, aku merasa senang saat Kak Feirla mengatakan hal itu padaku," jawab Cornelia dengan tatapan bingung dan kembali berkata, "apa yang sebenarnya mau kau katakan padaku?"

"Ee.... Entah kenapa, aku merasa kau dan Augusta adalah orang yang sama," katanya dengan skeptis dan cepat-cepat menambahkan karena ekspresi tidak senang Cornelia, "tentu saja itu hanya perasaanku dan perasaanku belum tentu benar." katanya cepat.

Cornelia menghela napas panjang. Ia menjadi semakin bingung dengan dirinya sendiri. Siapa sebenarnya dia? Bukannya mendapat pencerahan dengan bantuan Aquila, ia malah semakin jauh gelap ke dalam. Akhirnya, setelah hening beberapa saat karena masing-masing dari mereka larut dalam pikirannya, Cornelia mulai bicara, "Kita lupakan saja dulu tentang ini. Aku akan antar kau ke kamar lain." katanya sambil berdiri.

Aquila yang kaget dengan perkataan Cornelia spontan berkata, "Aku tidak tidur di sini?"

Cornelia yang sudah separuh jalan keluar kamar berhenti sejenak dan menoleh. Ia mulai bicara lagi setelah beberapa saat, "Tidak. Kau akan tidur di kamar sebelah. Aku ingin sendirian saat ini. Ayo!" katanya. Lalu, lanjut berjalan keluar kamar tanpa menunggu Aquila.

Aquila sendiri merasa sedikit kecewa, tapi mau bagaimana lagi? Jadi, dia cepat cepat bangkit mengambil kopernya yang masih tertutup rapat dan segera keluar mengikuti jejak Cornelia. Saat ia sudah keluar kamar, ia memalingkan pandangannya ke kanan dan ke kiri dan dilihatnya Cornelia sedang berjalan sangat perlahan. Aquila berlari kecil ke arahnya sehingga bisa menyejajari dirinya dengan Cornelia. Tidak ada pembicaraan di antara mereka berdua saat itu.

Saat mereka berdua sudah sampai di depan kamar itu, Aquila mulai berkata, "Terima kasih, ini kamar yang benar-benar indah." katanya takjub.

"Oh, ya, a-aku pergi dulu. Istirahatlah di sini. Besok aku akan mengajakmu berkeliling." balas Cornelia yang baru saja tersadar dari lamunannya. Ia kembali ke kamarnya dengan mempercepat langkahnya sebisa dia.

Aquila sepertinya tidak begitu menyadari ekspresi Cornelia karena terlalu terpesona dengan kamar yang diberi untuknya. Ia masuk ke dalam kamar itu, menyusuri setiap sisi kamarnya. Berpindah dari satu benda ke benda lain sambil mengagumi detailnya. Entah apa yang membuatnya begitu terpesona seakan-akan ia belum pernah memiliki kamar seperti ini sebelumnya. Padahal, kamar miliknya di Kerajaan Gisma tidak jauh berbeda dengan yang sekarang dilihatnya. Sekarang, dia berbaring terlentang di tengah-tengah tempat tidurnya yang putih bersih sambil matanya tetap menjelajahi setiap senti kamarnya. Kamarnya tidak begitu beda jauh dengan kamar di sebelah milik Cornelia.

Tanpa disadari, hari sudah semakin gelap. Matahari hendak beristirahat setelah kurang lebih 12 jam berada di langit. Aquila baru menyadari bahwa dia belum mengemas kopernya. Dengan sedikit panik, ia cepat-cepat memindahkan semua pakaian yang berada di koper ke dalam almari kosong dan bersih itu. Ia juga memindahkan beberapa buku-buku yang dibawanya ke rak buku. Ia menyusun dengan rapi semua buku-buku miliknya. Akhirnya setelah selesai, ia berbaring sejenak di atas tempat tidurnya dengan kedua kakinya masih menyentuh lantai dan tanpa sengaja tertidur lelap.

Sementara itu, Cornelia duduk tak bergerak di meja kerjanya dengan sebuah pena di dalam genggaman tangan kanannya dan buku berhalaman kosong tergeletak di atas mejanya. Ia masih melamunkah hal yang tadi. 'Apa benar dia dan Augusta adalah hal yang sama?' tanyanya dalam pikirannya. 'Tidak mungkin, itu sangat tidak masuk akal.' jawab pikirannya yang lain. 'Tapi, jika perkataan Aquila benar tentang memanipulasi ingatan, itu hal yang masuk akal.' kata pikirannya yang pertama. 'Tidak mungkin. Tidak ada bukti tentang itu.' bantah pikirannya yang kedua. Terjadi perdebatan batin di dalam dirinya. Ia merasa semua itu bisa saja benar, tapi dirinya yang lain tidak mau menerima semua itu. Ia benar-benar menjadi stres karena hal itu. Semakin keras ia mencoba untuk menjauhkan pemikiran tentang itu, semakin melekat hal itu di pikirannya.

Ia menjadi putus asa karena tidak bisa lago berpikir jernih. Ia pun akhirnya memutuskan untuk menghentikan pekerjaannya dan beristirahat. Namun, hal yang dapat sama saja. Ia tidak bisa beristirahat dengan tenang karena pemikiran itu terus mengganggu dirinya. Ia bangkit dari tempat tidurnya dan menyediakan meja lengkap dengan kursi dalam sekejap dengan jentikan jarinya. Sekali lagi dia menjentikkan jarinya, segelas susu hangat sekarang sudah tersedia di atas meja. Dia berharap, dengan segelas susu itu, ia bisa mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya. Sampai habis susu itu, pikirannya belum juga berhenti bekerja membuatnya gelisah. Ia pun berpikir akan menemui Aquila dengan harapan bisa berbicara sejenak untuk mencurahkan semua perasaan bingungnya.

Tapi sayangnya, Cornelia tidak dalam keadaan beruntung. Aquila sudah tertidur lelap, ia tidak tega untuk membangunkannya. Maka dari itu, ia berjalan dengan malas kembali ke dalam kamarnya. Ia menjatuhkan dirinya di tempat tidur yang empuk. Matanya sudah sangat berat, tubuhnya menjadi lelah juga sakit. Namun, pikirannya tidak mau bekerja sama. Otaknya terus bekerja tak kenal lelah. Ia menutup matanya perlahan, membiarkan semuanya gelap. Napasnya ditarik dan dihembuskan perlahan dan teratur. Dia membiarkan pikirannya tetap bekerja semaunya. Dibiarkan dirinya membayangkan hal-hal yang telah dipikirkan oleh otaknya sedari tadi. Dan akhirnya, ia pun tidak sengaja tertidur dan terlarut dalam mimpinya.

"Apa yang harus aku ajarkan padanya besok? Semoga ia benar-benar hebat seperti yang kulihat tadi. Dengan begitu, dia akan bisa membantuku menguasai pulau itu." gumam Feirla yang diakhiri dengan kikikan sambil menatap ke halaman kosong. Lalu, ia menuliskan beberapa trik yang akan diajarkan pada Augusta keesokan harinya pada halaman kosong itu dengan penanya.

'Trik Menyerang (Attack), Trik Mempertahankan diri (Defense), Trik Mempercepat gerakan (Speed), ------'

Setelah selesai menuliskan semua trik yang akan dipelajari, Feirla memikirkan tentang hal lain. "Jika aku akan menggunakan Augusta untuk membantuku menyerang Kerajaan itu, aku harus membuatnya berbeda. Apa yang bisa membuatnya melupakan Aquila? Bagaimana agar dia terlihat tidak dikenali di sana?" gumam Feirla masih dengan menggenggam erat penanya.

"Trik melupakan? Trik melupakan? Oh, ya! Tentu saja, manipulasi ingatan!" seru Feirla bersemangat. Ia langsung segera menuliskannya dalam buku itu. "Dan agar tidak dikenali, tentu saja aku harus mengubah penampilannya." lanjut Feirla sambil tetap menulisnya.

Ia membaca ulang semuanya dan merasakan ada yang kurang. "Sepertinya ada hal yang kurang. Apa lagi hal baru yang dibutuhkan oleh adikku tersayang selain ingatan dan penampilannya?" gumamnya dengan seringai menghiasi wajahnya. "Oh, tentu saja! Nama! Dia butuh nama baru," seru Feirla semangat. "dan namanya..."

Mimpinya terputus karena matanya langsung terbuka begitu saja. Ia menjadi benar-benar marah karena mimpinya terhenti di tengah jalan. Ia dengan spontan membanting barang-barang yang ada di kamarnya yang mengakibatkan Aquila sampai terbangun.

"Ada apa?" tanya Aquila terengah-engah.