webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · Fantasia
Classificações insuficientes
38 Chs

Marah Besar

"Kalian masuklah! Kita bicarakan ini di dalam." ucap dingin Ibunda mereka yang langsung dituruti.

Aquila, Camilla, dan Lucia pun masuk perlahan ke dalam seperti perintah Ibunda mereka. Lucia pun menutup pintu kamar rapat rapat setelah kedua kakaknya masuk. Setidaknya, pintu itu dapat memblokir suara, walau tidak bisa sepenuhnya. Kemudian, Raja hendak berbicara lagi dengan nada tinggi miliknya. Namun, istrinya lebih dahulu berkata, "Jelaskan semua hal yang kalian sembunyikan dari kami!" katanya dengan dingin. Matanya hanya menatap fokus pada pintu yang sudah tertutup rapat. Terlihat jelas di wajahnya, ia benar benar kecewa, marah, cemas, sedih. Semuanya tercampur menjadi satu. Ia tidak bisa mengeluarkan air mata karena terlalu sedih.

"Kemarin, Kak Aquila memberi tahu beberapa hal kepada kami tentang batu inti itu. Kakak bilang bahwa inti itu sudah lenyap tak berbekas karena kekuatannya sudah terserap habis oleh Cornelia. Kakak melarang kami semua untuk memberitahukan hal ini pada Ayah dan Ibu. Kakak hanya tidak ingin membuat kalian semakin cemas setelah mengetahuinya. Jadi, aku mengusulkan suatu rencana. Aku dan Kak Aquila akan pergi menemui Cornelia diam diam dan menarik inti itu dari tubuh Cornelia. Kak Aelia, Kak Aurelia, dan Kak Camilla tetap di sini untuk berjaga-jaga jika kalian bangun. Dini hari tadi, aku dan Kak Aquila berhasil mendapatkan inti itu kembali dengan adanya kesepakatan. Saat kembali, Kak Aquila sudah dalam keadaan pingsan karena kelelahan. Sesampainya di sini dan bertemu kakakku yang lain, aku justru pingsan karena kelelahan juga," jelas Lucia dengan rinci, "lalu, aku tidak ingat apa-apa lagi. Saat aku bangun, ternyata sudah pagi dan aku mendengar suara Ayah dari sini. Maka dari itu, aku kemari." sambungnya tanpa merasa bersalah sedikit pun.

"Aquila, lanjutkan! Jelaskan apa yang kau lakukan dengan Camilla tadi!" seru Sang Ratu masih dengan dingin tanpa melihat ke arah Aquila ataupun Lucia.

"Setelah aku tidak sadarkan diri di istana Cornelia, aku terbangun di kamar Camilla. Aelia dan Aurelia tertidur di sofa. Aku pergi ke kamar Lucia tanpa membangunkan mereka. Di sana, Lucia sedang beristirahat dan Camilla duduk di sampingnya. Aku menanyakan padanya tentang batu inti itu. Kemudian, aku pergi bersamanya untuk menempatkan inti itu pada tempatnya. Setelah selesai, aku dan Camilla ingin kembali ke sini untuk membangunkan Aelia dan Aurelia untuk menyuruh mereka kembali ke kamar agar Ayah dan Ibu tidak curiga. Dan, saat aku sudah kembali. Kalian sudah berada di sini." terang Aquila.

Suasana menjadi lengang sejenak. Raja sedang mencerna penjelasan dari kedua putri mereka. Ratu tetap diam tanpa ekspresi. Tidak bisa ditebak apa yang sedang berada dalam pikirannya. Kelima bersaudari itu diam terpaku, tidak tahu harus apa. Mereka hanya menunggu sampai orang tuanya berbicara dengan nada tinggi lagi.

"Kesepakatan apa yang dimaksud, Lucia?" tanya Ibundanya memecah keheningan, tetap dengan wajah dingin yang kini memandang Lucia.

"Entahlah. Aku tidak mengerti. Kesepakatan itu di antara Kak Aquila dan Cornelia." jawab Lucia terus terang sambil menoleh ke arah kakaknya, Aquila.

"Kesepakatan apa, Aquila?" tanya Ibunya yang kini memandang Aquila dengan ekspresi dingin.

"Cornelia sedang mencari tahu tentang Augusta. Aku bersedia membantunya, jika dia mau membiarkan aku menarik kekuatan inti itu dari dalam dirinya." jelas Aquila yang tak berani menatap balik Ibunya.

"Kau bodoh, Aquila? Menawarkan bantuan pada musuh? Sebagai Putri Mahkota, inikah caramu mengabdi pada rakyat?" bentak Ayahnya yang sedari tadi diam.

"Aku tidak bodoh, yah. Cornelia bukan musuh kita lagi. Dia adalah teman baru kita." balas Aquila dengan nada yang sama tingginya dengan Ayahnya.

"Jaga nada bicaramu, Aquila!" kata Ibunya dingin.

"Teman? Sekarang, kau menganggap musuh adalah teman?" kata Sang Raja dengan nada remeh serta jengkel.

"Aku bisa merasakan Cornelia tidak jahat, yah," jelas Aquila yang berusaha menjaga volume suaranya, "saat itu, aku tidak merasakan kejahatan di dalamnya. Justru sebaliknya, aku merasa bahwa dia seperti teman dekatku." sambung Aquila.

"Kau selalu mengandalkan firasatmu itu. Firasatmu itu tidak selalu benar, Aquila. Pikirkan juga dengan logika! Musuh tidak akan pernah menjadi teman. Kalaupun bisa, musuh hanya akan mencoba menjatuhkan kita, saat dia menjadi teman." geram Raja. Ia mondar mandir di depan Aquila yang tampak marah.

"Ayah tahu betul jika firasatku ini hampir tidak pernah salah. Aku mempercayai firasatku ini sepenuhnya. Aku yakin dengan apa yang aku rasakan. Cornelia adalah temanku mulai saat ini." kata Aquila yang berusaha meredam amarahnya.

"Hampir, bukan? Itu artinya firasatmu kali ini bisa saja salah." tukas Raja yang sekarang sedang menatap Aquila lekat-lekat.

"Firasatku kali ini tidak salah, Ayah. Jika, Ayah ataupun kalian semua tidak memercayai firasatku ini, aku tidak peduli. Kalau perlu, aku akan membuktikan bahwa firasatku ini benar dengan tinggal bersama Cornelia. Aku akan pastikan bahwa Cornelia tidak akan melukaiku." ucap Aquila dengan penuh keyakinan. Ia sudah tidak tahan akan perkataan Ayahnya. Ia langsung pergi menuju kamarnya dan akan bersiap untuk pergi dari istananya.

"Bagaimana dia bisa menjadi seorang Ratu yang baik, jika dia keras kepala seperti itu? Tidak mau menerima kritikan." gumam Raja. Sementara, yang lain hanya diam. Adik adik Aquila tidak pernah melihat Ayah mereka dan kakaknya bertengkar hebat seperti itu. Bahkan, hal ini lebih parah daripada saat Aquila menolak perjodohan yang lalu.

"Kalian kembalilah ke kamar! Ayah dan Ibu akan beristirahat sebentar." Sang Raja bersama istrinya pun kembali ke kamar mereka. Begitu juga dengan putri mereka. Setelah Sang Ratu duduk di sofa kamarnya, ia mulai menangis tanpa suara.

"Ada apa, Herminia?" ucap suaminya yang berlutut di hadapan istrinya yang sedang menguraikan air mata.

"Bagaimana jika Aquila benar benar pergi dari sini dan tinggal bersamanya? Bagaimana jika wanita itu melukainya?" kata Sang Ratu khawatir juga takut.

"Dia tidak sungguh-sungguh dengan ucapannya, Herminia. Dia akan tetap di sini, tidak akan kemana-mana." tenang suaminya sambil mengusap punggung tangan istrinya dengan lembut.

"Valens, kita harus ke kamarnya. Aku ingin memastikan Aquila baik baik saja." pinta Sang Ratu.

"Jangan sekarang, Herminia! Biarkan dia menenangkan dirinya terlebih dahulu! Beristirahatlah dahulu!" bujuk Raja.

Sang Ratu pun akhirnya patuh. Ia menuju tempat tidurnya dan berbaring sebentar untuk menangkan pikirannya. Sementara, suaminya keluar dari kamar menuju luar istana. Dia menghirup udara pagi dalam dalam, lalu diembuskannya perlahan. Udara pagi yang sejuk itu berhasil menenangkan pikirannya sejenak. Kehirukpikukkan yang tadinya menggelegar, sekarang menjadi damai dan tentram.

Namun, belum lama kedamaian itu muncul, gumam gumam marah yang berasal tak jauh dari tempat Sang Raja berdiri terdengar gaduh. Gumaman itu berasal dari putri sulungnya, Aquila. Ia sedang berbicara pada dirinya sendiri dengan ekspresi kesal sambil membawa sebuah kotak seperti koper.

"Kau mau ke mana, Aquila?" tanya Ayahnya yang menatap koper yang sedang dibawanya.

"Ke istana Cornelia." jawab Aquila pendek.