Sosok putih langsing itu seperti seorang peri. Tatapan tajamnya menjadi lembut ketika melihat Su Qianci. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya.
Cantik!
Li Sicheng tidak pernah menemukan bahwa wanita itu benar-benar tampak sempurna di depan sebuah piano. Seolah-olah dia dilahirkan untuk menjadi seorang pianis. Su Qianci selalu berhasil mengejutkannya.
Tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang mengamati, Su Qianci dengan hati-hati membuka penutup piano.
Benar-benar instrument yang sangat indah.
Grand piano ini adalah karya terakhir dari seorang ahli yang sudah pensiun yang dibeli oleh Li Sicheng dengan harga tinggi di sebuah acara lelang. Di kehidupan sebelumnya, dia selalu menatap piano ini, ingin menyentuhnya tetapi takut Li Sicheng akan semakin membencinya. Lagipula, bahkan Tang Mengying pun tidak diizinkan untuk menyentuhnya.
Namun, Li Sicheng sedang pergi bekerja, yang berarti dia sedang tidak berada di rumah. Dia hanya akan bermain sebentar saja. Jari-jarinya yang panjang menekan tuts piano, membuat sebuah suara dentingan. Su Qianci merasa dirinya meleleh. Piano ini lebih baik dari setiap piano yang pernah dia sentuh dalam gabungan dua kehidupannya. Sayang sekali jika piano ini tidak dimainkan.
Sambil menyesali hal itu, jari-jari Su Qianci menari di atas tuts piano. Dia sedang memainkan Für Elise, mahakarya dari Beethoven.
Saat Li Sicheng menghampirinya, dia mendengar lagunya berubah. Pada awalnya, dia pikir itu adalah sebuah kesalahan dan merasa agak kesal karena sebuah piano yang hebat tidak dimainkan dengan benar. Namun, bahkan sebelum dia mencapai Su Qianci, dia menyadari bahwa dia sangat salah. Itu jelas disengaja. Lagu yang dimainkannya perlahan-lahan menjadi sedih, dengan sebuah daya tarik yang tragis dan menyedihkan. Saat mendengar lagu ini, Li Sicheng tidak bisa menghentikan langkahnya, mendengarkan alunan piano yang dimainkan istrinya dengan saksama.
Su Qianci tidak menyadari bahwa Li Sicheng sudah mendekat. Matanya tertuju pada tuts piano, dia memainkan lagu yang dia buat sendiri. Di kehidupannya sebelumnya, bayinya yang belum lahir dibunuh oleh Tang Mengying, dan kemudian dia dijebak oleh Tang Mengying dan wajahnya menjadi hancur. Kapten Li selalu berada di sisinya dan melarang Li Sicheng menceraikannya. Namun, semua orang di keluarga Li memilih untuk tidak peduli padanya. Tidak ada yang memercayainya. Dalam keputusasaan, Su Qianci menciptakan sebuah lagu yang disebut Elegi1. Selain Kapten Li, tidak ada yang pernah mendengarnya. Dan tentu saja, tidak ada yang akan memahaminya.
Meskipun matanya tertuju pada tuts piano, Su Qianci sedang memikirkan sesuatu yang lain. Namun, dia terlalu terampil untuk melakukan sebuah kesalahan. Lagipula itu adalah lagu ciptaannya sendiri.
Li Sicheng terlihat muram saat mendengar alunan piano itu. Dia belum pernah mendengar lagu ini sebelumnya. Lagunya sangat menyedihkan, merasuk hingga ke tulang, tetapi harapannya belum hilang. Apa yang telah dialami sang komposer sehingga membuat lagu yang begitu menyedihkan? Li Sicheng tidak berani mengganggunya, hanya berdiri di belakang Su Qianci.
Di bawah daun wisteria yang rimbun, pasangan ini memiliki pikirannya masing-masing.