webnovel

Program 30 Hari Menulis NAD

Sebuah program rangkaian menulis selama 30 hari di bulan Juni 2020

Frisca_6869 · Urbano
Classificações insuficientes
30 Chs

Zambi!!!

#NAD_30HariMenulis2020

#Hari_ke_26

#NomorAbsen_144

Jumlah kata : 922 kata

Judul : Zambi Chaos!!!

Isi :

Namaku Ryoko Himura. Aku hanya seorang perempuan Jepang yang tengah menjalani kehidupan biasa. Kuliah sambil bekerja sudah menjadi bagian dari rutinitasku. Hingga suatu hari semua berubah. Orang-orang yang semula normal saling menyerang. Mereka seperti tidak mengenal lagi sahabat atau kenalan mereka. Meski masih bisa berbicara normal, tetap saja diri mereka telah berubah seperti ada sosok jahat yang mengendalikan mereka.

"Mereka adalah zambi," ucap gadis berseragam sekolah di sampingku. Ia bernama Kaede. Kami bertemu saat makhluk-makhluk yang disebutnya zambi itu mengejarku. Kaede yang tampak putus asa sebenarnya tidak bermaksud menolongku. Dia hanya meringkuk di sebuah gang sempit saat para zambi itu hendak menyerangku. Entah apa yang menggerakkannya hingga ia akhirnya bertindak memukul makhluk-makhluk itu dengan kayu balok yang besar saat aku sedang terdesak. Kami kemudian melarikan diri bersama-sama.

"Ini semua salahku," ucap Kaede dengan napas terengah-engah. Wajahnya terlihat sedih.

"Aku yang menyebabkan bencana ini terjadi."

Aku menggeleng tidak percaya. Kami terus berlari hingga akhirnya tiba di tempat yang menurut kami aman. Sebuah rumah yang telah ditinggalkan pemiliknya. Tempat tersebut kotor dan penuh debu. Pagar tinggi dan runcing yang mengelilingi tempat tersebut mempersulit para zambi untuk masuk.

Segera kupasang rantai besi untuk menahan pagar agar makhluk-makhluk tersebut dengan mudah.

Kami masuk ke dalam rumah dan duduk merosot di lantai. Di sampingku, Kaede yang tampak sedih sedari tadi langsung menumpahkan air mata. Aku berusaha untuk menghibur dia. Gadis yang lebih muda itu kemudian menceritakan yang terjadi bahwa ia telah melepaskan kutukan zambi tanpa sengaja.

"Ini semua salahku," ucapnya sambil meringkuk memeluk lutut. Aku menepuk pundak dia pelan untuk menghiburnya.

Suara pesawat perang terdengar keras dari tempat kami berada. Aku menoleh pada Kaede. Tidak terdengar suara ledakan yang keras dan terus-menerus di tempat yang tidak jauh dari kami. Aku membekap telingaku yang seolah tuli karena ledakan yang sangat keras tersebut.

Mereka akan menghancurkan seluruh kota. Tidak peduli meski masih ada yang masih hidup, mereka akan menghancurkan kami semua. Pasti itu perintah dari para penguasa negeri yang ketakutan oleh keberadaan para zambi yang semakin banyak.

"Kita harus pergi dari sini," ucapku sambil berusaha menarik Kaeede untuk berdiri. Gadis berambut lurus itu menggeleng.

"Ini semua terjadi karena aku. Aku tidak bisa pergi. Aku harus menebus semua kesalahanku."

Kuguncang bahunya dengan agak kencang.

"Kau ingin menebus kesalahanmu bukan? Kalau begitu kau harus selamat untuk bisa menemukan cara menghentikan ini semua. Jika kau hanya berpikir untuk mengakhiri hidup, maka itu artinya kau egois."

Air matanya kembali berlinang. Perlahan ia mengangguk. Suara dentuman keras kembali terdengar. Kami bergegas pergi dari rumah tersebut sambil membawa besi dan kayu yang kami temukan sebagai senjata untuk menghadapi zambi.

Kami berlari keluar dari rumah. Di luar, kami tentu masih harus berhadapan dengan para zambi yang bergerak cepat seolah menganggap kami makanan lezat dan mereka sedang kelaparan. Kami bergegas kembali lari setelah melawan zambi. Suasana di sekeliling kacau-balau. Rumah, gedung-gedung, serta mobil terbakar. Meski begitu, bom yang dijatuhkan oleh pesawat juga terus berjatuhan. Orang-orang itu benar ingin menghancurkan kota ini sepenuhnya.

"Ke mana kita sekarang?" tanya Kaede sambil kami terus berlari. Belum sempat aku menjawab, sebuah mobil meledak tidak jauh darinya. Gadis itu terpental dan jatuh tidak sadarkan diri.

"Kaede, Kaede, bangun. Kaede, sadarlah," pintaku berulangkali. Aku semakin panik saat melihat sudut keningnya berdarah.

"Kaede," panggilku sambil menangis putus asa. Bagaimana aku hanya bisa bertahan seorang diri menghadapi semua ini?

Tiba-tiba gadis terbatuk pelan dan membuka matanya perlahan.

"Kau tidak apa-apa?" tanyaku cemas. Ia hanya mengangguk.

"Kalau begitu, ayo kita pergi dari sini!"

Aku lalu membantu dia berdiri dan memapahnya.

"Ke mana kita?" tanyanya.

"Kita ke bandara. Kita pergi dari kota ini."

Kami terus berjalan. Akan tetapi, sekelompok zambi datang dan mengepung kami. Kuacungkan tongkat besi yang berada dalam genggaman tanganku pada mereka.

"Pergi. Pergi kalian dari sini. Menjauh dari kami!" gertakku. Sayang tidak satupun dari mereka peduli. Mereka terus saja melangkah mendekat. Aku berusaha bertahan dan memukul mereka yang paling dekat dengan kami. Meski terus melakukan perlawanan, tetapi aku tahu aku akan kalah. Jumlah mereka terlampau banyak. Suara ledakan terdengar tidak jauh dari kami.

"Kita akan mati, bukan?" tanya Kaede dengan suara bergetar. Aku menggeleng. Meski kutahu saat ini sama sekali tidak ada harapan, entah kami berubah menjadi zambi atau mati karena ledakan bom, aku tidak ingin putus asa.

"Kita akan selamat," ucapku. Kaede hanya tersenyum tipis. Dia tahu kata-kataku hanya untuk menghiburnya.

Blar!

Sebuah dentuman keras tiba-tiba menghantam para zambi tersebut. Mereka tergeletak berlumur darah. Sebuah mobil berwarna putih berhenti tidak jauh dari kami. Pintu mobil itu terbuka lebar.

"Cepat masuk!" seru seorang gadis berambut panjang. Aku segera memapah Kaede menuju mobil.

"Terima kasih," ucapku pelan. Gadis itu mengangguk.

"Tidak perlu sungkan padaku. Oh ya, perkenalkan namaku Ran Mouri," jawabnya.

Aku lalu memperkenalkan diriku dan Kaede padanya.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Ran pada Kaede.

Kaede hanya mengangguk. Perlahan, ia kemudian menceritakan semua yang terjadi di sekolahnya pada Ran.

"Ini salahku, bukan?" ucapnya pelan.

"Aku yang membuat semua hancur."

"Kalau begitu, kau harus membantu kami. Jangan khawatir, temanku, Sinichi Kudo, dia sangat cerdas. Saat ini, dia dan yang lain tengah berusaha mengatasi semua ini. Informasimu itu pasti bisa membantu," tuturnya.

Aku tersenyum pada Kaede.

"Kita pasti bisa mengatasi ini. Jangan putus asa. Kita masih bisa memperbaiki semua ini."

Kaede balas tersenyum mendengar kata-kataku. Meski masih terlihat ragu, akhirnya dia mengangguk.

Aku merasa sedikit lega, meski tahu semua masih terlalu dini. Kehancuran yang terjadi sangatlah besar. Aku juga tidak tahu sehebat apa orang yang disebutkan Ran. Akan tetapi, putus asa dan menyesali diri bukanlah jalan keluar. Saat ini, yang terpenting adalah berusaha hingga akhir dan tetap yakin akan ada solusi untuk bencana yang menimpa kota kediaman kami tersebut.

Tamat

Kisah diambil dari :

- Dorama Jepang 'Zambi'

- Detektif Conan