webnovel

Bab 2 Single Trip

Sepulangnya aku dari dinas malam di kantor, setelah melahap makanan yang aku beli dari warteg dekat kantor, kembali teringat saat pertama kali aku, ayah dan adik-adikku sampai di rumah tante Dia, rumahnya berada pada sebuah desa di pegunungan yang berada di jawa Timur. Aku benar-benar dibuat kagum dengan rumah tante yang begitu asri dan bersih, sampai kakiku takut untuk memijaknya, ini adalah kedua kalinya aku ke rumah tante. Pertama kali aku datang sewaktu aku berumur 4 tahun, sehingga aku tidak mengerti kebiasaan di rumah itu, keesokkan harinya aku mencoba menyapu rumah dan mencuci piring semua masih baik- baik saja. Ayahku sudah mewanti-wanti agar aku tidak menanyakan apapun tentang kuliahku, ayah bilang biar tante Dia yang mengatur semuanya.

Setelah hampir seminggu, tante mengajakku ke kota untuk mendaftar ke perguruan tinggi yang ada disana. Aku yang sudah menantikan saat itu, semua berkas ku bawa, aku tidak pernah melihat seperti apa perguruan tinggi negeri yang ku tuju itu, hanya saja yang aku pikir pasti kampusnya akan berada di tempat yang luas dan akan terdiri dari beberapa gedung. Sesampainya di kota tante mengajakku ke salah satu kampus swasta, aku pikir ini hanya untuk dijadikan referensi, lalu kami pergi lagi ke kampus swasta namun aku dan tante merasa tidak terlalu cocok, lalu kami menaiki mobil dan pergi ke sebuah Mall dan saat itu kami melewati universitas yang aku tuju, dari situlah aku sadar impianku pupus sudah.

Akhirnya aku berkuliah di kampus pertama kami datangi waktu itu, keinginanku bersekolah sudah menutup semua, yang penting aku bisa bersekolah, yang terpenting adalah aku sudah berusaha. Waktu itu menjadi pertama kali aku menangis tanpa suara dan air mata, lagi-lagi lamunanku itu di buyarkan oleh telepon dari kak Nila.Tepat di tahun ke-10, aku memutuskan untuk menengok orang tuaku. Pulang kampung bukanlah dorongan murni, orang mengatakan mengikuti tes menjadi abdi Negara adalah cara terbaik untuk melarikan diri. Melarikan diri dari sesuatu yang tidak ku ketahui pasti, aku mempersiapkan diriku untuk mengikuti tes. Uang yang selama ini aku simpan rapat harus ku relakan untuk biaya akomodasi perjalanan pulang, dan membeli oleh-oleh yang tidak seberapa, dibeli dengan banyak pertimbangan.

Pulang kampung kali ini, akan menjadi single trip pertamaku, beberapa sahabatku yang mengetahui tabiatku yang malu bertanya tersesat di jalan, menjadi khawatir. Seminggu sebelumnya aku sudah mendapat ijin untuk mengambil libur selama 10 hari. Membeli tiket pesawat satu minggu sebelum pemberangkatan dan dua hari sebelum penerbangan, aku baru meminta ijin tante Dia. Aku sudah pasrah, sudah kupesiapakan rencana terburuknya, aku akan tetap terbang apapun yang terjadi. Jiwa rebahanku seolah mendapatkan energi ekstra, sepulang kerja dari kantor dan part time job, jam 6 pagi berangkatlah aku ke rumah tante Dia. Baguslah tante mengizinkan aku, jika tidak aku akan benar-benar kabur. Aku langsung ke kantor setelahnya untuk memanfaatkan waktu libur sebaik-baiknya.

Hari ini adalah waktu penerbangan, tiba-tiba aku sudah berada di ruang tunggu masuk pesawat. Ups.. tentu saja aku ke bandara tidak menggunakan private jet, tapi ada ojol dan sahabat kuliah yang membantu. Aku heran mengapa tidak merasa takjub sekalipun, aku adalah orang kepulauan, masa kecilku adalah ketika ada pesawat lewat, aku dan teman-temanku akan meneriakkan "turunkan kami uang,,,, turunkan kami uang,,,," sambil melompat-lompat dan mengangkat tangan. Pikiranku itu dibuyarkan dengan dering telpon, maklum jarang sekali ada yang menelponku, rupanya itu sahabatku yang ku kenal di kantor Aida namanya. Aida adalah sahabatku yang paling mengkhawatirkanku, usia kami yang terpaut jauh dan insting keibuannya, membuatku mendapatkan figure seorang ibu. Layaknya seorang ibu, Aida menanyakan dimana posisiku, kesulitan apa yang ku alami, aku sudah makan atau belum, sambil menggodaku karna duduk di kedai roti mahal juga meminum coklat hangat. Coklat hangatku habis dengan cepat, aku mencari kursi kosong yang dekat pintu Gate 4. Aku masih saja heran mengapa aku tidak takjub, aku baru sadar penyebabnya, ini karena aku menggunakan uang pribadi.

Kesasar terlalu sering memberiku pengalaman buruk, sehingga setiap ada pemberitahuan ku dengarkan dengan seksama. Perjalanan kali ini bukan tersesat yang membuatku was-was, akan tetapi aku ketinggalan pesawat yang membawa uangku. Memulai perjalanan ini, aku sudah menanamkan pada diriku nanti, aku harus bertindak dan perilaku sebagai sesorang yang sudah sering melakukan perjalan menggunakan pesawat terbang. Ketenangan adalah hal paten untuk mendukung acting ku, sampai pesawat lepas landas, jantungku tetap berdetak 60-85 kali/ menit saking mendalami actingku ini. Finally aku mengabadikan foto/ video awan di handphoneku sebagai Intermezo. Aku sama sekali tidak tertidur diperjalanan itu, aku mengingat kembali barang bawaanku layaknya sorang bagpacker.

Aku sudah membuat janji dengan Selma, ia akan mengusahakan untuk menjemputku di bandara provinsiku sebelum aku mematikan data selularku. Pesawat mendarat dengan sangat sempurna, aku sangat berterimakasih pada para Pilot yang mengoperasikan pesawat yang ku tumpangi. Membuka kembali handphoneku, akupun keluar dari bandara dan menyewa mobil menuju ke penginapan yang dekat dengan tempat tesku. Memasuki kamar dan langsung merabahkan diri, ku check kembali handphoneku yang sedari tadi bergetar, 10 panggilan dari Selma. Aku terlalu focus sehingga ku abaikan telepon itu, agar ia tidak khawatir aku mengatakan pesawatku delay 1 jam dan aku baru akan berangkat ke sana. Membohongi oranglain, agar terlihat alami terlebih dahulu ku bohongi diriku, alasan sebenarnya adalah aku sedikit kecewa Selma tidak menepati janjinya, padahal sedari tadi ia memberikan perhatiannya dengan terus menanyakan posisiku.

Waktu itu semua harus selalu bersih dan aman, akhirnya dengan terpaksa bebersih diri terlebih dahulu. Sungguh tenagaku sudah terkuras habis, aku tidak akan teriak atau sekedar menyanyi waktu itu, menggunakan headset justru semakin membuatku muak. Satu jam saja, lalu akan ku kabari tante dan sahabatku bila aku sudah sampai dengan selamat dan sudah berada di hotel. Selma akhirnya datang ke tempatku, rasa kesalku hilang saat aku melihatnya, sudah 10 tahun sejak kami terakhir bertemu, ia tetap sama seperti dulu badan yang mungil namun wajahnya sealu rupawan, ada riasan tipis yang membuatnya semakin rupawan.

Perbincangan kami tidak canggung sama sekali, kami seperti berada di lokasi dan sealu berkomunikasi selama ini. Aku senang tidak ada yang berubah, kini Selma adalah seorang dosen di salah satu Fakultas ternama di Provinsiku. Aku hampir lupa bila aku tidak mengabari sahabatku yang lain juga orangtuaku di rumah. Selma melakukan video call dengan Lida, saking terkejutnya Lida juga mendatangiku, Lida seorang blasteran Lombok itu, kini telah menjadi seorang guru cantik namun sangat tegas di salah satu SMA di sini juga. Kehebohan pun tak terelakkan saat Lida datang. Matanya berkaca-kaca, kamipun hampir lupa mengabadikan momen itu, sungguh bangga aku pada mereka, kami yang berjuang bersama di bangku SMA, kini sudah menjadi seorang yang sukses di jalan masing-masing.