webnovel

Piknik Keluarga

Editor: Atlas Studios

Li Sicheng dan Su Qianci membawa anak-anak ke mobil. Ketiga anak itu tentu saja duduk di kursi belakang, Su Qianci duduk di kursi penumpang depan, dan Li Sicheng yang mengemudi. Su Qianci membuka yoghurt-nya. Li Jianyue melihat hal itu di belakang dan berteriak, "Bu, aku mau!"

Su Qianci meminum seteguk. Saat mendengar putrinya mengatakan itu, wanita itu menyerahkan yoghurt tersebut ke belakang.

Tetapi sebelum Su Qianci menyerahkannya, Li Sicheng menghentikan istrinya dan berkata dengan serius, "Ersu, ibumu tidak sarapan, jadi kau tidak bisa mengambil yoghurt itu dari ibu. Ibu akan merasa sakit jika ibu lapar."

"Oh." Li Jianyue menjawab, sambil melihat ke kaca spion, gadis kecil itu menjilat permen loli di tangannya, dan menyerahkan permen itu. "Bu, apa Ibu mau permen loli?"

Su Qianci tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya. "Tidak, Ersu bisa memakannya sendiri."

Li Jianqian dan Li Mosen memegang sebuah figur karakter di tangan mereka. Berhadapan satu sama lain, kedua bocah laki-laki itu melepaskan bagiannya satu persatu, begitu sibuk sehingga mereka tidak mempunyai waktu untuk memakan permen loli di tangan mereka.

Laut di Kotaraja berada di tepi daerah pinggiran kota. Membutuhkan waktu lebih dari satu jam bagi mereka untuk tiba di sana. Ini adalah satu-satunya laut di Kotaraja dan selalu penuh sesak. Akan tetapi, karena itu adalah sebuah objek wisata yang dikelola oleh perusahaan milik negara, area itu dibagi menjadi area VIP dan area biasa. Di area VIP jelas terlihat jauh lebih sedikit pengunjung, dan pantainya lebih bersih.

Matahari hari ini tidak terlalu terik, dan langitnya sedikit mendung, tetapi masih terasa panas. Angin laut yang sepoi-sepoi terasa asin, dan uap air yang sejuk itu sangat menyenangkan sehingga anak-anak kecil itu semakin bersemangat. Begitu mereka masuk ke dalam area pantai, kedua bocah laki-laki itu meletakkan figur karakter mereka di dalam tas ransel. Setelah memberikan ransel mereka kepada Su Qianci, mereka berlari menuju air dengan gembira.

Li Jianyue tidak bisa menyusul kedua kakaknya, jadi gadis kecil itu duduk di tepi pantai, merengut dan berteriak di belakang, "Bu, kakak tidak mau bermain denganku!"

"Berdirilah. Ibu akan bermain denganmu." Su Qianci mengambil tangan Li Jianyue dan melihat bagaimana kedua bocah laki-laki itu ingin berada dekat dengan air dengan bersemangat, tetapi tidak berani mendekati. Wanita itu tersenyum dan berteriak, "Mosen, Dasu, lepas sepatu kalian terlebih dulu. Jangan sampai sepatu kalian basah."

"Ya!" Li Mosen melepas sepatunya dan meletakkannya dengan rapi di tepi pantai.

Li Jianqian melakukan hal yang sama, meletakkan sepatu birunya di sebelah sepatu kuning Li Mosen, dan mereka berlari ke arah air dengan kaki telanjang. Saat air laut datang dan mundur kembali, Li Jianqian dan Li Mosen tertawa-tawa dan mengejar ombaknya. Ketika permukaan airnya naik, mereka langsung berteriak dan berlari ke tepi pantai.

Li Jianyue melihat itu dan bersemangat untuk mencoba. Gadis kecil itu melepaskan diri dari tangan Su Qianci, berlari menuju ke sana dan melepas sepatu merah muda di kakinya. Sambil mengikuti kakak-kakaknya, Ersu memanggil, "Kakak!"

Li Jianqian sedang asyik bermain dan mengabaikan adiknya. Li Jianyue mendengus dan berlari mengejar mereka. Dikejar oleh ombak, gadis kecil itu jauh lebih lambat dari kakak-kakaknya, dan kaki kecilnya basah dengan segera.

Li Jianqian mengejek, "Ersu idiot, berlari terlalu lambat!"

Li Jianyue merasa kesal dan berlari ke arah Li Mosen, berteriak, "Kakak Mosen, aku ingin bermain denganmu. Kita akan mengabaikan kakakku!"

Li Mosen tersenyum dan berlari ke arah Li Jianyue, menggandeng tangan gadis kecil itu dan berteriak, "Kami tidak bermain dengan Dasu!"

Kedua anak kecil itu bergandengan tangan dan berlari mengitari pantai, mengejar ombak, menjerit dan berlari menjauh. Li Jianqian merasa tidak senang. Bocah laki-laki itu berlari menghampiri dan mengambil tangan Li Jianyue yang sebelahnya dan berkata, "Tiga orang akan berlari lebih cepat bersama-sama!"

Su Qianci melihat dari kejauhan, dan senyum di wajahnya sudah melebar. Dengan satu tangan yang diletakkan di pinggangnya, wanita itu mendengar sebuah suara pelan berbisik mesra di telinganya, "Kapan kamu mengadopsi anak itu?"