webnovel

Ada Apa Dengan Kallista?

Kallista terdiam, menatap lurus ke depan dan menatap layar televisi yang sedang menayangkan sebuah acara.

"Sayang, aku berangkat dulu ya?"

Ia langsung menoleh saat mendengar suara tersebut, dan dapat ia lihat Gavin yang sedang menghentikan langkah di dekat sofa yang didudukinya.

Segera Kallista bangkit dari posisinya dan berdiri di depan suaminya. Lalu ia terdiam dan memperhatikan pria itu. "Aku baru menyadari bahwa aku memiliki seorang suami yang sempurna. Ia bukan hanya tampan, tapi baik, pengertian, penuh perhatian dan setia. Di dunia pria yang seperti itu sudah hampir punah" ucapnya di dalam hati.

"Sayang, kenapa kamu hanya diam?" tanya Gavin menatap wanita itu dengan satu alis yang terangkat.

"Tidak" Kallista menggeleng. "Aku hanya baru menyadari jika suamiku ini begitu tampan" katanya, merapihkan kerah kemeja Gavin dan mengukirkan senyuman.

Gavin langsung tertawa canggung setelah mendengar yang dikatakan oleh Kallista. "Terima kasih atas pujiannya sayang, kamu membuatku tersipu malu" katanya mengacak rambutnya Kallista.

"Sama-sama" Kallista menggangguk. "Tapi aku mengatakan sesuai dengan kenyataan" ucapnya dengan senyum yang masih terukir di wajahnya.

"Kalau begitu aku ucapkan terima kasih" Gavin tersenyum dan memegang wajahnya Kallista. "Aku pergi hunting foto dulu ya? Kau baik-baik di rumah dan jaga dirimu selama aku tidak ada di dekatmu. Jika terjadi sesuatu segeralah hubungi aku" katanya. Lalu ia beralih menatap perut buncit istrinya. "Dan, tolong jaga kandunganmu ini karena aku sangat menyayanginya. Walaupun ia bukanlah anakku, tapi aku benar-benar sayang padanya dan tidak sabar menunggu kehadirannya" ia melanjutkan dengan senyum yang tidak luntur dari wajahnya.

"Tentu" jawab Kallista mengganggukkan kepala dan mengukirkan senyuman. "Aku pasti akan menjaga kandungan ini demi dirimu. Dan terima kasih karena kau telah menyayanginya"

Namun di dalam hati Kallista bertanya-tanya pada dirinya, apakah benar jika Gavin menyayangi bayi itu yang berada di dalam kandungannya? Atau itu hanya sebuah cara agar Kallista dapat menyayangi bayi itu dan tidak mengugurkannya? Lalu bagaimana jika nanti bayi itu sudah lahir? Apakah Gavin benar-benar akan menerima kehadirannya?

Semua pertanyaan itu mulai berputar-putar di dalam kepalanya seperti sebuah kaset yang kusut dan rusak. Tetapi ia tidak mau terus memikirkannya dan memilih untuk mengacuhkannya.

"Sama-sama" Gavin menggangguk dan tersenyum. Lalu ia mendekatkan wajah pada Kallista dan mengecup puncak kepala wanita itu.

Segera Kallista memejamkan mata dan merasakan ciuman kasih sayang dari suaminya yang sebelumnya tidak pernah ia dapatkan dari pria lain, termasuk mantan kekasihnya.

Beberapa saat kemudian Gavin membuka mata dan menjauhkan wajah dari istrinya. "Kalau begitu aku berangkat dulu, ya?" katanya dengan senyum yang terukir di wajahnya.

"Iya" Kallista menggangguk. "Hati-hati di jalan, jangan mengebut, karena aku selalu menunggumu pulang" katanya dengan senyum yang terukir di wajahnya. Seolah menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh dengan yang dikatakan.

"Tentu saja sayang, sampai nanti" Gavin menggangguk, tersenyum dan mengacak rambut Kallista dengan gemas. Kemudian ia membalikkan tubuh dan beranjak pergi.

Sedangkan Kallista, ia hanya tersenyum dan memperhatikan punggung suaminya.

***

"Oke, seperti biasa hasil jepretanmu selalu bagus dan memuaskan" Felix menggangguk dan meletakkan sebuah kamera di atas meja. Namun dahinya langsung mengerut saat ia melihat teman dekatnya yang sedang melamun. "Gavin, kau baik-baik saja?"

Gavin langsung terperanjat dan tersadar dari lamunan. "Iya, ada apa?" tanyanya.

"Kau pasti sedang melamun" Felix menghela nafas dan membenarkan posisi duduknya.

"Maafkan aku" ucap Gavin menundukkan kepala dan memasang raut wajah yang terlihat bersalah.

"Tidak apa-apa" Felix menggangguk dan terlihat mengerti. "Tapi kalau aku boleh tahu, apakah ada yang sedang kau pikirkan?" tanyanya menatap Gavin yang duduk di depannya.

"Aku sedang memikirkan Kallista" jawab Gavin dengan kepala yang tertunduk.

"Kallista?" Felix mengerutkan dahi dan terlihat bingung. "Memang ada apa dengannya?" tanyanya yang mulai merasa penasaran.

"Saat aku hendak berangkat untuk hunting foto sikapnya sedikit berbeda dari biasanya. Ia tiba-tiba memujiku dan merapihkan pakaianku. Bahkan ia juga menyuruhku untuk berhati-hati saat berkendara karena ia selalu menungguku pulang" jelas Gavin.

"Memang sebelumnya ia tidak pernah bersikap dan berkata seperti itu?" tanya Felix mengerutkan dahi dan terlihat penasaran.

"Tidak pernah" Gavin menggeleng pelan. "Maka dari itu aku merasa heran, bahkan aku sempat berpikir kalau ia mulai mencintaiku. Tapi aku segera menepis pikiran tersebut karena aku takut jika itu hanya dugaanku saja. Sebab aku tahu benar bahwa ia masih sangat mencintai mantan kekasihnya dan tidak pernah bisa melupakannya."

"Menurutku wajar jika kau berpikir seperti itu" ujar Felix membuat Gavin mengangkat kepala dan menatapnya. "Aku pun mungkin akan berpikir seperti itu juga kalau aku ada di posisimu" katanya. "Tapi untuk mengetahuinya lebih jelas sebaiknya kau tanyakan langsung padanya agar kau tidak hanya menduga-duga saja. Jadi kau mengetahui apakah benar ia sudah mulai mencintaimu atau tidak."

"Kau benar, tapi aku tidak bisa segera menanyakan padanya" ucap Gavin menundukkan kepala dan membuat Felix merasa bingung dan mengerutkan dahi. "Karena aku takut jika itu memang hanya dugaanku saja. Dan aku tidak mau merasa kecewa karena terlalu berekspetasi lebih."

"Ya sudah terserah dirimu saja, dan aku tidak akan memaksa" Felix menggangguk paham. "Tapi kalau aku boleh memberikan saran, sebaiknya kau berikan hadiah untuknya. Biasanya wanita akan senang jika diberikan hadiah apalagi jika itu dari kekasih atau suaminya"

"Hadiah? Apa?" tanya Gavin mengangkat kepala dengan dahi yang mengerut.

"Apa saja" jawab Felix. "Kau bisa memberikannya bunga, atau coklat. Karena biasanya wanita menyukai kedua hal tersebut. Atau kau belikan barang yang ia sukai"

"Tapi aku tidak tahu barang apa yang ia suka" ucap Gavin menatap bos sekaligus sahabatnya yang duduk di depannya.

"Kalau begitu kau bisa membelikannya barang yang disukai oleh wanita, seperti tas, sepatu, baju, atau barang lain yang menurutmu wanita akan menyukainya" ujar Felix. "Dengan begitu perlahan ia akan luluh padamu dan mulai melupakan mantan kekasihnya. Dan jangan lupa perlakukan ia dengan manis, karena biasanya wanita suka diperlakukan seperti itu"

"Baik, nanti aku akan mencobanya" Gavin menggangguk. "Terima kasih untuk sarannya kawan, kau memang sahabatku yang paling baik" katanya dengan senyum yang terukir di wajahnya.

"Sama-sama" Felix menggangguk dan mengukirkan senyuman. "Kau adalah sahabatku dan kita sudah kenal begitu lama jadi sudah sepantasnya aku memberikan masukan yang baik padamu. Apalagi jika itu menyangkut kebahagianmu. Karena aku ingin melihatmu hidup bahagia bersama dengan seorang wanita yang kau cinta. Dan aku tahu jika kau benar-benar mencintainya."

"Sekali lagi aku ucapkan terima kasih Felix, aku tidak menyesal karena telah mengenal dan memiliki sahabat sepertimu" ujar Gavin, menatap sahabatnya itu dan tersenyum.