webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · Fantasia
Classificações insuficientes
38 Chs

Keadaan Aquila

Seketika, tubuhnya terhempas menghantam tanah, membuat orang-orang di sekitarnya berisik. Sayup-sayup ia mendengar suara-suara yang terdengar panik hingga sempurna semuanya gelap dan hening. Ia telah pingsan di tengah keramaiannya pesta.

Peter segera membawa tubuh Aquila yang sedang tidak sadarkan diri ke dalam istana, disusul oleh keluarganya yang lain. Keributan itu cukup mengundang perhatian untuk mengetahui kejadian sebenarnya. Tubuh Aquila dibaringkan di atas karpet, tidak sempat membawa tubuhnya ke dalam kamarnya. Ia harus segera diberikan pertolongan. Tubuhnya sudah pucat, seperti tidak ada darah yang mengalir lagi.

Segera saja, tabib pun datang. Beliau langsung mengecek keadaan Aquila. Mula-mula beliau mengecek detak jantung Aquila, detak jantungnya mulai melemah. Suara detakannya nyaris tidak terdengar. Tabib beralih mengecek denyut nadi. Denyut nadi itu masih bisa dirasakan, tapi denyutnya sedikit melambat. Lalu, untuk mengecek kondisi tubuh Aquila, ia meletakkan tangan kanannya di atas tubuh Aquila yang pucat, berkonsentrasi penuh.

Sementara itu, wajah orang-orang di sekitarnya pucat. Ratu yang berada tidak jauh dari sana sudah menangis dan Raja berusaha mendekap istrinya agar ia tenang. Saudari-saudari Aquila menatap tubuh pucat kakaknya dengan tatapan cemas. Mereka berempat saling berpegangan tangan, berusaha saling menguatkan. Peter yang bersimpuh di dekat Aquila terlihat berkaca-kaca. Tangannya memegang erat tangan Aquila. Augusta juga menatap prihatin Aquila, tidak sanggup berbicara apa-apa.

Tabib menurunkan tangannya, wajahnya sedikit pucat. Beliau berkata pelan, "Tuan Putri Aquila terkena kutukan."

Suara pelan tabib itu hanya bisa didengar oleh Peter. Kepala Peter yang tertunduk langsung mendongak, menatap tabib itu tidak percaya. "Kutukan apa?" tanya Peter di sela-sela isakannya. Suaranya mampu didengar oleh yang lainnya.

"Kutukan ini seperti racun yang akan menyebar cepat dan akan membuat Putri Aquila men...." ucapan tabib itu dipotong oleh Ratu.

"Jangan katakan itu! Aquila akan baik-baik saja. Selamatkan dia!" teriak Ratu. Dirinya sudah tidak bisa dikendalikan.

"Saya minta maaf, Yang Mulia Ratu! Harus ada yang menarik kutukan itu dari tubuh Putri Aquila. Namun, orang yang menerima kutukan itu harus meninggal sebagai gantinya." jelas tabib itu. Ia merasa bersalah tidak dapat menyelamatkan Putri Mahkota.

"Aku akan menarik kutukan itu! Katakan padaku caranya!" seru Peter. Air matanya masih mengalir deras.

"Maafkan aku! Tidak semua orang bisa menarik kutukan itu. Hanya orang-orang tertentu yang bisa melakukannya." Tabib itu kembali merasa menyesal karena tidak bisa berbuat banyak dalam hal ini.

"Siapa yang bisa melakukannya?" tanya Peter.

"Tidak ada yang tahu. Hanya orang terpilih yang bisa melakukannya dan orang terpilih itu bisa siapa saja." jelas tabib itu lagi.

"Kalau begitu, biarkan aku mencobanya! Beri tahu aku caranya!" teriak Peter.

"Apakah kamu yakin? Kamu harus menanggung semuanya sebagai gantinya. Kamu harus merelakan nyawamu untuk menyelamatkan Putri Aquila."

"Beri tahu saja aku caranya!" bentak Peter.

Tabib itu menghela napas dan berkata, "Letakkan tanganmu di atas kepala Putri Aquila saat aku sudah membuat tubuhnya berdiri! Tidak perlu menyentuh. Konsentrasi penuh saat melakukannya, katakan dalam hatimu hal yang akan kamu lakukan!"

Tabib itu langsung berusaha membuat tubuh Aquila berdiri dibantu Augusta yang inisiatif membantu, walau tidak bisa sempurna berdiri. Peter langsung meletakkan tangannya di atas kepala Aquila tanpa perlu menyentuh. Dalam hati, ia terus berkata "Tarik kutukan pada tubuh Aquila". Namun, tidak ada yang terjadi. 5 menit lengang.

"Maaf, nak! Kamu tidak bisa menarik kutukan itu." kata tabib itu menyesal.

Peter yang mendengar itu langsung terduduk. Tergeming dalam duduknya, menatap karpet merah itu.

"Aku akan mencobanya." kata Augusta mantap. Tangan kanannya berada di atas kepala Aquila. Tangan kiri dan bagian tubuh yang lainnya tetap menopang tubuh Aquila.

Namun, hasilnya sama saja. Tidak ada yang terjadi, hanya menyisakan lengang. Augusta terus mencoba hingga 5 kali. Namun, hasilnya tetap sama. Suasana menjadi lengang, hanya terdengar suara isakan Ratu.

"Putri Augusta, lebih baik kita baringkan Putri Aquila." kata tabib lembut.

Augusta menurut. Mereka berdua membaringkan Aquila kembali ke atas karpet. Tabib kembali memeriksa detak jantung serta denyut nadinya. Beruntung, detak jantung dan denyut nadinya masih terasa. Hanya semakin melemah serta melambat.

Tabib itu bangkit berdiri menuju arah Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Ratu. Ia segera bersimpuh di hadapan mereka berdua sambil berkata, "Maafkan saya, Yang Mulia! Saya tidak bisa menyelamatkan Putri Aquila." kata tabib itu penuh penyesalan.

"Itu bukan salahmu, Bi. Terima kasih telah memberi tahu kami kondisi Aquila. Kami akan memindahkannya ke dalam kamarnya." kata Raja sedih.

"Apa tidak ada cara lain untuk menyelamatkan, Putriku?" tanya Ratu yang masih terisak.

"Tidak ada, Yang Mulia Ratu. Hanya itu satu-satunya cara. Mungkin saja, kita masih bisa menyelamatkan Putri Aquila. Semua orang bisa mencoba melakukannya. Mungkin masih ada kesempatan." usul tabib itu.

"Valens, kita bisa coba itu." bujuk Ratu menatap mata suaminya.

"Tidak, Herminia. Lebih baik kita berada di sisi Aquila, menemaninya dalam sisa hidupnya." tolak Raja.

"Yang Mulia Raja, saya rasa Aquila masih memiliki waktu 5 jam." tabib memberi tahu.

"Tidak, Bi. Itu tidak perlu. Mungkin memang ini takdir hidupnya." jawab Raja. "Peter, bisakah kau membawa Aquila ke dalam kamarnya? Augusta, antarkan dia ke kamar Aquila." suruh Raja.

Peter langsung menggendong tubuh Aquila yang pucat menuju ke kamarnya dan Augusta berjalan di depannya, mengantar. Empat adik Aquila yang lain juga mengikuti.

"Kalian semua bisa kembali!" kata Raja lantang. Semuanya patuh, mereka berjalan keluar dengan wajah sedih. Menurut mereka, itu adalah jalan terbaiknya. Patuh, sehingga tidak menambah beban lagi.

Raja, Ratu, dan juga tabib juga menuju kamar Aquila, tempat Aquila sekarang dibaringkan. Tangisan Ratu tidak kunjung reda, malah semakin deras setelah melihat tubuh Aquila. Putri sulungnya sedang terbaring kaku dan pucat di atas tempat tidurnya. Semuanya mengelilingi tempat tidur itu. Peter dan Augusta duduk bersebrangan di tepi kasur, menangis dalm diam. Ratu juga mendekat, menangis. Isakannya semakin menjadi. Yang lainnya menatap sendu wajah pucat Aquila. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan, selain menunggu keajaiban.

3 jam berlalu cepat dalam lengang yang menyisakan isakan tangis. Aquila tetap diam tidak bergerak. Helaan napasnya sudah sejak tadi tidak terdengar. Namun, detak serta denyut nadinya masih terasa.

Di saat semua harapan telah pupus, saat semua orang sudah bersiap melepaskan, saat itulah keajaiban terjadi. Aquila tiba-tiba menghirup udara dalam-dalam, wajahnya kembali memerah. Dadanya mulai naik-turun seiring dengan keluar-masuknya udara. Tangannya yang kaku mulai bisa digerakkan sedikit demi sedikit. Matanya mengerjap-erjap, silau akibat penerangan lampu. Lalu, mulai bisa menggerakkan lehernya, menatap satu per satu orang-orang yang berada di sana. Menyebutkan pelan nama mereka satu per satu dan tersenyum tipis.