webnovel

Pernikahan Kontrak Tuan Muda

"Menikahlah denganku maka ku bebaskan semua hutang-hutang orang tuamu! kau tidak perlu takut, pernikahan ini hanya sementara, sebut saja pernikahan kontrak." Diva, gadis yang baru saja pulang dari study di luar negeri di kejutkan akan permintaan orang asing itu, terlebih saat dirinya menatap wajah orang tuanya yang nampak tak berdaya. "Me-menikah?" Gadis itu terdiam beberapa saat, dia sangat-sangat tidak ingin namun melihat ketidakberdayaan orang tuanya membuatnya mau tak mau harus menerima itu semua. "Kontrak pernikahan selama dua tahun, setelahnya kau ku bebaskan. Ekonomi keluargamu kembali normal dan kau akan ku ceraikan!" "Ce-cerai?" "Ya. Gampang bukan?" Lelaki itu melempar surat perjanjian di atas meja. "Cepat tanda tangani dan besok kita akan menikah!" Dengan wajah angkuhnya dia melenggang dari hadapan semua orang. "Urus mereka!"

Nabila_Putrii · Urbano
Classificações insuficientes
401 Chs

Berkunjung Ke Rumah Mama

Diva tersenyum malu menatap tubuhnya yang penuh dengan kissmark yang dibuat suaminya semalam.

Malam yang indah mereka lakukan berkali-kali tanpa merasa lelah, sampai akhirnya dia yang tertidur.

Diva keluar dari kamar mandi dengan baju santai, hot pants dan baju oversize. Diva duduk di meja riasnya mengeringkan rambutnya yang basah.

Melihat di cermin jika lehernya juga terdapat banyak bekas kissmark dari suaminya. "Ganas banget sih, kalau kayak gini pasti lama hilangnya!" gerutunya.

Tring!

Diva membuka ponselnya dan mendapat pesan dari suaminya.

SUAMI GALAK

sayang, udah makan belum?

Me:

Udah

Diva membalasnya singkat kembali mengeringkan rambutnya, lalu ponselnya kembali berdering bukan pesan melainkan telpon dari Kenzo.

"Hallo, sayang!" Sapa Kenzo dari panggilan via video. Menampilkan wajah sumringah suaminya tidak seperti biasanya yang datar seperti tembok.

"Lagi ngapain?" tanya Diva, dia menyenderkan ponselnya pada meja sedangkan tangannya sibuk mengeringkan rambutnya.

"Kerja." Kenzo membalas singkat dia tersenyum tipis memperhatikan gerak gerik istrinya, sembari melihat karya yang dibuatnya pada leher Diva.

"Tato kamu bagus, sayang!" kekehnya.

Tato ndasmu, batin Diva kesal.

"Hm. Yaudah kalau kamu masih kerja matiin aja telponnya." Diva duduk di ranjang dengan hati-hati, karena jujur saja bagian intinya masih terasa sakit setiap kali dia buat jalan.

"Nanti dulu, aku masih kangen sama kamu." Kenzo tersenyum tipis, tidak ada pembicaraan diantara mereka, keduanya hanya saling diam dengan mata saling menatap.

"Sayang, nanti aku pulang sekitar jam lima. Kamu ada nitip sesuatu nggak?"

"Em, aku pingin makan martabak. Kamu beliin ya rasa kacang cokelat!" Kenzo terdiam beberapa saat lalu matanya memicing.

"Sayang kamu hamil? kamu lagi ngidam? gila cebong aku gercep juga. Baru di tanam semalam udah tumbuh aja!" bangganya.

"Heh!" Diva melotot tajam, yang terlihat lucu di mata Kenzo.

"Anak sendiri di bilang cebong, eh tapi aku belum hamil. Aku cuma pingin aja!" Kenzo mengangguk, dengan senyum tertahan di bibirnya.

"Belum berarti akan segera, pintar-pintar kita aja nanamnya kalau sering pasti cepet jadi kok, yang!" kekeh Kenzo.

"Dih, itu mah maunya kamu!" dengus Diva membuat Kenzo tertawa terbahak. Baru kali ini lelaki itu tertawa begitu lepas.

"Maunya aku tapi kamu juga keenakan kan? Siapa yang semalam bilang faster sayang fas--"

"DIEM!" pelotot Diva dengan muka merah padam. Dia sangat malu jika mengingat kejadian semalam.

Kenzo kembali menertawakannya merasa lucu dengan istrinya, dia merasa terhibur semenjak kedatangan Diva dalam hidupnya.

"Ketawa sekali lagi nanti malam kamu tidur di luar!" Kenzo langsung kicep mendengarnya, bisa mati dia kalau harus tidur di luar kamar.

"Nggak mau, udah jangan ngambek aku cuma bercanda!" Cengirnya.

Diva menatapnya sebal. "Yaudah matiin aja telponnya!" Kenzo mendengus kesal.

"Bentar aku masih kangen sama kamu, itu kamu masih sakit nggak?" tanyanya ambigu.

"A-apaan sih kamu, udah ah matiin aja nggak usah tanya yang aneh-aneh." Kenzo tertawa kecil di sana.

"Masih kan? kalau di coba terus pasti nggak akan sakit. Mau lagi nggak?" godanya dengan kerlingan jahil.

Tit

Diva mematikan sambungan telpon begitu saja, wajahnya sangat merah. Dia masih sangat malu jika harus membahas hal-hal yang berbau seperti itu.

Diva memutuskan untuk turun, dia ingin memakan buah-buahan. Duduk di ruang makan sembari memotongi kecil-kecil buah apel yang dia ambil.

Tring!

SUAMI GALAK:

istirahat sayang, biar nanti malam nggak kecapekan.

Diva menatapnya gemas, ingin sekali dia lempar ponselnya tepat di muka suaminya. Menyebalkan memang!

Duduk sembari menonton tv dan memakan buah-buahan yang dia potong barusan membuat Diva sangat bosan.

"Apa aku ke rumah mama aja ya? udah lama nggak ke sana." Diva ingin mengunjungi rumah orang tuanya rasanya dia begitu merindukan pelukan hangat mamanya.

"Iya, lagian udah nggak kerasa sakit. Aku izin Kenzo dulu deh!" Diva segera mengambil ponselnya dan memilih menghubungi suaminya via Vidio.

"Kenapa sayang? kangen?" Sambutan pertama yang Diva lihat adalah wajah tengil dan menyebalkan Kenzo.

"Aku mau izin keluar."

"Kemana?" tanya Kenzo tak suka. Diva memasang muka seimut mungkin untuk membujuk suaminya.

"Ke rumah mama, aku kangen sama mama. Ya, boleh yaaa!" rengeknya.

"Tapi itu kamu kan masih sakit, masih susah buat jalan. Nggak usah kemana-mana dulu, weekend aja kita ke sana!" bujuknya.

"Mau sekarang!" Diva menatapnya dengan mata berkaca membuat Kenzo menghela nafas panjang.

"Yaudah, sama sopir ke sananya. Nanti sepulang kantor aku jemput sekalian!" Diva mengangguk dengan senyum lebar di bibirnya.

"Makasih sayang!" Kenzo tersenyum, senang rasanya melihat istrinya bahagia.

"Iya, tapi ada syaratnya. Nanti malam proyek buat dedek lagi, haha!" Kenzo tertawa terbahak setelahnya.

"Ish, nggak mau. Masih sakit!" Diva cemberut, menatap kesal ke arahnya.

"Loh katanya udah nggak, gimana sih?" Kenzo menaik turunkan alisnya.

"Lagian kalau di buat itu lagi pasti nggak akan sakit." Kenzo terus menggodanya membuat Diva berdecak kesal.

"Tau ah, kesel aku sama kamu!" Diva mematikan sambungan telpon begitu saja dengan wajah yang kesal.

Dia segera bersiap untuk pergi ke rumah orang tuanya. "Hari ini aku pingin habisin waktu berdua sama mama!" ucapnya senang.

****

"MAMA!" Diva berteriak memasuki rumah dengan banyak kantong kresek di tangannya, sebelum ke sini Diva memang mampir ke toko untuk membelikan sesuatu pada adiknya.

"Diva!" Mamanya segera berhambur memeluknya. Kedua wanita itu saling berpelukan melepas rindu lantaran lama tak bertemu.

"Diva kangen mama!" ujarnya serak.

Revalina---mama Diva mengusap punggung Diva naik turun. Melihat putrinya menangis membuatnya sedih.

"Maafkan mama sama papa nak, maaf karena kami kamu harus mengorbankan masa depanmu!" ucap Revalina sedih.

"Tidak, apa yang mama katakan." Diva tersenyum mengusap air matanya pelan lalu mengusap air mata di wajah mamanya.

"Diva bahagia ma, sangat bahagia! Kenzo sangat menyayangi Diva." Wanita cantik itu berusaha meyakinkan mamanya jika dirinya sangat bahagia.

"Mereka baik, mereka semua sangat menyayangi Diva. Mama sama papa nggak perlu merasa bersalah. Justru, Diva bahagia karena ini semua Diva bisa bertemu dengan Kenzo." Revalina tersenyum, dia merasa lega.

Syukurlah jika Kenzo menyayangi anak gadisnya. Semenjak Diva pergi Revalina selalu merasa sedih, dia dan suaminya merasa bodoh karena telah mengorbankan anak pertamanya.

"Ayo masuk, adikmu pasti akan senang setelah melihatmu!"

Senyum Diva mengembang lantaran melihat adik kesayangannya tengah bermain boneka di kamarnya.

"DIRA!!" teriaknya lalu berlari memeluk tubuh kecil adiknya.

Bocah perempuan itu mengerjab polos masih bingung sebelum bibirnya mengembangkan senyum kala melihat kakak kesayangannya pulang.

"Kakak, Dira kangen!" ujarnya, lalu berhambur dalam pelukan Diva.

"Kakak juga kangen banget sama Dira, lihat kakak bawa apa aja buat kamu!" Dira tersenyum bahagia dengan binar di matanya.

"Dira suka, makasih kakak. kakak jangan pergi-pergi lagi, Dira nggak suka!" ucap bocah kecil itu membuat Diva terdiam.