webnovel

Awal Kehancuran

"Mas, kamu mau kemana?" tanya Dewi saat melihat Prasetya sang suami keluar dari kamar mereka dengan pakaian rapi dan sangat wangi.

"Kamu? Kapan pulang? Aku tidak mendengar mobil atau pintu pagar dibuka kamu masuk lewat mana?" Alan terkejut bukan main saat melihat Dewi berdiri di depan kamarnya.

Hampir satu bulan lamanya, Dewi meninggalkan Prasetya dan Aslan di Indonesia. Profesinya yang sebagai investor terbesar nomor satu di Indonesia membuat dia nyaris tidak memiliki waktu untuk berkumpul bersama suami dan anak lelakinya. 

"Tadi Bi Endah yang membukakan pintu. Kamu mau kemana Mas?" tanya Dewi sekali lagi. 

"Ehm anu Bun, aku mau keluar sebentar, Juna dan Erwin tadi meminta ku untuk menemani mereka minum kopi di kedai kopi milik Agam, biasa bapak-bapak galau," jawab Pras sekenanya.

"Aslan sudah tidur?" 

"Bunda lihat saja. Dia ada di kamar. Aku pergi dulu ya," ucap Prasetya tanpa memberi kecupan kepada Dewi. 

Pras keluar dari rumah begitu saja tanpa memperdulikan Dewi yang membuntuti dia hingga di depan pintu teras.

Dewi hanya bisa menghembuskan napas dengan kasar saat mobil Pras keluar dan pergi meninggalkan rumah begitu saja. Kesal kini bersarang di hatinya. Niat hati ketika pulang dan sampai dirumah dia akan bercengkrama melepas rindu bersama suami dan anaknya.

Jika tadi dia melarang Pras untuk pergi percuma saja, seperti yang sudah-suda Pras akan menyerang dia dan melarang Dewi untuk tidak bekerja dan keributan pasti tidak akan bisa dihindari.

Dengan langkah gontai dia menaiki tangga menuju kamar Aslan putra semata wayangnya yang baru saja menginjak usia enam tahun. 

'Aku harus bertemu anakku dengan raut wajah yang bahagia, aku tidak boleh terlihat kesal ataupun marah'

Pelan-pelan Dewi membuka pintu kamar Aslan. Baru saja membuka sedikit pintu kamar Aslan sang anak berteriak. 

"BUNDA...!" 

Aslan loncat dari tempat tidur dan berlari memeluk Dewi. 

"Sayang, belum tidur?" 

"Belum Bunda, Aslan enggak bisa tidur," jawabnya dengan manja. 

Dewi mencium pipi bulat Arda, tercium aroma bedak, minyak telon dan juga lotion. Aroma khas bayi yang selalu dirindukan. 

"Kenapa enggak bisa tidur sayang?" tanya Dewi sambil menggendong Aslan yang bertubuh gempal. 

"Karena Aslan rindu Bunda, selama Bunda pergi Ayah juga suka pergi malam-malam," ucapnya sambil memeluk erat Dewi. "Aslan takut Bunda sendirian di rumah."

Dewi memicingkan matanya 'ternyata bukan malam ini saja kamu pergi Mas? Kamu kemana?' 

"Tapi Bunda jangan bilang sama Ayah ya kalau Aslan kasih tahu Bunda."

"Ehm, kalau gitu ada syaratnya," ucap Dewi sambil mencolek hidung Aslan. 

"Apa Bunda?" tanya Aslan penasaran.

"Syaratnya kamu malam ini harus bobok sama Bunda mau enggak?" 

"Mau ... mau ...," jawab Aslan dengan cepat sambil menganggukan kepala.

"Yaudah yuk kita ke kamar Bunda sama Ayah," ajak Dewi sambil menurunkan Aslan. 

Mereka turun ke bawah lalu masuk ke dalam kamar. Aslan pun naik terlebih dahulu ke atas ranjang  yang berukuran besar. 

"Bunda, selama Bunda pergi Ayah setiap malam suka pergi-pergi, Aslan jadi takut di rumah sendiri." 

"Really?" tanya Dewi sambil menoleh ke arah Aslan.

"Iya Bunda, Aslan takut di rumah sendiri. Ayah kalau pergi lama baru pulang kalau Asla mau berangkat sekolah," jawab sang anak. 

Dewi menjadi curiga dengan apa yang diceritakan oleh sang anak 'Kemana Mas Pras pergi?'.

"Mungkin Ayah pergi ada urusan di kantor sayang. Yasudah Bunda mau mandi sebentar kamu tunggu disini ya, nanti Bunda ceritakan kemarin Bunda pergi kemana saja," ucap Dewi sambil berjalan ke  dalam kamar mandi. 

Aslan menganggukan kepalanya dan dia.

"Bunda boleh Aslan boleh lihat televisi sebentar sambil nunggu Bunda mandi?"

"Boleh," jawab Dewi dari dalam kamar mandi.

Dengan riang gembira Aslan mengambil remote televisi yang ada di atas nakas dan menyalakan televisi tersebut. 

Selang beberapa menit kemudian Dewi keluar dari kamar mandi. Sesuai dengan janji Dewi kepada Aslan tadi, malam ini dia akan menceritakan tentang  kunjungannya ke Eropa, Aslan sangat antusias mendengarkan cerita sang bunda hingga akhirnya mereka terlelap. 

Sementara itu di sebuah club malam yang terletak di Gang Cempaka, Prasetya tengah duduk meneguk segelas minuman yang Almira tuangkan ke dalam gelas slokinya. 

"Tuangkan lagi dan isi full!" 

"Sudah sayang, kamu sudah mabuk banget ini. Jangan terlalu banyak minum, nanti kamu teler banget," ucap Mira

Almira Deswita Putri orang-orang memanggil perempuan yang berambut panjang, putih dan bertubuh proporsional dengan sebutan Mira. 

Almira adalah wanita penghibur yang menjadi langganan Prasetya selama ini, bahkan lebih dari pelanggan. Status hubungan mereka adalah sepasang kekasih.

Almira juga adalah anak emas dari seorang germo bernama Mama Yuli.

Semenjak Dewinta Anggun Putri kembali memutuskan kembali bekerja dan kerap meninggalkan Prasetya, sang suami justru bergerilya bersenang-senang dengan wanita lain. Sang suami tidak bisa menahan hasrat dan memilih melampiaskan kepada wanita lain.

"Sayang ayo," ajak Pras yang sudah tidak bisa menahan hasrat. 

"Sudah kepingin banget ya?" goda Mira sambil sesekali mengecup bibir Prasetya. 

Pras merasa di mabukan cinta. Ingatan tentang Dewi dan Aslan selalu hilang saat dia bersama Almira. Dia merasakan gejolak-gejolak asmara yang telah lama padam kembali mengalir di dalam tubuhnya. Prasetya kembali merasakan puber untuk yang kedua kalinya.

"Ayo ...," rengek Prasetya.

Mira tersenyum manis mendengar ajakan Pras dan akhirnya mereka berdua berjalan menuju halaman klub malam dan menuju hotel kelas melati.

Mereka berjalan sambil memeluk satu sama lain tak tertinggal juga satu dua kecupan mesra yang Pras berikan kepada Mira.

"Bang, biasanya." 

Seorang pria penjaga hotel melati langganan mereka memberikan kunci kamar kepada Mira.  

Mereka berdua masuk ke dalam kamar yang menjadi tempat favorit mereka selama ini.

Semalaman Pras dan Mila memadu cinta hingga tak sadar bahwa matahari sesaat lagi akan muncul.

"Ini jam berapa?" tanya Pras setengah sadar. 

"Sudah hampir jam empat sayang, kenapa?"

"ASTAGA … Aku harus pulang Dewi pasti menunggu aku di rumah."

Mira yang mendengar nama Dewi wajahnya langsung berubah masam.

"Aku akan transfer uang seperti biasanya ke kamu. Aku balik dulu," ucap Pras sambil mengancingkan kemeja dan memberi kecupan di kening Almira. 

Almira yang masih berbalut selimut hotel hanya bisa tersenyum melihat kepergian Arga. 

Wanita mana yang tidak jatuh hati kepada Prasetya dia pria bertubuh tinggi, mapan dan juga pria tajir. Wanita mana yang tidak terpesona dengan ketampanan Pras. Termasuk Mila salah satu wanita yang telah jatuh hati kepada Pras dia ingin sekali menjadi Nyonya Prasetya Bhaskara. 

"Akan aku taklukkan kamu dan akan aku buat kamu menjadi milikku seutuhnya." Almira bersumpah.

Dengan keadaan setengah sadar Pras mengendarai mobil hingga akhirnya dia tiba di rumah kembali. 

Dewi yang mendengar suara mesin mobil masuk ke dalam rumah terbangun dari tidurnya. 

"Apa dia baru pulang?!" ucapnya sambil melihat jam dinding yang tertempel di dinding kamar. "Jam setengah lima pagi!?" sambungnya kembali. 

Dewi yang merasa ada yang tidak beres dengan sang suami segera turun dari ranjang dan menghampiri Pras yang sudah duduk di ruang keluarga.

"Baru pulang mas? dari mana saja?" selidik Dewi. 

"Ada urusan kantor!" 

Curiga Dewi mendekatkan tubuhnya dengan sang suami. Dia mencium aroma alkohol yang cukup kuat dari mulut Pras. 

"Mas mabuk?!"

"Hanya minum sedikit. Sudah minggir aku mau tidur," ucap Pras. 

Baru saja berdiri Dewi menarik tangan Prasetya. "Jangan tidur di kamar kita, ada Aslan lebih baik Mas Pras tidur di kamar Aslan saja," ucap Dewi dengan menahan emosi. 

Dengan sempoyongan Pras berjalan menuju lantai atas dan masuk ke dalam kamar Aslan. Prasetya menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang sang anak dengan pakaian dan sepatu yang masih lengkap.

Dewi menggelengkan kepalanya. Dia segera kembali masuk ke dalam kamar dan mengambil pakaian tidur untuk sang suami. 

Kembali dia keluar dari kamar dan naik menuju kamar Aslan. 

"Kamu ini ada masalah apa sih Mas? Kalau ada masalah cerita sama aku, selama ini kamu enggak pernah cerita sama aku?" kata Dewi sambil membuka kancing kemeja baju Arga. 

Tak ada jawaban dari Arga kesadarannya sudah benar-benar hilang. 

Ketika Dewi membuka kemeja yang Prasetya kenakan betapa terkejutnya dia ketika melihat banyak sekali tanda-tanda merah dan dari balik kemeja Prasetya, tercium aroma parfum yang dia sendiri tidak miliki.

"Ini ...?!" 

Dewi mengusap wajahnya dia menahan air mata yang tiba-tiba saja sudah menggenang di kelopak matanya. 

Dengan cepat dia memakaikan kembali baju tidur untuk Pras dan cepat-cepat keluar dari kamar Aslan. 

Hatinya terasa sesak dan dia bertanya-tanya apakah itu tanda bahwa Pras telah mengkhianati pernikahannya?