webnovel

Not Miracle

"Dasar sinting!" lirih Anna. Tsuyoi Sentoki bukanlah orang yang baru hidup puluhan tahun. Jaman dahulu pun dia sering melihat ribuan orang terkapar tak bernyawa dengan ratusan kelompok burung gagak berterbangan diatasnya.

Namun setelah Ia dilempar Ibunya melewati dimensi waktu. Dimana Anna menjadi orang yang terlahir kembali, hidup di lingkungan ramah dengan statistik soal kematian terhitung normal. Antara berpenyakit, nasib buruk, atau memang sudah waktunya untuk berpulang.

Namun semenjak gerbang paralel tidak seimbang...

Kebengisan sesama mahluk pun terus terjadi dengan brutalnya. Kemudian untuk pertama kali, dimana dia gemetar melihat Jodi yang meraung geram dengan pelipis dan hidung berdarah, alam terisak mengenggam erat sebuah pisau, serta Nathan yang tertawa sejadi-jadinya. Mereka bertiga serempak ditimpa sekelompok ajudan.

Meskipun kehebohan terjadi diantara mereka bertiga. Bola mata Anna dengan getarnya berpusat pada saru arah, dimana Crystal Narendra mengigil lemah serta berwajah pucat. Tsuyoi Sentoki itu dengan cepat menggapai kepala Crystal. "To–tolong... temani Ka–kak," rintihnya.

"Jangan bicara dulu, aku ak—," baru saja Anna akan menyembuhkan wanita yang sudah terlanjur merenggang nyawa. Hingga tidak sadar sesuatu meluncur bebas dari pelupuk mata. Anna terisak sembari menangkap cahaya putih yang keluar dari mulut Crystal.

Membuat Nathan Narendra yang tengah tersadar itu merapal mantra sampai membuat empat ajudan yang menahannya kewalahan dan terpelanting.

Bisa dipastikan, saat ini Nathanlah yang meraung paling keras, melihat darah merembes masuk kedalam sprei, pria bertelanjang dada itu dengan bengisnya menarik bahu Anna.

Spontan Tsuyoi Sentoki akan berbicara namun semuanya menjadi tercekat kala Nathan mencengkram leher miliknya. Menekan tubuh Anna hingga kedua kaki Hone-Onna itu meronta kuat.

"Temani dia sialan!" rintih Nathan. Anna meringis mencoba untuk melepas kedua lengan Nathan yang mencekiknya kuat. Wajah Tsuyoi Sentoki pun langsung memerah dan juga basah taatkala air mata seorang psikopat menghujami dirinya.

"Keegoisanmu membuat adikku mati!" teriak Nathan. Wanita ini terlalu kekanak-kanakan sebab tidak mau terikat dengan Nathan, akan tetapi malah membuat Crystal Narendra terbunuh.

"Ayo mati... " rintihnya lagi. Rontaan kaki Anna semakin menjadi taatkala Nathan mencekiknya semakin kuat. Membuat anna terpaksa menyedot energi Nathan Narendra, sangkat beberapa puluh detik kemudian—Nathan ambruk melemah.

Suara yang paling tidak enak didengar adalah isakan dari para panglima peperangan. Dimana ketika psikopat merintih seperti anak perempuan. Dengan satu wanita yang terbatuk lemah setelah terlepas dari cekikan Nathan.

Orang pilihan itu merangkak mendekati tubuh adiknya yang tidak berpakaian. Menarik selimut untuk menutupi perut Crystal yang berlubang setelah Nathan menusuknya belasan kali. Persis sama seperti Ibunya—clara yang di hujam puluhan kali.

Anna meremat sprei seraya terisak pelan untuk merasakan kesenduan tiga pria yang mengisi ruangan. Anna sakit hati lantaran wanita yang tengah Nathan usap pucuk kepalanya itu sempat Anna rindukan tadi, "Dek..." rintih Nathan.

"Bangun Dek..." bibir Nathan bergetar hebat termasuk saat dia melihat darah yang mencuat dari permukaan selimut. Apa yang harus Nathan lakukan jika Crystal sudah seperti ini. Terbayang dengan jelas bagaimana Dia mengecup paksa Crystal sampai memukul adiknya dengan vas bunga tadi.

Semakin tragis saja taatkala tangisan Nathan berubah menjadi hal lucu dengan tertawanya arwah yang hampir saja melecehkan Crystal jikalau tidak dihalangi alam. Rian menghempas kepala si bungsu yang ada di dekapannya itu sampai Ia bergidik lantaran Nathan Narendra tersebut terlalu lemah untuk menanggapi hal-hal kecil.

"Kenapa membunuhnya?" lirih Anna. Ia lekas berdiri setelah mengusap angkuh pipi basah yang membuat hatinya berdenyut. Ada sesuatu bergejolak dalam tubuhnya, padahal baru tadi Ia mengakui bahwa Crystal sebenarnya telah menghangatkan hati.

"Ah, dia melawan saat aku menyentuhnya," ucap rian. Dengan semua raut wajah brengsek yang Ia pasang. Rian menatap nyalang alam sebab hampir saja pria itu tadi menggorok leher kakaknya sendiri.

"Si Nathan ini terlalu cengeng," lanjutnya. Rian mengambil pisau yang sempat menghujam tubuh Crystal Narendra itu, sampai tiba-tiba tubuhnya terasa kaku hingga kedua lengannya merapat pada tubuh serta berdiri tegap.

Rian bingung lantaran tubuh yang Ia huni bergerak sendiri menghadap pada sosok yang membuatnya tercengang. Jubah merah dengan sebelah matanya hanya tulang belulang membuat rian tersadar bahwa Anna bukanlah penyihir ataupun cenayang. "Si–siluman..."

Srtttt! Rian meringis taatkala sesuatu yang tak nampak mengikat tubuhnya. Tsuyoi Sentoki dengan raut berangnya itu mengangkat lengan keudara hingga dalam hitungan detik, leher jiwa rian sudah berada di cengkraman tangannya.

Menyisakan raga Nathan yang menoleh ke arah jasad adiknya, Ia meringis seraya berpaling kepada alam yang tidak bisa berkata apa-apa.

"Salah! Bukan siluman, aku pejuang!" koreksi Anna. Dia mencengkram semakin kuat leher yang Anna angkat sampai membuat rian meronta di udara. Wajah jeleknya membuat penyesalan Annal semakin dalam sebab memberi kesempatan pada psikopat untuk kembali hidup.

Seharusnya Anna tidak mengubah nasib seseorang yang sudah disuratkan untuk mati. Ada alasan dibalik kenapa dia bernasib tragis.

"A–ap yang—argh... "

"Ku kirim kau ke neraka!" cetus Anna murka. Lampion bunga peoni kini ikut menampakan diri taatkala anna melayang beberapa senti. Dimana Anna mencekiknya sampai mengeluarkan garis tak beraturan yang mencuat dari telapak lengan Anna kepada wajah rian. Tsuyoi Sentoki tidak bisa memberhentikan bulir asin yang menghalangi pandangan.

Penyesalan bersikap apatis pada Nathan telah bertubi-tubi menghujami dirinya. Kala Dimana Tsuyoi Sentoki bahkan hanya perlu menjentrikan jari untuk memusnahkan jiwa sinting yang saat ini meronta sebab Annal menyalurkan sedikit energi Hone-onna padanya.

Rian harus menerima pedih yang dia torehkan ketika meminjam tubuh Nathan. Perlahan dan sangat pelan, kulitnya melepuh kepanasan—terbakar api. Rian menggeliat dan berteriak kesakitan, lantaran Anna menyalurkan energi agar dia tidak cepat melebur jadi abu.

"Ku kutuk kau... hidup abadi di dalam lembah dengan raga yang terus terbakar api! Ini siksaan terpedih dariku," lontar Annap. Rian semakin meraung kesakitan, perlahan menciut hingga akhirnya menghilang. Kemudian dia akan menjalani kutukan Anna sampai Tuhan memutuskan untuk membawanya pulang.

Keheningan mulai terselubung ketika semuanya tercekat namun hanya Nathan Narendra serta alam yang bisa melihat apa yang sedang terjadi. Bersamaan dengan redupnya jubah Anna. Raga Nathan mulai bisa digerakan kembali.

Anna menatap, apa yang Ia gengam sedari tadi. Dimana jiwa wanita lucu itu berhasil memberikan kesedihan mendalam kepada semua orang bahkan sampai psikopat bajingan saja meraung lemah.

Tsuyoi Sentoki memejam—merapal mantra saat mengirim Crystal Narendra pergi kedunia paralel agar bisa bertemu Ibunya Clara. Meniup cahaya tersebut sampai suara pistol disiagakan membuatnya terlonjak.

"Hei hei!" Dor! Semakin kacau saja suasana taatkala Nathan Narendra hampir saja menembak kepalanya sendiri sebelum jodi menghentikan pergerakan pria tersebut. Belum lagi alam yang meraung dan mencoba menusuk dirinya sendiri seperti orang kesurupan saat para ajudan mencoba mencegah mereka.

Teriakan frustasi dari keduanya membuat Anna semakin terperosok dalam kubangan kesalahan. "Maaf," ucap Anna. Tidak ada yang menghiraukannya, semua sibuk menahan dua kakak beradik itu mengamuk ingin mengakhiri hidup.

"A-aku bisa membangkitkannya kembali," lontar Anna. Ia memejam ketika semuanya menghentikan aksi berontakan mereka. Mematrikan atensi pada Tsuyoi Sentoki yang terpaksa berbohong.

Akibat dari keegoisannya, Annabmenjadi bertambah tugas serta beban, yaitu menghibur Nathan Narendra serta menemaninya sampai pria itu menerima keadaan Crystal yang telah tiada.

Nathan mengintruksikan agar semua keluar ruangan terkecuali kedua adiknya bersama dengan Anna yang mengepal erat rok putih tersebut.

Anna berpikir keras, lantaran Nathan Narendra menunggu apa yang akan di ucapkannya seraya memegang pistol. Akan berbahaya jika Ia melakukan percobaan bunuh diri lagi sampai menyeretnya ikut mati nanti.

Hingga suatu tipu daya akhirnya memberikan sebuah pencerahan untuk keluar dari situasi ini, Anna mengetuk gelang tamashi sampai mengeluarkan kotak kayu mini yang Ia dapat dari Hamadriad.

Anna lekas menyimpan kotak itu di lantai. Membaca sebuah mantra hingga membuat jasad Crystal Narendra melayang bersamaan dengan kotak tersebut membesar—memenuhi ruangan.

"Aku akan menyimpan raga Crystal disini sampai barang yang dibutuhkan untuk menghidupkannya didapatkan," jelas Anna

***

Tiga hari sudah kepergian Crystal membuat rumah seakan menjadi kuburan si bungsu. Lantaran Nathan beserta alam mengurung diri dikamar adiknya, sampai membuat jodi yang sama terpuruk pun akhirnya harus mengurus zoger beserta penyeludupan sekaligus.

"Ma–af... Dek," lirih Nathan. Alam Narendra yang terpuruk di sudut seberang kakaknya itu tidak bisa berhenti meratapi kepergian adiknya. Jikalau saja Anna tidak memberinya harapan, mungkin alan akan lebih memilih untuk menyusul Crystal.

Nathan pun sama halnya dengan alam, tangan gemetarnya bahkan mengusap lembut sprei dengan noda darah telah mengering itu—memberi dia hujaman bertubi-tubi tiada henti.

Sedangkan Anna tengah sibuk berkutat di kamarnya sembari memakan kripik frustasi. Misinya kali ini adalah mencari kalung chronos yang di simpan Hone-Onna sebelumnya. Kalung tersebut berfungsi memutar balik waktu. Sehingga Anna tidak perlu mencari banyak barang lagi.

Cukup dengan dia yang mengembalikan waktu dimana para penjaga menghilang serta mencegah semua itu terjadi. Namun lagi-lagi cermin yang membuatnya darah tinggi itu menunjukan goa, akan tetapi tidak pernah spesifik dalam memberi penjelasan. Sedangkan goa di Indonesia tidak bisa dihitung menggunakan angka belasan.

Nathan juga membiarkan Anna fokus meski selama tiga hari ini, Ia berkunjung pada pagi hari hanya untuk menanyakan apa yang anna butuhkan untuk bisa membangkitkan Crystal Narendra.

Tsuyoi Sentoki pun paham kenapa Nathan selalu melongo diambang pintu seraya menatapnya dalam diam. "Beri aku waktu sebentar lagi," lontar Anna.

Berakhir dengan anggukan ringan sembari menundukan kepala. Nathan kembali berlalumenuju kamar Lusi seraya meninggalkan hujaman penyesalan dikamar Anna hingga wanita itu semakin mempererat jambakan kepada surainya.

"Jangan coba-coba membuka mulutmu," ancam Anna. Tsuyoi Sentoki pun kesibukannya semakin bertambah banyak seperti jodi. Sebab harus mengawasi arwah kakek tua—penjaga rumah. Dia beberapa kali kepergok Anna mencoba berbicara kepada alam.

Kakek tersebut tahu persis, bahwa mau sehebat apapun siluman.

Dia tidak bisa membangkitkan manusia yang telah mati.

Bersambung...