Malamnya telah tiba, Helen membuka isi kotak yang di berikan oleh Bryan tersebut. di angkat tinggi - tinggi, cantik banget bajunya bling-bling.
Sebenarnya Helen tidak pernah ke acara pesta pertunangan mewah, kalau di lihat baju tersebut, pasti banyak yang datang dengan penampilan mewah. Pukul 19.30 malam, sebentar lagi. Helen langsung bersiap-siap akan sulit jika dia terlambat, bisa-bisa ancaman dari Bos sinting jadi kenyataan.
Dua puluh menit kemudian, Helen sudah selesai dengan pakaian yang dia lekatkan pada tubuhnya. Rambut yang panjang mungkin digerai sedikit bergelombang biar serasi dengan pakaiannya. Berdandan itu tidak perlu lama-lama untuk Helen. Karena wajahnya sudah bersih dan alami, kalau nyamuk mau gigit pun licin.
Tiinn ... Tiinn ...
Sudah terdengar suara klakson mobil Bryan di depan pintu pagar rumah kontrakan sekretarisnya. Helen sulit berjalan karena baju yang dia pakai terlalu panjang, ya, tahulah jatuh bukan lelucon lagi tapi malu minta ampun. Untung ia punya sepatu hak tinggi, tidak tinggi amat sih palingan tiga senti saja.
Bryan sudah berdiri di depan pintu pagar, menunggu pujaan hatinya. Bryan pasti bakal jantungan lihat penampilan sekretarisnya, Bryan minta bantuan sama Indri carikan baju sesuai untuk pesta nanti malam. Indri tentu senantiasa membantu carikan baju untuk si pujaan hati Bryan.
Saat pintu dibuka oleh Helen, Bryan sudah yakin banget baju yang dipilih oleh Indri sangat cocok dengan postur tubuh Helen, apalagi wajahnya benar cantik, cantik pokoknya. Mata Bryan tidak berkedip terlalu mengagumi bidadari yang jatuh dari langit.
Nah kalau Helen sih, tidak terkejut dengan penampilan Bos sintingnya, tiap hari juga pakaiannya itu-itu saja. Ya, cuma model rambutnya sedikit berbeda, ya, lebih terlihat enak dipandang tidak buat sakit mata.
"Sudah selesai perhatikan penampilan saya? Jadi pergi tidak? Kalau tidak saya masuk lagi!"
Lamunan Bryan buyar karena omelan bidadari di depannya. Tentu, Bryan tidak ingin mengacau suasana hati si bidadari ini.
"Jangan, saya terkagum-kagum sama penampilanmu. Saya pikir baju ini tidak sesuai ternyata kamu cantik, pengin nikahi kamu langsung!" bisik Bryan membuat Helen kembali memerah padam di wajahnya.
Bryan sih tidak peduli, si Helen-nya lagi tersipu malu atau bagaimana. Ya penting happy jahili sekretarisnya yang super gengsi.
Dalam perjalanan menuju acara pesta pertunangan sahabat ayahnya Bryan. Helen memilih diam di dalam mobil tidak bersuara. karena untuk apa bersuara, daripada terdengar sangat aneh kalau berbicara.
Jantung Helen lagi tidak normal, sedang berdetak beribu kali lipat. Bryan sih senyum dan fokus di depan mengemudi.
"Setelah acara ini, kamu mau ke mana lagi?" Bryan memulai bersuara sedari tadi suasana hening.
"Hah? Eh ... Pulang saja, saya tidak bisa tidur terlalu malam, takut besok terlambat masuk kerja lagi," jawab Helen nadanya sedikit pelan - efek grogi.
'Rileks Helen, ini hanya acara doang! Bukan ngelamar.' - Hibur diri sendiri.
"Kamu suka makan martabak? Sepertinya di sini ada yang jual martabak enak banget. Saya yakin kamu suka." Bryan menawarkan kuliner.
"Tidak perlu, bisa melar kalau makan manis-manis," tolak Helen, rasanya canggung banget jawabnya.
Sampai di salah satu acara pertunangan sahabat Ayahnya Bryan. Helen sepertinya gugup, tangannya dingin berkeringat. Bryan membuka pintunya untuk Helen. Helen tentu keluar perlahan agar tidak dipermalukan.
Berdiri berdampingan, Helen sepertinya benar gugup banget, gaunnya terlalu panjang buat dirinya sulit berjalan. Diangkat sedikit saat akan melanjutkan melangkah, sebuah tangan memegang pinggang rampingnya lebih mendekat tubuh Bryan. Helen sontak lirih samping, sangat dekat. Sepertinya arwah Helen ingin keluar dari tubuhnya.
"Rileks saja, anggap ini acara latihan nanti saat kita menikah," bisik Bryan di telinga Helen.
Helen tidak mendengar apa-apa lagi. Ia sudah di tuli efek suara jantungnya berdebar-debar. Dag Dig Dug
Deg!
Deg!
Deg!
Di dalam acara begitu ramai, banyak menyambut hangat pada Bryan. Di sana bukan Helen saja mengenal rekan bisnis sahabat Ayahnya Bryan. Tapi kerja sama dengan Perusahaan Bryan juga.
Nah, tangan Bryan tidak berada di pinggang ramping Helen lagi, tapi sekarang berpindah di tangan Helen. Tangan Helen keringat dingin menjadi hangat saat di genggam olehnya. Helen merasa adem saat tangannya di genggam oleh Bryan sendiri.
Bisa Helen rasakan sentuhan kulit telapak Bryan kasar dan lebar sampai tangan miliknya tidak terlihat. Bryan berbincang-bincang dengan para bisnis lainnya. Suara di dengar oleh Helen sendiri jadi nyaman dan hangat.
"Apa dia ke kasihmu?" suara terdengar garing di telinga Helen.
"Iya, dia kekasih saya. Mungkin dalam waktu dekat saya akan menikah. Bagaimana menurut Anda, apa saya terlihat cocok dengannya?" balas Bryan sedikit bercanda.
"Sangat serasi semoga ke jenjang pernikahan," kata Pak Robert seorang pengusaha kontraktor.
Helen merasa sangat pegal dikedua kakinya, dirinya duduk disalah satu taman yang amat indah. Bryan melekatkan jas pada tubuh Helen agar tidak kedinginan.
"Bagaimana, kamu suka. Maaf ya, kalau buat kamu sedikit tegang." Bryan duduk di sebelahnya.
"Iya tidak apa-apa," senyum Helen
"Jadi bagaimana jawaban kamu soal pertemuan dengan Ibuku?" Bryan menanyakan soal tadi siang di kantor.
"Soal itu ..." Helen sulit menjawab, rasanya kelu. Masih bimbang dengan perasaannya. Meskipun Bryan sering jahili dia. Cuma Helen terlalu gengsi ungkapi.
"Saya sudah ungkapi perasaan padamu, aku serius. Aku suka kamu, aku cinta kamu saat pertama kamu lamar pekerjaan di kantorku," ungkap lagi Bryan. Helen sulit mengimbangi antara senang atau pergi.
'Apa yang harus aku lakukan. Ini rumit ... Tuhann!' Batinnya
"Soal itu ... Jika saya menolak bagaimana?"
'Kenapa jadi pertanyaan ini sih!' batinnya lagi.
"Jika kamu menolak tetap saya kejar sampai yakin," jawab Bryan memantapkan jiwa.
Helen menatap manik cokelat milik Bryan, sebaliknya Bryan juga. Lama saling bertatapan sebuah kembang api dinyalakan tepat di depan mereka.